SINGARAJA– Upaya rapid test acak yang dilakukan institusi TNI rupanya belum mendapat respons positif dari masyarakat. Sebaliknya, sejumlah masyarakat malah memilih kabur saat melihat satgas datang.
Alhasil target meningkatkan tes sebagai langkah pencegahan dini, terancam tak bisa mencapai target.
Sebenanrnya dalam sepekan terakhir TNI gencar melakukan rapid test secara acak.
Seperti di Pasar Banyuasri maupun di Pasar Anyar. Terakhir satgas melakukan tes acak di Pantai Penimbangan pada Sabtu (7/8) malam lalu.
Saat itu tim Cakra Nanggala mendatangi Pantai Penimbangan, dengan menggandeng 4 orang petugas swab.
Petugas mendatangi lokasi itu pada pukul 20.30. Alih-alih banyak yang bersedia menjalani tes, sebagian besar malah memilih kabur.
Malam itu sebagian besar pengunjung memilih angkat kaki dari lokasi tersebut.
Meski sebenarnya satgas tidak membubarkan warga yang sedang nongkrong di sekitar areal pantai. Alhasil malam itu hanya beberapa pengunjung dan pramusaji saja yang menjalani tes cepat.
Sekretaris Satgas Penanganan Covid-19 Buleleng Gede Suyasa mengatakan, saat ini kegiatan tracing dan testing pada masyarakat dikomandani oleh TNI.
Hal ini sesuai dengan hasil rapat koordinasi dengan Menteri Koordinator Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan beberapa pekan lalu.
Institusi TNI bahkan telah mendapat alokasi alat uji yang cukup dari pemerintah pusat.
Menurut Suyasa, masyarakat semestinya tak perlu takut dengan langkah melakukan tes secara acak. Sebab hal itu dilakukan sebagai satu upaya cegah dini penyebaran covid-19. Disamping melakukan vaksinasi secara masif.
“Tes acak itu kan sebenarnya deteksi dini. Siapa tahu ada yang tidak bergejala, tapi belum terdeteksi. Kalau memang nanti hasilnya terkonfirmasi (positif), pilahannya tinggal dua. Apakah ke lokasi karantina terpusat atau ke rumah sakit kalau bergejala. Semua itu nggak bayar kok. Kami juga belum paham, kok masih ada yang lari,” kata Suyasa saat ditemui Senin (9/8).
Suyasa menduga, ada masyarakat yang masih mengalami ketakutan berlebihan secara psikis. Diduga masyarakat enggan menjalani tes acak, karena akan berpisah dengan keluarga saat menjalani masa karantina.
“Bisa juga ada yang takut hidungnya dicolok. Sama juga dengan vaksin, ada yang takut ditusuk jarum. Memang kami harap makin banyak ada tes, sehingga kita tahu peta dan pola sebarannya seperti apa. Sehingga bisa mencegah penyebaran sejak dini.
Ini akan kami sosialisasikan lagi pada masyarakat, biar tidak takut berlebihan,” tukas Suyasa.