29.8 C
Denpasar
Saturday, June 3, 2023

Ijtima Ulama MUI, Musyawarah Kemaslahatan Umat, Jauhi Fanatik Sempit

DENPASAR, radarbali.id – Acara Ijtima Ulama ke-7 Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang resmi ditutup pada 11 November 2021 menyepakati 12 poin bahasan.

 

Dilansir dari situs mui.or.id, Ketua MUI Bidang Fatwa, KH Asrorun Niam Sholeh mengatakan, selama berjalannya Ijtima Ulama ke-7, terjadi permusyawaratan yang saling menguatkan dan mengokohkan.

 

Hal itu menjadi wujud dari shillatul fikri (ketersambungan pemikiran) yang terjadi karena pertimbangan kemaslahatan.

 

‘’Perdebatan ide, gagasan yang justru menguatkan dan mengokohkan, serta meneguhkan ukhuwah dan juga kebersamaan di antara kita,’’ ujarnya dalam sambutan penutupan Ijtima Ulama, Kamis (11/11).

 

Niam menambahkan, selama berjalannya musyawarah tidak didasarkan kepada kepentingan yang bersifat personal baik ananiah (egois), hizbiyyah (fanatik sempit), dan lainnya.

 

Sementara itu, anggota Bidang Fatwa MUI DKI Jakarta KH. Aceng Karimullah, yang juga pengurus DPP LDII mengatakan masyarakat Indonesia yang lebih heterogen berbeda agama juga perlu toleransi, apalagi berbeda madzhab. Persatuan menurut ketua Departemen Pendidikan, Keagamaan, dan Dakwah LDII itu harus diperjuangkan dan dirawat dengan berbagai ikhtiar dari setiap unsur.

 

Yang perlu ditanamkan, jangan saling menghina atau mencaci karena itu semua ijtihad ulama yang sudah ada dalilnya. 

Baca Juga:  Giri Prasta Hadiri Peresmian Gedung Prakasa Rucira Garjita Polda Bali

 

“Jangan melihat juga asal mereka dari mana, toh sudah berikrar Bhinneka Tunggal Ika. Silakan melestarikan budaya masing-masing, namun ketika sudah bertemu meski agama berbeda, yang dituju hanya persatuan dan kesatuan,” katanya.

 

Dikutip dari situs mui.or.id, ke-12 bahasan tersebut adalah makna jihad, makna khilafah dalam konteks NKRI, kriteria penodaan agama, tinjauan pajak bea cukai dan juga retribusi untuk kepentingan kemaslahatan, panduan pemilu dan pemilukada yang lebih bermaslahat bagi bangsa, dan distribusi lahan untuk pemerataan dan kemaslahatan.

 

Selain itu, mengenai hukum pinjaman online, hukum transplantasi rahim, hukum cryptocurrency, penyaluran dana zakat dalam bentuk qardhun hasan, hukum zakat perusahaan, dan hukum zakat saham.

 

Hal tersebut senada dengan imbauan Gubernur DKI Jakarta Anies 

Baswedan, yang memberi sambutan dalam acara pembukaan Ijtima Ulama. Ia meminta masyarakat semakin memperkuat rasa persatuan dan kesatuan. Indonesia menurut orang nomor 1 di Jakarta itu bukanlah persatuan asal-usul, tetapi persatuan tujuan.

 

Menjadi Indonesia, menurut Anies, adalah bersatu untuk mencapai satu tujuan yang sama, yakni kemerdekaan hakiki, yang tidak lain adalah keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.  

Baca Juga:  Nyalip di Tikungan Jalur Tengkorak, Kijang Tabrak Box Hingga Ringsek

 

“Harapannya kita semua memperkuat persatuan. Lebih memperkuat narasi kita sebagai satu entitas bangsa. Bukan justru dalam melihat Indonesia, ditonjolkan unsur-unsurnya. Alangkah baiknya tidak membahas asal usul, akan tetapi bersatu untuk tujuan bersama,” kata Anies.

 

Anies menganalogikan, bahwa menjadi Indonesia adalah sebuah persenyawaan. Menurutnya, berbagai unsur bergabung membentuk unsur baru yang berbeda dari unsur pembentuknya. Karena menurutnya seringkali orang ketika melihat Indonesia lebih menekankan unsur-unsurnya, bukan entitas barunya.

 

Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia ke-VII digelar pada 9-11 November 2021. Kegiatan ijtima ulama ini dilaksanakan secara hybrid dengan protokol kesehatan, diikuti oleh 700 peserta undangan. Peserta yang hadir secara fisik sebanyak 250 orang, dan sisanya hadir secara virtual.

 

Kepesertaan dalam kegiatan ijtima ulama kali ini terdiri dari Dewan Pertimbangan dan Dewan Pimpinan MUI, pimpinan dan anggota Komisi Fatwa MUI pusat, pimpinan lembaga fatwa ormas Islam tingkat pusat, Ketua MUI Bidang Fatwa dan Komisi Fatwa MUI Provinsi se-Indonesia, Pimpinan Pondok Pesantren, Pimpinan Fakultas Syariah PTKI, serta para pengkaji, peneliti, dan akademisi di bidang fatwa. 



