SINGARAJA– DPRD Buleleng menengarai Perda Nomor 5 Tahun 2019 tentang Perlindungan Perempuan dan Anak Tindak Kekerasan, belum efektif dilaksanakan.
Terbukti, kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Buleleng masih terbilang tinggi. Baik itu kekerasan fisik maupun kekerasan seksual.
Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Buleleng kini tengah melakukan kajian terhadap perda tersebut.
Perda diharapkan dapat diimplementasikan dengan lebih efektif. Sehingga kasus kekerasan pada perempuan dan anak terus mengalami penurunan.
Ketua Bapemperda DPRD Buleleng Nyoman Gede Wandira Adi mengatakan, perda itu termasuk salah satu dokumen yang akan dikaji kembali.
Menurut Wandira, muatan perda itu bukan semata-mata menggratiskan biaya visum. Namun lebih mengarah untuk menekan kasus, sekaligus memberikan pemulihan pada korban.
Wandira sempat melakukan kunjungan ke Komisi Perlindungan Perempuan dan Anak Daerah (KPPAD) Provinsi Bali.
Dari hasil kunjungan itu, ia menduga kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak masih cukup tinggi.
“Kasus yang muncul di media itu hanya beberapa. Tapi masih banyak kasus lain yang dilaporkan. Bagi kami perda ini harus bisa menyelesaikan masalah. Baik itu mengurangi kasus yang terjadi, termasuk menyelesaikan laporan-laporan yang telah disampaikan para korban,” ungkap Wandira saat dihubungi, Rabu (1/9) kemarin.
Pria yang juga Ketua Fraksi Golkar itu mengungkapkan, kasus yang kini sangat penting ditangani adalah kasus pelecehan seksual terhadap anak. Sebab kasus-kasus itu memberikan pukulan psikis yang sangat signifikan. Bukan hanya pada korban, namun juga pada keluarga korban.
“Kami sempat berdialog langsung dengan beberapa keluarga korban. Dampak psikisnya terasa sekali. Bertahun-tahun mereka mengalami trauma.
Kami harap seluruh pihak bisa memberikan perhatian pada masalah ini. Sehingga tidak terus berulang,” tukas Wandira.