25.4 C
Denpasar
Saturday, April 1, 2023

FGD J2PS: Bali Darurat Sampah, Penanganan Wajib Dilakukan Secara Holistik Kolaboratif

DENPASAR,radarbali.id – Focus Group Discussion (FGD) bertitel,  “Bali Darurat Sampah” yang dihelat Jaringan Jurnalis Peduli Sampah (J2PS) merumuskan sebuah kongklusi bahwa penanganan sampah di Bali harus dilakukan secara holistik kolaboratif.

Penegasan itu disampaikan pakar kelautan (aceanografi) Universitas Udayana Dr. I Gede Hendrawan, PhD dan Founder Bali Waste Cycle (BWC) yang juga Ketua Asosiasi Pengusaha Sampah Indonesia (APSI) Bali dan Nusa Tenggara Putu Ivan Yunatana, di lantai 3  Kantor Bisnis Indonesia, Denpasar, Kamis (16/3/2023).

Dalam FGD yang dipandu Sekjen J2PS, Muhamad Ridwan tersebut, doktor Hendrawan menyoroti menumpuknya sampah kiriman di pantai selatan Bali khususnya pantai Kuta, Legian, Seminyak dan sekitarnya, sebagai sasaran saat musim baratan (penghujan) tiba.

Ia menyebut data, ketika musim angin barat tiba antara Desember – Januari – Februari berdasar data tahun 2019, sampah kiriman di pantai Kuta mencapai  4.800 ton. Sampah sampah sebanyak itu baru 48 persen terkelola dan terangkut.

“Artinya 52 persen tidak terkelola dan masuk TPA dimana 20 persen merupakan sampah plastik dan 70 persen sampah campuran khususnya dahan-dahan kayu,” sebutnya.

Secara umum katanya, sampah di pantai Kuta berasal dari Bali baik dari aliran sungai, kiriman dari pantai Banyuwangi dan Samudera Hindia.

Ini menurutnya karena pantai Kuta dan sekitarnya merupakan daerah konvergensi cekungan kail tempat penumpukan sampah kiriman. Meski begitu, Hendrawan memastikan, kualiats air laut pantai Kuta aman dan layak untuk berenang.

Hendrawan juga merilis bahaya sampah plastik di laut yang berdasar hasil penelitian ikan-ikan memakan mikroplastik yang dapat berbahaya bagi Kesehatan jika dikonsumsi manusia. “Kerang bahkan memakan mikro plastic, namun sejauh mana pengaruhnya bagi Kesehatan jika dikonsumsi manusia perlu penelitian kolaborasi dengan pihak kedokteran,” ungkapnya.

Karena itu tegas Hendrawan, penanganan sampah dalam status Bali Darurat Sampah ini harus dilakukan secara holistik kolaboratif. “Menangani sampah tidak boleh parsial, harus holistic kolaboratif semua stakeholder,” tegas Hendrawan.

Baca Juga:  Turis Asing Naik Pelinggih Pura, Wagub Cok Ace Minta Dipasangi CCTV

Hal senada juga dikemukakan Ketua APSI Bali Nusra Putu Ivan Yunatana, yang membedah regulasi pengelolaan sampah sudah cukup memadai. Payung hukumnya kata dia sudah tercover dalam UU No 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah maupun turunannya berupa PP No 27 tahun 2020 tentang Pengelolaan Sampah Spesifik serta Permen 75 Tahun 2019 tentang Road Map atau peta jalan Pengurangan Sampah Oleh Produsen.

Sementara di tingkat lokal Bali ada Perda No 5 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Sampah. Lalu di era kepemimpinan Wayan Koster ada turunannya berupa Pergub No 97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai. Kemudian didetailkan dalam Pergub 47 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber dan SK Gubernur Bali No 381/03-P/HK/2021 Tahun 2021 tentang Pedoman Pengelolaan Sampah Berbasis Desa/Kelurahan dan Desa Adat.

Dia menilai semua itu sudah cukup memadai, tinggal bagaimana implementasi dari regulasi tersebut, baik dari pihak produsen, masyarakat penghasil sampah, pelaku daur ulang maupun pemerintah sendiri selaku regulator. Namun sejauh implementasinya tidak jalan atau setengah-setengah maka tidak berdampak signifikan.

“Contoh sederhana saja, seperti di Singapura, ketahuan membuang puntung rokok sembarangan akan didenda jutaan. Itu satu contoh untuk memaksa masyarakat untuk tidak sembarangan membuang sampah. Jadi di sana law enforcement-nya jalan. Bagaimana di kita?” tanyanya, menyentil.

Dalam beberapa tahun menggeluti sampah secara langsung, Ivan mendapat kesan bahwa penanganan sampah di Bali masih di tingkat wacana. Sebab yang bicara itu pengamat, pemerhati dan bukan pelaku langsung. Sebagai Ketua APSI, dia berharap pemerintah bisa mendengar langsung dari para pelaku daur ulang yang kini menyebar di banyak tempat di Bali.

