NEGARA – Masyarakat harus tetap waspada. Sebab, kondisi iklim dan cuaca di Indonesia tahun ini diprakirakan masih ekstrem.
Deputi Klimatologi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Herizal usai membuka acara Sosialisasi Aeroklimat Provinsi Bali di Jembrana mengatakan, tahun ini sebenarnya tahun netral.
Namun, fenomena ekstrem yang biasanya mengganggu iklim Indonesia masih akan terjadi. Dari hasil pengamatan, diprediksi beberapa daerah di Indonesia mulai April ini sudah mulai memasuki musim kemarau.
Puncaknya di perkirakan terjadi pada Agustus. Dan, yang harus dihindari adalah dampak ikutannya seperti kebakaran hutan dan lahan (Karhutla), penurunan debit air hingga kekeringan.
“Ini yang harus diwaspadai masyarakat, terutama saat puncak musim kemarau, termasuk juga di Bali,” ungkapnya.
Terkait musim di Indonesia selain musim hujan dan kemarau juga ada musim pancaroba yang sangat berpengaruh pada aktifitas masyarakat.
“Saat musim pancaroba ini akan tetap ada hujan dan perlu diwaspadai” jelasnya. Dengan kondisi cuaca seperti itu masyarakat agar bisa mencari strategi menghadapi tahun ekstrem.
Sebagai catatan, hingga Mei dan Juni mendatang, wilayah Indonesia akan dipengaruhi oleh fenomena lanina lemah. Dampaknya, kondisi udara akan sedikit agak basah.
Bahkan, di beberapa daerah di Indonesia diprediksi musim kemarau akan mundur. Kondisi ini jelas perlu diantisipasi oleh masyarakat termasuk juga oleh petani.
“Terutama bagaimana memilih varietas tanaman padi yang cocok ditanam serta menyesuaikan masa cocok tanamnya sehingga hasil pertaniannya bisa optimal” tandasnya.
Pemahaman masyarakat terhadap cuaca dan iklim sangat penting untuk mewaspadai segala kemungkinan yang akan terjadi untuk beberapa waktu kedepannya.
“Masyarakat harus benar-benar bisa memahami iklim dan cuaca sehingga bisa mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan dari iklim yang terjadi,” ungkapnya.
Salah satu upaya meningkatkan pemahaman msayarakat terhadap iklim dan cuaca seperti melalui sekolah lapang iklim (SLI) dan sosialisasi agroklimat.