26.5 C
Denpasar
Monday, June 5, 2023

Piutang PBB Nunggak Rp 88, 9 M, BPKPD Ancam Blokir SPPT Wajib Pajak

SINGARAJA – Piutang daerah dari Pajak Bumi dan Bangunan sektor pedesaan dan perkotaan (PBB P2) menggunung.

Hingga kini pemerintah rupanya belum menemukan formulasi yang efektif untuk menagih pajak tersebut.

DPRD Buleleng pun mendesak agar pemerintah segera mengambil langkah strategis, sehingga penagihan utang dapat dilakukan dengan lebih optimal.

Data yang disodorkan Badan Pengelola Keuangan dan Pendapatan Daerah (BPKPD) Buleleng menunjukkan, piutang PBB yang tercatat mencapai Rp 88, 9 miliar.

Piutang ini merupakan akumulasi dari piutang pajak pada tahun 2012 hingga tahun 2019 lalu. Sejauh ini BPKPD Buleleng baru berhasil melakukan penagihan sebanyak Rp 1, 69 miliar saja.

Anggota Komisi III DPRD Buleleng Wayan Masdana mengatakan, proses penagihan piutang pajak kini belum menunjukkan tren yang optimal. Sebab piutang pajak masih besar. Piutang yang berhasil tertagih, tak sampai 10 persen dari total akumulasi piutang pajak yang tercatat di BPKPD.

“Ini harus disikapi secara serius. Sebab ini kan kewajiban yang terakumulasi selama sekian tahun. Bukan dari tahun lalu atau tahun ini saja. Tapi sudah 5 tahun lebih. Saya minta BPKPD harus membentuk tim untuk melakukan proses validasi secepatnya,” kata Masdana.

Baca Juga:  Anggaran Dirasionalisasi, Proyek Pasar Banyuasri Terancam Mandeg

Menurutnya pemerintah harus siap mengambil kebijakan strategis. Entah itu melakukan penghapusan piutang pajak, atau mengambil langkah yang lebih tegas lagi.

Seperti melakukan penyitaan aset terhadap wajib pajak yang menunggak. Masdana meminta kebijakan itu segera diambil.

Sebab masalah piutang pajak selalu menjadi catatan dari Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (LHP BPK)

Sementara itu, Kepala BPKPD Buleleng gede Sugiartha Widiada menyebut piutang PBB yang tercatat saat ini sebagian besar merupakan limpahan dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama saat peralihan pengelolaan PBB pada tahun 2014 lalu.

Besarnya piutang yang tercatat saat itu sudah terbilang besar, yakni mencapai Rp75 Miliar lebih. Saat ini tim sudah melakukan verifikasi dan validasi. Hanya saja masih banyak kendala yang dihadapi.

Baca Juga:  Ini Waktu yang Dibutuhkan Max Belajar Endus Narkoba

“Memang sulit, karena masalahnya bukan hanya objek dan subjek pajaknya yang tidak jelas lokasinya. Ada yang kami temukan, tapi wajib pajak tidak mengakui bahwa dirinya punya utang. Seringkali ada perdebatan di lapangan dengan wajib pajak. Kalau memang ada bukti pembayaran pajaknya, pasti kami hapus,” kata Sugiartha.

Sugiartha mengatakan, pemerintah berencana mengambil kebijakan memblokir Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) milik wajib pajak.

Terutama bagi mereka yang telah menunggak pajak lebih dari 5 tahun. Apabila SPPT mereka diblokir, otomatis wajib pajak tak bisa melakukan pengurusan administrasi pertanahan.

“Kalau SPPT-nya diblokir, misalnya dia mau jual tanah miliknya, ya tidak akan bisa. Karena saat transaksi itu, apalagi mau proses balik nama sertifikat, sudah pasti terkunci. Kalau mau buka blokir, ya harus selesaikan dulu kewajiban pajaknya. Baru akan dibuka blokirnya,” kata Sugiartha.



SINGARAJA – Piutang daerah dari Pajak Bumi dan Bangunan sektor pedesaan dan perkotaan (PBB P2) menggunung.

Hingga kini pemerintah rupanya belum menemukan formulasi yang efektif untuk menagih pajak tersebut.

DPRD Buleleng pun mendesak agar pemerintah segera mengambil langkah strategis, sehingga penagihan utang dapat dilakukan dengan lebih optimal.

Data yang disodorkan Badan Pengelola Keuangan dan Pendapatan Daerah (BPKPD) Buleleng menunjukkan, piutang PBB yang tercatat mencapai Rp 88, 9 miliar.

Piutang ini merupakan akumulasi dari piutang pajak pada tahun 2012 hingga tahun 2019 lalu. Sejauh ini BPKPD Buleleng baru berhasil melakukan penagihan sebanyak Rp 1, 69 miliar saja.

Anggota Komisi III DPRD Buleleng Wayan Masdana mengatakan, proses penagihan piutang pajak kini belum menunjukkan tren yang optimal. Sebab piutang pajak masih besar. Piutang yang berhasil tertagih, tak sampai 10 persen dari total akumulasi piutang pajak yang tercatat di BPKPD.

“Ini harus disikapi secara serius. Sebab ini kan kewajiban yang terakumulasi selama sekian tahun. Bukan dari tahun lalu atau tahun ini saja. Tapi sudah 5 tahun lebih. Saya minta BPKPD harus membentuk tim untuk melakukan proses validasi secepatnya,” kata Masdana.

Baca Juga:  Ini Waktu yang Dibutuhkan Max Belajar Endus Narkoba

Menurutnya pemerintah harus siap mengambil kebijakan strategis. Entah itu melakukan penghapusan piutang pajak, atau mengambil langkah yang lebih tegas lagi.

Seperti melakukan penyitaan aset terhadap wajib pajak yang menunggak. Masdana meminta kebijakan itu segera diambil.

Sebab masalah piutang pajak selalu menjadi catatan dari Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (LHP BPK)

Sementara itu, Kepala BPKPD Buleleng gede Sugiartha Widiada menyebut piutang PBB yang tercatat saat ini sebagian besar merupakan limpahan dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama saat peralihan pengelolaan PBB pada tahun 2014 lalu.

Besarnya piutang yang tercatat saat itu sudah terbilang besar, yakni mencapai Rp75 Miliar lebih. Saat ini tim sudah melakukan verifikasi dan validasi. Hanya saja masih banyak kendala yang dihadapi.

Baca Juga:  Pasien Tanpa Gejala Meroket, Buleleng Siapkan Opsi Isolasi Terpusat

“Memang sulit, karena masalahnya bukan hanya objek dan subjek pajaknya yang tidak jelas lokasinya. Ada yang kami temukan, tapi wajib pajak tidak mengakui bahwa dirinya punya utang. Seringkali ada perdebatan di lapangan dengan wajib pajak. Kalau memang ada bukti pembayaran pajaknya, pasti kami hapus,” kata Sugiartha.

Sugiartha mengatakan, pemerintah berencana mengambil kebijakan memblokir Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) milik wajib pajak.

Terutama bagi mereka yang telah menunggak pajak lebih dari 5 tahun. Apabila SPPT mereka diblokir, otomatis wajib pajak tak bisa melakukan pengurusan administrasi pertanahan.

“Kalau SPPT-nya diblokir, misalnya dia mau jual tanah miliknya, ya tidak akan bisa. Karena saat transaksi itu, apalagi mau proses balik nama sertifikat, sudah pasti terkunci. Kalau mau buka blokir, ya harus selesaikan dulu kewajiban pajaknya. Baru akan dibuka blokirnya,” kata Sugiartha.


Artikel Terkait

Most Read

Artikel Terbaru