SINGARAJA– Para petani kopi di Buleleng masih mengalami kendala dalam hal pemasaran. Dampaknya petani tak mendapat harga sesuai dari komoditas yang mereka tanam. Padahal hasil komoditas kopi Buleleng disebut lebih unggul dibandingkan daerah lainnya.
Hal itu diungkapkan Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana di Desa Pucaksari, Senin (27/9). Menurut Agus, komoditas kopi di Buleleng terbilang unggul dari sisi cita rasa dan produksi. Sayangnya penanganan pasca-panen terhadap komoditas kopi belum dilakukan dengan maksimal.
Produksi kopi di Desa Pucaksari, disebut bisa mencapai tiga ton per tahun. Hanya saja produksi kopi Pucaksari kurang dikenal dibandingkan wilayah lain. Salah satu kendala yang dihadapi ialah rasa kopi yang dinilai belum standar, karena penanganan pasca-panen yang belum optimal.
“Saya minta Kadis Pertanian menyelesaikan masalah ini. Supaya kopi Pucaksari punya cita rasa yang lebih baik. Harus ada pelatihan. Entah teknik jemur atau roasting. Supaya harganya lebih tinggi. Selama ini produksinya sudah tinggi, tapi belum ketemu harga yang sesuai,” kata Agus.
Selain itu, ia mendesak Kementerian Pertanian membuka peluang ekspor bagi petani kopi. Agus mengaku telah mencermati kondisi pasar kopi dunia. Biasanya kopi-kopi asal Indonesia akan mendapat harga lebih tinggi, apabila produksi kopi Brazil menurun.
“Itu berarti kita ada peluang. Sering terjadi. Kalau di Brazil panennya sedang turun, harga kopi kita naik. Itu artinya peluang ekspor ada dan besar. Ini peluang yang harus ditangkap. Makanya saya sering katakan, pengelolaan pasca-panen hal yang penting,” tegasnya.
Di sisi lain Anggota Komisi IV DPR RI, Made Urip mengakui potensi kopi Buleleng sangat besar. Utamanya di Desa Pucaksari, Bongancina, Tista, Sepang, dan Sepang Kelod. Kopi menjadi komoditas perkebunan utama di wilayah itu.
Ia berjanji akan memfasilitasi bantuan penguatan modal bagi kelompok tani. Sehingga mereka dapat melakukan penguatan pasca-panen. Baik itu melakukan pengadaan lantai jemur maupun pengadaan mesin roasting.
“Potensi ini harus digenjot. Baik permodalan maupun pengelolaan pasca-panen. Utamanya pengolahan dan pemasaran. Kami akan sampaikan pada Kementerian Pertanian, sehingga potensi ini bisa dioptimalkan. Jadi potensinya bisa dikembangkan dari budidaya sampai pasca-panen,” kata Urip.