SINGARAJA– Sebanyak enam orang perempuan mengikuti kontestasi pemilihan perbekel (pilkel) serentak di Buleleng.
Pengamat politik menilai, keterlibatan perempuan dalam kontestasi di tingkat desa, menunjukkan minat perempuan turun dalam gelanggang politik, semakin tinggi.
Mengacu data pada Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Buleleng, para calon perempuan itu tersebar di beberapa desa. Di Desa Kayuputih, Kecamatan Banjar misalnya.
Ada dua orang calon perempuan dari total tiga orang calon di desa tersebut.
Kedua calon itu adalah Nyoman Ardini yang notabene tenaga ahli pendamping desa, dan Kadek Dina Nuriani yang juga istri dari anggota DPRD Buleleng, Kadek Widana.
Sementara di Desa Banjar Tegeha, Ketut Sri Anggreni juga maju sebagai calon perempuan.
Sedangkan di Desa Tampekan, Kecamatan Banjar, calon petahana Komang Sari Darmawati kembali mencalonkan diri sebagai calon perbekel.
Khusus di Desa Pohbergong Kecamatan Buleleng, ada dua orang calon perempuan yang maju. Mereka adalah Ni Ketut Meni dan Ni Nyoman Suartini.
Salah satu calon, yakni Ni Nyoman Suartini, merupakan istri dari perbekel aktif, Nyoman Sukrawan.
Pengamat Politik, Wayan Rideng mengatakan, selama ini masyarakat memaknai pemilihan perbekel sebagai kontestasi politik di tingkat desa.
Seiring berjalannya waktu, minat masyarakat mengikuti kontestasi tersebut terus meningkat. Bahkan beberapa desa harus melaksanakan tes tambahan, karena jumlah pelamar calon perbekel lebih dari lima orang.
Menurut Rideng saat ini perempuan juga memiliki inovasi yang tak kalah dengan kaum laki-laki.
Bahkan pemikiran-pemikiran yang ditawarkan dalam penyusunan program kerja cukup inovatif. Hanya saja secara persentase, jumlah perempuan yang berani mencalonkan diri sebagai perbekel, tak banyak.
“Angkanya masih sangat kecil. Karena wanita masih terbelenggu pemikiran bahwa mereka itu hanya sebagai pendamping suami, jadi ibu rumah tangga, dan mengurus keluarga. Tapi dengan pesatnya perkembangan teknologi dan pendidikan saat ini, perempuan juga layak maju sebagai pemimpin,” ujar pria yang juga mantan Ketua KPU Buleleng itu.
Ia menyebut dengan proses alami yang ada, perempuan justru lebih teliti dalam pekerjaannya. Mereka juga cukup andal dalam proses pemberdayaan.
Karena memiliki sentuhan sebagai seorang ibu. Kalau toh selama ini perempuan dianggap lamban dalam mengambil keputusan, Rideng berpendapat hal itu lebih pada prinsip kehati-hatian dan ketelitian.
“Selama mereka punya inovasi, memiliki kemampuan yang cukup untuk membangun desa, mereka layak dipilih sebagai pemimpin,” tukas pria yang juga Sekretaris Prodi Hukum Program Doktor Universitas Warmadewa Denpasar itu.