GIANYAR – Karcis senilai Rp 5.000 per kendaraan barang di Jalan Dewi Sri Batubulan mendapat sorotan. Perbekel Batubulan Dewa Gede Sumerta meminta pemungut karcis berkop Banjar Taman Palekan Dusun Menguntur Batubulan itu segera menghentikan pungutan.
Dewa Sumerta menyatakan karcis berawal dari kesepakatan krama Tempek Taman Palekan. “Kami kaget, itu kesepakatan krama tahun 2006. Saat itu, pengurus yang memfasilitasi krama beda dengan pengurus sekarang. Tapi pungutan tetap dilakukan. Maka kami bertemu, klarifikasi,” ujar Sumerta, Rabu (9/11).
Dengan tegas perbekel meminta pungutan dihapus. “Kesimpulan, kami minta dihentikan. Karena itu tidak ada dasar hukumnya. Kalau boleh kami katakan, kesepakatan untuk mepunia beda. Ini kan rutin sejak 16 tahun lalu,” ujarnya.
Karcis yang dipungut selama ini tidak ada pertanggungjawaban. “Tentunya selama itu, pungutannya untuk apa saja. Gimana pertanggungjawaban. Kalau untuk perbaikan, apa yang diperbaiki. Maka kami minta dihentikan,” tegasnya.
Dia meminta, masyarakat tidak lagi melakukan pungutan bagi kendaraan truk maupun mobil muatan barang. Mantan birokrat di Bagian Hukum Setda Pemkab Gianyar itu menambahkan, pemerintah desa diatur dalam Undang-undang No. 6 Tahun 2014 tentang desa. “Bahwa desa boleh memungut sumbangan pihak ketiga yang tidak mengikat yang disepakati badan musyawarah desa. Namun di tingkat desa, jika tidak ada Perda, maka akan jadi peristiwa hukum. Ketika desa ingin buat pungutan, harus ada verifikasi dari kabupaten,” jelasnya.
Khusus di pemerintah desa Batubulan selama ini nol pungutan. “Baik itu mengurus akta kematian, kelahiran, tanpa pungutan. Kontrak juga gratis. Izin usaha juga tidak ada pungutan,” imbuhnya.
Pungutan Rp 5.000 bagi kendaraan barang di Jalan Dewi Sri cukup mengagetkan. Salah satu pengantar barang yang hendak mendrop barang ke sebuah toko merasa aneh ketika disodori karcis. Sebagai sopir angkutan dia merasa keberatan harus merogoh Rp 5.000. “Kalau kami sopir begini, biasanya tukang parkir sudah paham. Kami nggak kena parkir biasanya karena cuma nurunin barang,” jelasnya.
Justru perlakuan berbeda terjadi saat masuk ke Jalan Dewi Sri Batubulan. “Disana disuruh bayar lima ribu. Yang minta uang gak pakai baju parkir, kayak preman. Daripada panjang urusannya, saya bayar saja,” pungkasnya. (dra)