DENPASAR-Munculnya surat edaran (SE) yang dikeluarkan pihak PT Angkasa Pura (AP) I terkait aturan larangan tato dan tindik bagi security dengan status kontrak memicu polemik.
Memicu polemik karena akibat aturan tersebut, ratusan petugas keamanan yang sebelumnya bekerja sebagai security di Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Tubang, Badung, Bali ini terancam kehilangan mata pencaharian.
Padahal dari informasi yang disampaikan para perwakilan security di rumah aspirasi anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Dapil Bali I Nyoman Parta, pada Minggu (21/11), ada sekitar 300 lebih tenaga keamanan bandara yang berstatus kontrak dan terancam tak diperpanjang.
Bahkan, ratusan security berstatus kontrak itu mengaku sudah bekerja di AVsec bandara antara 13-20 tahun.
Seperti disampaikan anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Dapil Bali I Nyoman Parta, Senin (22/11). Atas aspirasi yang ia terima, pihaknya sangat menyayangkan dengan munculnya SE yang dinilai sangat merugikan masyarakat, khususnya warga lokal yang bekerja sebagai security.
Menurutnya, selain sudah bekerja belasan tahun dan bahkan ada yang puluhan tahun, terbitnya aturan baru dalam bentuk SE itu juga dinilai lucu dan diskriminasi.
Iapun menduga, kebijakan baru yang dikeluarkan pihak AP I melalui anak perusahaan mereka PT Angkasa Pura Sufort (APS) lebih karena ada upaya pihak Angkasa Pura untuk menghindari beban pembayaran BPJS dan kemudian merekrut tenaga baru yang masih muda.
“Tentu selaku wakil rakyat yang bermitra tugas dengan Kementerian BUMN saya akan menyampaikan dengan APS dan pihak Angkasa Pura 1. Termasuk juga kementerian BUMN untuk meninjau persyartan itu, karena tidak adil, cenderung diskriminatif dan tidak manusiawi,” pungkasnya.