25.4 C
Denpasar
Thursday, June 8, 2023

Jualan Dekat Shortcut, Diminta Angkat Kaki, Warga Tagih Janji Gubernur

SINGARAJA– Warga yang terdampak keberadaan jalur shortcut Singaraja-Denpasar, dibuat kecewa. Mereka merasa dirugikan, setelah diminta angkat kaki dari lahan kosong yang terletak di sisi jalur shortcut 5-6. Mereka dibuat kelimpungan karena tengah berupaya bertahan di tengah perlambatan ekonomi akibat pandemi Covid-19.

 

Sejak sepekan terakhir, warga dibuat resah karena diminta angkat kaki oleh Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi Bali. Mereka diultimatum segera angkat kaki dari areal tersebut, paling lambat dua pekan mendatang. Warga merasa keberatan karena penggusuran dilakukan pada masa pandemi.

 

Ultimatum itu disampaikan Kasat Pol PP Bali Dewa Nyoman Rai Darmadi saat mengumpulkan para pedagang di Kantor Sat Pol PP Buleleng, Kamis (19/6) pagi. Tercatat ada lima orang pedagang yang diminta datang.

 

Sejak shortcut 5-6 beroperasi, sejumlah warga yang terdampak memang membangun lapak sendiri sejak Februari 2020 lalu. Lapak-lapak itu dibangun di sisi timur jalan. Tepatnya di wilayah Banjar Dinas Amertasari, Desa Pegayaman, Kecamatan Sukasada. Jarak lapak mereka dengan tepi jalur shortcut cukup jauh. Sekitar 15 meter. Warga menjual berbagai makanan, seperti bakso, sate, maupun sosis.

Baca Juga:  Mardika Kritik Gubernur Bali Gagal Merealisasikan Visi Pemerintahan

 

Namun sepekan ini warga diminta segera angkat kaki. Sebab lahan itu dinyatakan bukan hak mereka. Sebab di areal tersebut akan dibangun rest area. Hanya saja belum ada kejelasan kapan rest area itu akan dibangun.

 

“Sekarang (warga) dilarang (berjualan) sama Pol PP. Lagi dua minggu mau dibongkar. Harus bersih,” kata Jro Mangku Wayan Inget, 50, warga Banjar Dinas Amertasari.

 

Menurutnya sejak lahan warga terdampak pembangunan shortcut, mereka berusaha membagun ekonomi keluarga. Mangku Inget misalnya, memilih berjualan bakso bersama keluarganya. “Memang sih itu bangunan sementara. Kesannya semrawut. Tapi kalau disuruh buat yang lebih bagus, kami kan bisa upayakan,” katanya.

Baca Juga:  Keren.., Kampung Pekutatan Berlomba Bikin Gang Hijau

 

Lantaran diminta angkat kaki, warga pun merasa kecewa. Mereka menganggap kebijakan yang diambil oleh Pol PP tak sejalan dengan visi misi Gubernur Wayan Koster.

 

“Katanya membangun perekonomian seluas-luasnya. Setelah ada jalan, ada sempadan jalan. Agak luas lah. Tidak terlalu mengganggu. Itu dijadikan (lokasi) cari nafkah warga setempat yang kena dampak kemarin saat pembebasan. Sekarang katanya nggak boleh. Kan berarti pak gubernurnya itu nggak sinkron dalam ngomongnya itu. Membangun perekonomian rakyat, Sad Kerthi Loka Bali. Membangun perekonomian seluas-luasnya atas dibangunnya proyek shortcut itu,” keluhnya.



SINGARAJA– Warga yang terdampak keberadaan jalur shortcut Singaraja-Denpasar, dibuat kecewa. Mereka merasa dirugikan, setelah diminta angkat kaki dari lahan kosong yang terletak di sisi jalur shortcut 5-6. Mereka dibuat kelimpungan karena tengah berupaya bertahan di tengah perlambatan ekonomi akibat pandemi Covid-19.

 

Sejak sepekan terakhir, warga dibuat resah karena diminta angkat kaki oleh Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi Bali. Mereka diultimatum segera angkat kaki dari areal tersebut, paling lambat dua pekan mendatang. Warga merasa keberatan karena penggusuran dilakukan pada masa pandemi.

 

Ultimatum itu disampaikan Kasat Pol PP Bali Dewa Nyoman Rai Darmadi saat mengumpulkan para pedagang di Kantor Sat Pol PP Buleleng, Kamis (19/6) pagi. Tercatat ada lima orang pedagang yang diminta datang.

 

Sejak shortcut 5-6 beroperasi, sejumlah warga yang terdampak memang membangun lapak sendiri sejak Februari 2020 lalu. Lapak-lapak itu dibangun di sisi timur jalan. Tepatnya di wilayah Banjar Dinas Amertasari, Desa Pegayaman, Kecamatan Sukasada. Jarak lapak mereka dengan tepi jalur shortcut cukup jauh. Sekitar 15 meter. Warga menjual berbagai makanan, seperti bakso, sate, maupun sosis.

Baca Juga:  PHRI Minta Kunjungan Wisdom Tak Dipersulit

 

Namun sepekan ini warga diminta segera angkat kaki. Sebab lahan itu dinyatakan bukan hak mereka. Sebab di areal tersebut akan dibangun rest area. Hanya saja belum ada kejelasan kapan rest area itu akan dibangun.

 

“Sekarang (warga) dilarang (berjualan) sama Pol PP. Lagi dua minggu mau dibongkar. Harus bersih,” kata Jro Mangku Wayan Inget, 50, warga Banjar Dinas Amertasari.

 

Menurutnya sejak lahan warga terdampak pembangunan shortcut, mereka berusaha membagun ekonomi keluarga. Mangku Inget misalnya, memilih berjualan bakso bersama keluarganya. “Memang sih itu bangunan sementara. Kesannya semrawut. Tapi kalau disuruh buat yang lebih bagus, kami kan bisa upayakan,” katanya.

Baca Juga:  Penguatan Desa Adat di Bali, Sri Mulyani; Kalau Saya Mendukung 1000 %

 

Lantaran diminta angkat kaki, warga pun merasa kecewa. Mereka menganggap kebijakan yang diambil oleh Pol PP tak sejalan dengan visi misi Gubernur Wayan Koster.

 

“Katanya membangun perekonomian seluas-luasnya. Setelah ada jalan, ada sempadan jalan. Agak luas lah. Tidak terlalu mengganggu. Itu dijadikan (lokasi) cari nafkah warga setempat yang kena dampak kemarin saat pembebasan. Sekarang katanya nggak boleh. Kan berarti pak gubernurnya itu nggak sinkron dalam ngomongnya itu. Membangun perekonomian rakyat, Sad Kerthi Loka Bali. Membangun perekonomian seluas-luasnya atas dibangunnya proyek shortcut itu,” keluhnya.


Artikel Terkait

Most Read

Artikel Terbaru