DENPASAR, radarbali.id – Acara Ijtima Ulama ke-7 Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang resmi ditutup pada 11 November 2021 menyepakati 12 poin bahasan.

 

Dilansir dari situs mui.or.id, Ketua MUI Bidang Fatwa, KH Asrorun Niam Sholeh mengatakan, selama berjalannya Ijtima Ulama ke-7, terjadi permusyawaratan yang saling menguatkan dan mengokohkan.

 

Hal itu menjadi wujud dari shillatul fikri (ketersambungan pemikiran) yang terjadi karena pertimbangan kemaslahatan.

 

‘’Perdebatan ide, gagasan yang justru menguatkan dan mengokohkan, serta meneguhkan ukhuwah dan juga kebersamaan di antara kita,’’ ujarnya dalam sambutan penutupan Ijtima Ulama, Kamis (11/11).

 

Niam menambahkan, selama berjalannya musyawarah tidak didasarkan kepada kepentingan yang bersifat personal baik ananiah (egois), hizbiyyah (fanatik sempit), dan lainnya.

 

Sementara itu, anggota Bidang Fatwa MUI DKI Jakarta KH. Aceng Karimullah, yang juga pengurus DPP LDII mengatakan masyarakat Indonesia yang lebih heterogen berbeda agama juga perlu toleransi, apalagi berbeda madzhab. Persatuan menurut ketua Departemen Pendidikan, Keagamaan, dan Dakwah LDII itu harus diperjuangkan dan dirawat dengan berbagai ikhtiar dari setiap unsur.

 

Yang perlu ditanamkan, jangan saling menghina atau mencaci karena itu semua ijtihad ulama yang sudah ada dalilnya. 

Baca Juga:  Malam Ini, BMKG Prediksi Nusa Penida Akan Diguyur Hujan Lebat

 

“Jangan melihat juga asal mereka dari mana, toh sudah berikrar Bhinneka Tunggal Ika. Silakan melestarikan budaya masing-masing, namun ketika sudah bertemu meski agama berbeda, yang dituju hanya persatuan dan kesatuan,” katanya.

 

Dikutip dari situs mui.or.id, ke-12 bahasan tersebut adalah makna jihad, makna khilafah dalam konteks NKRI, kriteria penodaan agama, tinjauan pajak bea cukai dan juga retribusi untuk kepentingan kemaslahatan, panduan pemilu dan pemilukada yang lebih bermaslahat bagi bangsa, dan distribusi lahan untuk pemerataan dan kemaslahatan.

 

Selain itu, mengenai hukum pinjaman online, hukum transplantasi rahim, hukum cryptocurrency, penyaluran dana zakat dalam bentuk qardhun hasan, hukum zakat perusahaan, dan hukum zakat saham.

 

Hal tersebut senada dengan imbauan Gubernur DKI Jakarta Anies 

Baswedan, yang memberi sambutan dalam acara pembukaan Ijtima Ulama. Ia meminta masyarakat semakin memperkuat rasa persatuan dan kesatuan. Indonesia menurut orang nomor 1 di Jakarta itu bukanlah persatuan asal-usul, tetapi persatuan tujuan.

 

Menjadi Indonesia, menurut Anies, adalah bersatu untuk mencapai satu tujuan yang sama, yakni kemerdekaan hakiki, yang tidak lain adalah keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.  

Baca Juga:  Sisakan 30 Persen, Proyek Kebun Raya Jagatnatha Tinggal Diresmikan

 

“Harapannya kita semua memperkuat persatuan. Lebih memperkuat narasi kita sebagai satu entitas bangsa. Bukan justru dalam melihat Indonesia, ditonjolkan unsur-unsurnya. Alangkah baiknya tidak membahas asal usul, akan tetapi bersatu untuk tujuan bersama,” kata Anies.

 

Anies menganalogikan, bahwa menjadi Indonesia adalah sebuah persenyawaan. Menurutnya, berbagai unsur bergabung membentuk unsur baru yang berbeda dari unsur pembentuknya. Karena menurutnya seringkali orang ketika melihat Indonesia lebih menekankan unsur-unsurnya, bukan entitas barunya.

 

Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia ke-VII digelar pada 9-11 November 2021. Kegiatan ijtima ulama ini dilaksanakan secara hybrid dengan protokol kesehatan, diikuti oleh 700 peserta undangan. Peserta yang hadir secara fisik sebanyak 250 orang, dan sisanya hadir secara virtual.

 

Kepesertaan dalam kegiatan ijtima ulama kali ini terdiri dari Dewan Pertimbangan dan Dewan Pimpinan MUI, pimpinan dan anggota Komisi Fatwa MUI pusat, pimpinan lembaga fatwa ormas Islam tingkat pusat, Ketua MUI Bidang Fatwa dan Komisi Fatwa MUI Provinsi se-Indonesia, Pimpinan Pondok Pesantren, Pimpinan Fakultas Syariah PTKI, serta para pengkaji, peneliti, dan akademisi di bidang fatwa. 


Artikel Terkait

Most Read

Artikel Terbaru