DENPASAR – Harga porang di Bali yang saat ini turun dari Rp8.000 menjadi antara Rp6.000 hingga Rp7.000 bisa jadi bukan penurunan terendah. Bahkan, harga porang bisa jatuh lebih dalam lagi hingga Rp3.000.
Hal itu diungkapkan pengusaha pengolahan porang, Johan Soedjatmiko Hideki Ishiii dari PT Ambico saat menjadi tamu dalam podcast Dahlan Iskan yang disiarkan dalam Youtube DI’s Way 8 September 2021 lalu.
“Memang dengan harga Rp5.000 sekarang sebetulnya petani masih bisa bertahan. Masih bisa hidup. Tapi yang saya khawatirkan bisa turun lagi. Kira-kira masih bisa turun lagi, gak?” tanya Dahlan Iskan.
Menjawab pertanyaan itu, Johan menyatakan dia sempat menanyakan kolega di Tiongkok yang berhubungan dengan Myanmar. Ditakatakan, patokan harga porang Indonesia saat ini adalah Myanmar.
Dia mengilustrasikan, Myanmar panen raya porang pada bulan-bulan ini (Agustus-September). Sedangkan Indonesia bulan April-Mei. Nah, dia pun menyebutkan, kalau harga porang di Myanmar tahun lalu mulai panen raya dengan harga Rp6.500-7000, maka di Indonesia menjadi sekitar Rp6.000 pada bulan April dan Mei tahun ini.
“Tahun ini (2021) Myanmar dibeli dengan (harga) Rp3.500 (per kilogram),” kata Johan.
Dahlan pun menyela, “Berarti kita harus hati-hati , ya.”
“Bisa (harga porang) Indonesia tahun depan kena Rp3.000. Itu belum terhitung orang yang dua tahun lalu menanam banyak dengan harga mahal, dan yang kena euforia ayo nanam porang ini, lalu semua nanam, dan akan panen bersama, bisa jadi Rp3.000 itu harga tertinggi,” jelas Johan menjawab kekhawatiran Dahlan yang didaulat sebagai pembina perkumpulan petani porang.
Sebelumnya Johan menyebut terkait penyebab anjloknya harga porang Indonesia. Johan punya dua pandangan yang didapat setelah melakukan konfirmasi ke sejumlah pihak, utamanya di Tiongkok.
Pertama, kata Johan, harga porang turun karena tanaman porang di Tiongkok sendiri sedang panen raya. Sehingga harga porang di Tiongkok juga turun drastis.
Dia menjelaskan, permintaan porang di Indonesia memang sempat tinggi dan mengakibatkan harga melonjak pada 2018-2019. Dikatakan, salah satu penyebab tingginya harga porang pada waktu itu adalah sebagian wilayah Tiongkok sempat dihantam bencana gempa dan banjir yang mengakibatkan rusaknya pertanian, termasuk porang.
Sedangkan pada tahun 2020, tanaman porang di Tiongkok kembali bangkit. Sehingga tahun itu mulai panen raya.
Kedua, lanjut Johan, penyebab turunnya harga porang Indonesia karena panen raya di Tiongkok itu, maka porang dari Thailand dan Myanmar juga distop. Pengusaha di Tiongkok mendahulukan porang produk dalam negeri.
“Tahun ini, di Thailand dan Myanmar pun distop. Baru satu bulan lalu (Agustus) distop. Dari sana banyak jalur-jalur resmi distop. Akhirnya pembelian tidak seramai dulu lagi,” kata Johan.
“Jadi kemungkinan ada dua kemungkinan itu yang terbesar,” imbuh Johan.
Sedangkan Ketua DPW Perhimpunan Petani Penggiat Porang Nusantara (P3N) Bali Nyoman Sunaya Jumat (8/10) menyebutkan, harga umbi porang turun dari awalnya Rp8.000 menjadi kisaran Rp6.000 sampai Rp7.000 per kilogram. Bahkan, informasi lain dari Dahlan Iskan harga porang di Jawa pada September sempat turun ke angka Rp5.000 per kilogram.
Di sisi lain, kata Sunaya, di Indonesia juga baru terdapat satu pabrik pengolah porang yang benar-benar melakukan pemurnian glukomanan dari umbi porang yakni PT. Ambiko yang ada di Pasuruan, Jawa Timur.
Sedangkan sebagian besar porang Indonesia untuk memenuhi pasar ekspor. Dan ketika pasar ekspor mengecil, maka porang Indonesia tak bisa terserap. Padahal, akhir-akhir ini Indonesia panen raya porang setelah tiga tahun lalu sempat booming sehingga mengakibatkan banyak petani mendadak bertanam porang.