KRAMA (warga) desa adat Pakudui Kangin memilih diam saat ratusan warga Pakudui Kawan, Desa Kedisan, Kecamatan Tegalalang merobohkan 13 kios di lahan yang sebelumnya dibangun krama Pakadui Kangin di pinggir Jalan Raya Tegalalang, Rabu (13/10).
Ditemui terpisah, warga Pakudui Kangin tak bisa berbuat banyak atas aksi pembongkaran bangunan tersebut.
Perwakilan Pakudui Kangin, I Wayan Subawa mengaku akan menunggu petunjuk tim asistensi Pemkab Gianyar untuk menyikapi pembongkaran 13 bangunan kios. Sebab menurutnya, pembongkaran menggunakan alat berat sudah diluar kesepakatan saat eksekusi damai.
“Memang, seminggu yang lalu dikasih batas waktu pengosongan. Tapi merujuk pada kesepakatan damai, kami dalam posisi masih berharap,” kata Subawa.
Menurut Subawa, kesepakatan damai yang berisi 8 butir kesepakatan menyatakan bahwa akan dilakukan revisi awig-awig terlebih dahulu sebelum dilakukan pengosongan maupun pembongkaran obyek di atas tanah eksekusi. Namun, kenyataannya awig-awig belum direvisi sudah terjadi eksekusi.
“Eksekusi sudah dilaksanakan, kami mau apa? Karena kalau kami melewati batasan-batasan, rasanya kurang elok, bertentangan dengan butir-butir yang sudah dicantumkan dalam surat kesepakatan tersebut,” ujarnya.
Pihaknya juga menyerahkan sepenuhnya kepada tim. “Maka nanti, seperti apa biar-lah tim yang mengkaji lebih dalam,”jelas Subawa.
Menurut Subawa, ketika krama Pakudui Kawan mengenakan ikat kepala merah, pihaknya memilih diam. “Kami tidak ingin melawan secara fisik,” tegasnya.
Sementara itu, perobohan kios itu mendapat pengawalan ketat petugas kepolisian Polres Gianyar. Bahkan, tiga Polsek wilayah terdekat mem-back-up pengamanan.
Wakapolres Gianyar, Kompol Nyoman Wirajaya, menyatakan polisi hadir di tengah masyarakat diminta ataupun tidak. “Jika ada kegiatan masyarakat apalagi kegiatan itu punya potensi konflik pasti kami hadir. Kami sangat all out keluarkan kekuatan 120 orang, Polsek Tegalalang juga di back- up Polsek Ubud dan Polsek Payangan,” ujarnya.
Untuk meredam konflik, polisi sempat melakukan mediasi sejak Selasa malam (12/10). “Kita orang Bali kedepankan kearifan lokal. Sampai tadi malam jam 10 saja masih melaksanakan komunikasi sama prajuru di Pakudui. Semua bersikap dewasa. Mereka menyadari juga bahwa kegiatan hari ini diharapkan sekali cepat selesai dan tuntas sehingga tidak lagi lama-lama,” jelasnya.
Tidak hanya itu, potensi konflik bisa diredam karena antara kedua pihak ini bersaudara. “Mereka bersaudara. Saling kawin-kawin (hubungan pernikahan, Red). Hubungan satu darah emosional yang sudah terbangun,” pungkasnya.