Baca Juga:  Pembebasan Lahan Shortcut 7 – 10, Pemilik Lahan Ajukan Keberatan

“Dengarkan masukan dari mereka, sebab merekalah pelaku langsung. Bagi kami sampah memiliki nilai ekonomi. Jadi cara padangnya berbeda,” cetus pria yang besar di Ambon ini.

Dia sepakat bahwa penanganan sampah ini juga sangat tergantung pada komitmen pemimpin di semua level pemerintahan dengan semua pihak secara kolaboratif. Pemimpin harus betul-betul punya political will dalam menangani sampah, karena unsur pemerintah dan perangkat birokrasi pendukungnya serta kalangan DPR (D) sangat strategis. Mulai dari perencanaan, regulasi, implementasi, law enforcement dan termasuk pembiayaan (cost) dalam pengelolaan sampah. “Jadi bicara soal pengelolaan sampah ini harus holistik, integral dan lintas instansi,” tandas Ivan.

Dalam konteks ini, mumpung di tahun politik, dia sangat setuju agar para kandidat kepala daerah dan calon legislatif harus didorong lebih memahami persoalan sampah sekaligus menunjukkan komitmennya, bila terpilih menjadi figur terdepan dalam pengelolaan sampah. Sebab, penanganan sampah termasuk standar peradaban, sudah sejauh mana level kita.

“Jadi saya setuju, kalau kita bersama-sama, termasuk kalangan jurnalis khususnya di lingkungan J2PS untuk mengkampanyekan, jangan memilih calon pemimpin yang tidak peduli sampah,” tandas Putu Ivan.

Sementara itu, Ketua J2PS Agustinus Apollonaris K Daton mengatakan, pelaksanaan FGD ini merupakan bentuk kepedulian J2PS yang berkolaborasi dengan komponen lainnya untuk memperluas ruang redaksi dalam menulis permasalahan sampah. Minimal dibicarakan dulu, disosialisasikan bahwa persoalan sampah ini rumit dan dibutuhkan komitmen dari semua pihak, termasuk kalangan wartawan.

Oleh karena itu di usianya yang masih seumur jagung, J2PS sudah membuat sejumlah program, antara lain membangun jaringan (networking) menggelar serangkaian FGD, seminar, tour lapangan dan sosialisasi ke sekolah-sekolah. (feb/rid)

 



DENPASAR,radarbali.id – Focus Group Discussion (FGD) bertitel,  “Bali Darurat Sampah” yang dihelat Jaringan Jurnalis Peduli Sampah (J2PS) merumuskan sebuah kongklusi bahwa penanganan sampah di Bali harus dilakukan secara holistik kolaboratif.

Penegasan itu disampaikan pakar kelautan (aceanografi) Universitas Udayana Dr. I Gede Hendrawan, PhD dan Founder Bali Waste Cycle (BWC) yang juga Ketua Asosiasi Pengusaha Sampah Indonesia (APSI) Bali dan Nusa Tenggara Putu Ivan Yunatana, di lantai 3  Kantor Bisnis Indonesia, Denpasar, Kamis (16/3/2023).

Dalam FGD yang dipandu Sekjen J2PS, Muhamad Ridwan tersebut, doktor Hendrawan menyoroti menumpuknya sampah kiriman di pantai selatan Bali khususnya pantai Kuta, Legian, Seminyak dan sekitarnya, sebagai sasaran saat musim baratan (penghujan) tiba.

Ia menyebut data, ketika musim angin barat tiba antara Desember – Januari – Februari berdasar data tahun 2019, sampah kiriman di pantai Kuta mencapai  4.800 ton. Sampah sampah sebanyak itu baru 48 persen terkelola dan terangkut.

“Artinya 52 persen tidak terkelola dan masuk TPA dimana 20 persen merupakan sampah plastik dan 70 persen sampah campuran khususnya dahan-dahan kayu,” sebutnya.

Secara umum katanya, sampah di pantai Kuta berasal dari Bali baik dari aliran sungai, kiriman dari pantai Banyuwangi dan Samudera Hindia.

Ini menurutnya karena pantai Kuta dan sekitarnya merupakan daerah konvergensi cekungan kail tempat penumpukan sampah kiriman. Meski begitu, Hendrawan memastikan, kualiats air laut pantai Kuta aman dan layak untuk berenang.

Hendrawan juga merilis bahaya sampah plastik di laut yang berdasar hasil penelitian ikan-ikan memakan mikroplastik yang dapat berbahaya bagi Kesehatan jika dikonsumsi manusia. “Kerang bahkan memakan mikro plastic, namun sejauh mana pengaruhnya bagi Kesehatan jika dikonsumsi manusia perlu penelitian kolaborasi dengan pihak kedokteran,” ungkapnya.

