SINGARAJA-Kasus keracunan ikan buntal yang berujung pada tewasnya seorang anak 11 tahun di Desa Pemuteran, Kecamatan Gerokgak, membuka mata semua pihak.
Keluarga korban pun mengaku kapok mengonsumsi ikan tersebut. Meski sebelumnya mereka sudah sering mengonsumsi ikan tersebut.
Hingga Rabu (18/11), seorang korban keracunan, Ketut Alisya, 5, masih menjalani perawatan di RSUD Buleleng.
Kondisinya relatif stabil. Namun masih membutuhkan pengawasan tim medis. Karena kondisinya masih cukup lemah. Setelah tim medis melakukan proses treatment pada bocah tersebut.
Ditemui di Ruang Sakura RSUD Buleleng, Alisya terlihat masih terbaring lemas. Selang infus tertancap di tangan kanannya. Orang tuanya berusaha menghibur Alisya dengan mainan boneka dan mobil-mobilan berbentuk truk.
Orang tua Alisya, Kadek Suwandia mengungkapkan, keluarganya sebenarnya sudah biasa mengonsumsi ikan buntal.
Pada Minggu (15/11) lalu, iparnya menyelam dan mendapatkan seekor ikan buntal. Mereka kemudian mengolah ikan tersebut. Dagingnya dibuat sup, sementara kulitnya dijemur.
Setelah kulitnya kering, Suwandia meminta potongan kulit tersebut. Pada Senin (16/11), kulit ikan buntal itu digoreng. “Yang pertama makan itu saya, anak-anak saya yang laki-laki itu sempat makan, istri saya juga ikut makan,” tutur Suwandia.
Pada Selasa (17/11) pagi, korban Putu Ayu Mita melancong ke rumahnya. Korban Ayu Mita merupakan keponakannya. Sehingga sering berinteraksi pula dengan korban Ketut Alisya.
Ketika itu, korban Ayu Mita dan Ketut Alisya sempat mengonsumsi kerupuk kulit ikan buntal. Sejam kemudian, langsung terjadi reaksi keracunan.
“Sebenarnya keluarga kami itu sudah sering makan. Yang lain dalam kondisi sehat. Baru pertama kali ada kejadian keracunan sampai meninggal begini. Mertua juga sudah sering mengolah agar racunnya hilang. Ya karena kejadian ini, kami akan berhenti makan ikan buntal. Itu yang terkahir,” katanya.
Sementara itu Kepala Loka Pengawasan Obat dan Makanan (POM) Buleleng, Made Ery Bahari mengatakan, ikan buntal sebenarnya tidak layak konsumsi. Karena risiko yang ditimbulkan sangat tinggi. Sedikit saja kesalahan dalam proses pengolahan, dapat berakibat fatal. Bahkan berujung pada kematian.
Ery mengatakan, ikan buntal mengandung racun mematikan yang disebut tetrodotoksin. Racun ini biasanya menyerang jaringan saraf. Orang yang mengalami keracunan ikan buntal, biasanya akan mengalami gejala mati rasa pada mulut dan lidah. Kemudian berujung pada otot yang lemas, muntah-muntah hebat, hingga berujung pada kematian.
“Bagian hati, ovarium, dan kulitnya itu sangat beracun. Kalau di luar negeri, orang yang mengolah itu harus memiliki sertifikasi khusus. Tidak bisa sembarangan. Karena sedikit saja racunnya, itu bisa menyebabkan kematian,” kata Ery.
Menurutnya ery, kasus keracunan ikan buntal sebenarnya sudah berkali-kali terjadi. Pada kurun 1990-an, ia mencatat setidakanya ada dua kasus keracunan ikan buntal yang terjadi di Kecamatan Gerokgak. Peristiwa serupa sempat terjadi di Desa Penyabangan pada tahun 2014 silam.
“Sebenarnya sudah bertahun-tahun kami tidak mendengar kasus seperti ini. Kemudian muncul lagi. Ini memang sangat kami sayangkan. Karena kejadian yang berujung pada kematian itu sudah sering terjadi. Kami sangat tidak menyarankan masyarakat mengonsumsi ikan ini. Karena salah sedikit saja, risikonya itu kematian,” tukas Ery.