DENPASAR-Belum adanya wisatawan mancanegara (wisman) yang datang ke Bali pascapembukaan border internasional di Bandara I Gusti Ngurah Rai Tuban, Badung, Bali, pada Kamis (14/10) lalu menuai sorotan dari Dewan Bali.
Salah satunya sorotan datang dari Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bali IGK Kresna Budi.
Selaku Ketua komisi yang salah satunya membidangi pariwisata, politisi senior Partai Golkar asal Liligundi, Buleleng ini kembali menyampaikan pernyataan sekaligus kritik konstruktif kepada pemerintah (Pemprov Bali).
Salah satunya, Kresna Budi menyoroti terkait komitmen dan strategi pemerintah daerah dalam hal ini Gubernur Bali Wayan Koster dan jajarannya dalam upaya membangkitkan kembali geliat pariwisata Bali secara serius, lebih progresif, dan logis.
Logis yang dimaksud Kresna Budi, yakni bagaimana pemerintah benar-benar mempersiapkan secara matang pacapembukaan border internasional dan mampu menarik simpati kedatangan turis khususnya turing asing secara riil atau nyata ke Bali.
Dikatakannya, dengan masih adanya pro kontra di tengah kebijakan pelonggaran karantina dari 8 (delapan) hari menjadi 5 (lima) hari dinilainya belum efektif dan sangat normative.
“Normatif karena kebijakan itu merupakan murni kebijakan pusat. Semestinya pemerintah Bali dalam hal ini gubernur maupun kepala dinas terkait (Dispar) harus memiliki terobosan yang progresif. Kenapa begitu? Kan yang mengetahui Bali kan para pimpinan di Bali dan bukan di pusat,”tegas Kresna Budi.
Lebih lanjut, dengan adanya ‘tawar menawar’ masa karantina dari 8 hari menjadi 5 hari, hal ini menunjukkan tidak adanya kajian mendalam terkait standar karantina.
“Harusnya ilmiah juga dijelaskan alasannya. Apakah itu standar WHO (World Health Organization) atau standar siapa? Sehingga bukan hanya karena cost atau beban biaya yang tinggi yang harus ditanggung wisman selama masa karantina, kemudian masa karantina berubah sedemikian rupa. Ini tentu akan menimbulkan kontra produktif dari sisi kesehatan dan seolah-olah penetuan itu tidak dilakukan melaui kajian secara jelas,”ujar Kresna Budi.
Untuk itu, dengan menyikapi hal itu, Kresna Budi mengusulkan agar dalam membuka pariwisata Bali memakai filosofi jaring.
Artinya? “Biarkan wisatawan masuk dulu, baru nanti pemerintah menerapkan regulasi atau aturan yang lebih fleksibel. Ini belum apa-apa sudah kesannya sangat ketat dan diawasi. Bikin dulu bagaimana Bali menarik kedatangan wisatawan, jangan belum apa-apa sudah dicegat duluan,”sarannya.
Sehingga dengan penerapan bebas karantina ke aturan yg lebih fleksibel, selaku ketua Komisi II DPRD Bali, pihaknya yakin strategi itu akan bisa menarik kedatangan wisman untuk datang ke Bali.
“Sekali lagi jangan sampai kemudian karena wisatawan tidak ada datang, muncul kesan dari masyarakat bahwa pemerintah Bali PHP (pemberi harapan palsu) lagi. Jadi dalam kondisi demikian sudahi ‘the power of kepepet’ dan cara-cara dadakan. Harus dikaji matang dan mulai mendengar juga aspirasi di bawah (rakyat),”pinta Kresna Budi.
Termasuk yang tak kalah penting, selain memberikan aturan yang fleksibel, pihaknya juga mendorong agar pemerintah juga menyiapkan opsi penjaminan bagi wisatawan dari sisi kesehatan dengan memberikan jaminan asuransi bagi wisman yang datang ke Bali.
“Memberikan jaminan supaya apa? Tentu supaya Bali benar-benar care terhadap wisatawan. Harus ada terobosan begitu sehingga wisatawan benar-benar ke Bali merasa nyaman dan aman,”tegasnya.
Sehingga dengan kepedulian Bali terhadap wisatawan, Kresna Budi optimistis jika pariwisata Bali akan kembali bangkit dan ekonomi bergeliat.
“Bahkan kalau ini bisa diterapkan, semisal aturan fleksibel dan wisman membayar kompensasi asuransi minimal satu juta rupiah saja, maka dengan asumsi dalam rentang waktu setahun ada sekitar 9 juta wisman yang datang, maka Bali akan memperoleh Rp 9 trilun dari sini. Tapi ini saran.
Jadi selain ramai karena wisman tertarik akibat aturan yang flesibel, Bali juga bisa memperoleh pendapatan baru dari asuransi ini. Dan mereka (wisman) juga senang karena selama tinggal di Bali telah diasuransikan,” urainya.