SINGARAJA– Menulis aksara Bali di atas daun lontar, merupakan hal yang rumit. Bagaimana bila melukis di atas daun lontar? Tentu lebih rumit lagi. Meski rumit, puluhan masyarakat se-Buleleng, berusaha menaklukan tantangan tersebut.
Mereka mengikuti lomba prasi, baik tua maupun muda. Lomba itu dilangsungkan di Wantilan Sasana Budaya Buleleng, Rabu (17/11). Dalam lomba yang digelar oleh Museum Lontar Gedong Kirtya tersebut, tercatat ada 45 orang yang ikut serta.
Kepala Museum Lontar Gedong Kirtya, Dewa Ayu Putu Susilawati mengungkapkan, prasi selama ini dikenal sebagi salah satu seni menggambar yang memanfaatkan daun lontar sebagai media gambar. Prasi juga dikenal sebagai kesenian klasik yang telah berusia berabad-abad.
“Prasi ini warisan budaya yang luar biasa. Kami sengaja menggelar lomba ini sebagai cara melindungi dan melestarikan tradisi menggambar di atas daun lontar. Terutama di kalangan generasi muda,” kata Susilawati.
Menurut Susilawati dalam lomba tersebut, peserta ditantang menggambar kisah mengenai Arjuna Wiwaha. Mereka diizinkan mengeksplorasi gambar, dengan tetap mengacu pada kisah pewayangan itu.
“Sengaja kami buka untuk masyarakat umum. Karena semua pihak memiliki tanggungjawab bersama. Baik yang muda maupun yang tua,” imbuhnya.
Sementara itu salah seorang peserta, I Nyoman Pasek Parta Wijaya mengaku tertantang mengikuti lomba tersebut. Pemuda yang baru berusia 18 tahun itu sengaja turun gelanggang. Sebab sudah memiliki beberapa pengalaman menggambar prasi.
“Memang menggambar prasi itu rumit sekali. Harus pelan-pelan. Kebetulan saya sudah diajari menggambar di atas lontar dari SMP. Karena orang tua, kakek, dan leluhur juga menggambar prasi. Jadi saya berusaha mewarisi hal itu,” kata Pasek.