Karena itu tegas Hendrawan, penanganan sampah dalam status Bali Darurat Sampah ini harus dilakukan secara holistik kolaboratif. “Menangani sampah tidak boleh parsial, harus holistic kolaboratif semua stakeholder,” tegas Hendrawan.

Baca Juga:  Jaringan Jurnalis Peduli Sampah Cek Fakta Pengolahan Sampah di Eco Bali

Hal senada juga dikemukakan Ketua APSI Bali Nusra Putu Ivan Yunatana, yang membedah regulasi pengelolaan sampah sudah cukup memadai. Payung hukumnya kata dia sudah tercover dalam UU No 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah maupun turunannya berupa PP No 27 tahun 2020 tentang Pengelolaan Sampah Spesifik serta Permen 75 Tahun 2019 tentang Road Map atau peta jalan Pengurangan Sampah Oleh Produsen.

Sementara di tingkat lokal Bali ada Perda No 5 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Sampah. Lalu di era kepemimpinan Wayan Koster ada turunannya berupa Pergub No 97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai. Kemudian didetailkan dalam Pergub 47 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber dan SK Gubernur Bali No 381/03-P/HK/2021 Tahun 2021 tentang Pedoman Pengelolaan Sampah Berbasis Desa/Kelurahan dan Desa Adat.

Dia menilai semua itu sudah cukup memadai, tinggal bagaimana implementasi dari regulasi tersebut, baik dari pihak produsen, masyarakat penghasil sampah, pelaku daur ulang maupun pemerintah sendiri selaku regulator. Namun sejauh implementasinya tidak jalan atau setengah-setengah maka tidak berdampak signifikan.

“Contoh sederhana saja, seperti di Singapura, ketahuan membuang puntung rokok sembarangan akan didenda jutaan. Itu satu contoh untuk memaksa masyarakat untuk tidak sembarangan membuang sampah. Jadi di sana law enforcement-nya jalan. Bagaimana di kita?” tanyanya, menyentil.

Dalam beberapa tahun menggeluti sampah secara langsung, Ivan mendapat kesan bahwa penanganan sampah di Bali masih di tingkat wacana. Sebab yang bicara itu pengamat, pemerhati dan bukan pelaku langsung. Sebagai Ketua APSI, dia berharap pemerintah bisa mendengar langsung dari para pelaku daur ulang yang kini menyebar di banyak tempat di Bali.

Baca Juga:  Obok-obok Perairan Rening, Mayat Wanita Mengapung Itu Belum Ditemukan

“Dengarkan masukan dari mereka, sebab merekalah pelaku langsung. Bagi kami sampah memiliki nilai ekonomi. Jadi cara padangnya berbeda,” cetus pria yang besar di Ambon ini.

Dia sepakat bahwa penanganan sampah ini juga sangat tergantung pada komitmen pemimpin di semua level pemerintahan dengan semua pihak secara kolaboratif. Pemimpin harus betul-betul punya political will dalam menangani sampah, karena unsur pemerintah dan perangkat birokrasi pendukungnya serta kalangan DPR (D) sangat strategis. Mulai dari perencanaan, regulasi, implementasi, law enforcement dan termasuk pembiayaan (cost) dalam pengelolaan sampah. “Jadi bicara soal pengelolaan sampah ini harus holistik, integral dan lintas instansi,” tandas Ivan.

Dalam konteks ini, mumpung di tahun politik, dia sangat setuju agar para kandidat kepala daerah dan calon legislatif harus didorong lebih memahami persoalan sampah sekaligus menunjukkan komitmennya, bila terpilih menjadi figur terdepan dalam pengelolaan sampah. Sebab, penanganan sampah termasuk standar peradaban, sudah sejauh mana level kita.

“Jadi saya setuju, kalau kita bersama-sama, termasuk kalangan jurnalis khususnya di lingkungan J2PS untuk mengkampanyekan, jangan memilih calon pemimpin yang tidak peduli sampah,” tandas Putu Ivan.

Sementara itu, Ketua J2PS Agustinus Apollonaris K Daton mengatakan, pelaksanaan FGD ini merupakan bentuk kepedulian J2PS yang berkolaborasi dengan komponen lainnya untuk memperluas ruang redaksi dalam menulis permasalahan sampah. Minimal dibicarakan dulu, disosialisasikan bahwa persoalan sampah ini rumit dan dibutuhkan komitmen dari semua pihak, termasuk kalangan wartawan.

Oleh karena itu di usianya yang masih seumur jagung, J2PS sudah membuat sejumlah program, antara lain membangun jaringan (networking) menggelar serangkaian FGD, seminar, tour lapangan dan sosialisasi ke sekolah-sekolah. (feb/rid)

 


Artikel Terkait

Most Read


Artikel Terbaru