MANGUPURA– Hujan lebat tak menyurutkan semangat krama Desa Adat Munggu, Mengwi, Badung, menggelar tradisi makotek, pada Sabtu (20/11).Tradisi yang dilakukan setiap Kuningan itu diikuti seribuan warga setempat.
“Makotek kali ini berbeda dengan makotek sebelumnya, karena yang sekarang diikuti kepala keluarga juga,” ujar Bendesa Adat Munggu I Made Rai Sujana kepada Jawa Pos Radar Bali, disela-sela makotek.
Menurut Sujana, makotek sebelumnya lebih banyak diikuti yowana atau para pemuda. Dengan bergabungnya kepala keluarga, otomatis menambah jumlah peserta yang ikut upacara tradisi turun temurun tersebut.
Sujana menambahkan, makotek juga bermakna mempererat hubungan antar sesama dan menolak bala atau bahaya. “Semua warga ingin ngayah ikut makotek. Sebab, makotek ini bertujuan memohon keselamatan pada Ida Sang Hyang Widhi Wasa,” imbuh Sujana.
Sebelum memulai acara, warga menggelar persembahyangan bersama di pura desa. Warga setempat kemudian membawa kayu pulet berukuran sekitar 3 meter. Kayu pulet ini adalah pengganti senjata tombak yang dulu digunakan pasukan Kerajaan Mengwi saat perang melawan Kerajaan Blambangan, Banyuwangi, Jawa Timur.
Kayu-kayu pulet yang dibawa warga kemudian disatukan membentuk gunungan. Tidak hanya satu melainkan dua gunungan atau bisa lebih. Setelah itu dua pria naik ke atas gunungan kayu pulet dan diadu dengan gunungan lainnya.
Sujana menegaskan, tradisi makotek sampai kapanpun akan terus dilestarikan. Masyarakat meyakini akan terjadi musibah bila tidak melaksanakan tradisi ini.
Penyelenggaran tradisi makotek sudah berdasarkan pawisik. Dilakukan pada Hari Raya Kuningan, karena sebelum menyerang Blambangan, bala tentara dan raja Mengwi saat itu melakukan semedi. Kebetulan bertepatan dengan Kuningan, sehingga pada saat Hari Raya Kuningan selalu digelar tradisi makotek.