DENPASAR,radarbali.id – Polemik rencana pembangunan Bandara Bali Utara belum berujung. Padahal, rencana ini telah bergulir sejak lama, namun realisasinya sangat alot. Semakin menarik karena ada penolakan dari ketua umum partai yang berkuasa saat ini yaitu Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri. Dalam Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang Wilayah (Perda RTRW) Provinsi Bali 2023-2043, rencana bandara Buleleng masih dicantumkan. Sebelumnya bernama Bandar Udara Bali Utara di Perda RTRW menjadi Bandar Udara Bali Baru yang tetap berlokasi di Kabupaten Buleleng.
Di dalam laporan pembahasan RTRW, lokasi yang diusulkan menjadi tempat dibangunnya bandara di Bali Utara. Sebagian Taman Nasional Bali Barat masuk Zona Tunda (Holding Zone). Dalam rancangan itu dijelaskan ada Kawasan yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kehutanan ditetapkan sebagai Taman Nasional, namun diusulkan menjadi lokasi Bandar Udara Bali Baru, digambarkan sebagai Zona Tunda (Holding Zone) Kawasan Konservasi atau Kawasan Transportasi berada di wilayah Kabupaten Buleleng. “Perubahan peruntukan pada Zona Tunda (Holding Zone) sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kehutanan,” ucap Ketua Pansus RTRW, Anak Agung Adhi Ardhana pada laporannya saat sidang paripurna kemarin (30/1/2023).
Lanjutnya, berdasarkan tanggapan Sekretaris Kabinet disebutkan bahwa sesuai ketentuan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 166 Tahun 2019 tentang Tatanan Kebandaraudaraan Nasional (Kepmenhub KM 166/2019), nama Banda I Gusti Ngurah Rai” selanjutnya ,” Bandar Udara Bali Utara seharusnya “Bandar Udara Bali Baru”, sehingga kemudian dinormakan dalam Raperda RTRWP Bali tahun 2023-2043. Di raperda tercatat adanya keterangan bandara pengumpul dan khusus.
Pasal 23 dan Pasal 137 ayat (1) yang dimaksud bandar udara pengumpul primer yakni Bandar Udara I Gusti Ngurah Rai di Kabupaten Badung; dan Bandar Udara Bali Baru di Kabupaten Buleleng.
Sementara, Bandar udara khusus meliputi Lapangan Terbang Letkol Wisnu di Kabupaten Buleleng. Dijelaskan untuk lokasi pada pasal 137 ayat (1) berbunyi penetapan lokasi Bandar Udara Bali Baru belum ditetapkan pada saat Peraturan Daerah ini ditetapkan, pembangunan Bandar Udara Bali Baru dilaksanakan pada lokasi sesuai dengan hasil penetapan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sementara itu, Gubernur Bali Wayan Koster yang juga Ketua DPD PDIP Provinsi Bali menyampaikan bahwa apa yang diputuskan oleh DPRD Bali dalam pembahasan RTRW termasuk soal bandara adalah sikap bijak. “Saya sudah mendengarkan apa yang disampaikan Ketua Pansus. Apa yang disampaikan tadi secara keseluruhan semua aspek menjadi kepentingan pengaturan tata ruang Bali untuk saat ini bisa diakomodir cukup memadai. Isinya sangat bijak. Saya melihat yang diatur berkaitan Teluk Benoa bisa diatur sangat bijak, LNG, kemudian Bandara Bali Baru sudah diatur dengan bijak, tol juga sudah diatasi dan kebutuhan yang memerlukan pengaturan dalam tata ruang,” jelasnya.
Dengan selesai pembahasan Raperda RTRW Provinsi Bali di dewan, Gubernur Bali akan menindaklanjuti ke Menteri Dalam Negeri supaya bisa disetujui dan disahkan menjadi Perda. ” Dan kelihatannya norma yang baru dalam perda semestinya sudah tidak ada kendala secara prinsip yang membuat tertundanya Perda RTRW ini. Kalau bisa dalam satu bulan bisa disetujui oleh Pak Mendagri,” ujarnya pada sambutan di Rapat Paripurna Laporan Pembahasan RTRW Provinsi Bali 2023-2043 kemarin (30/1).
Usai rapat paripurna kemarin, disinggung soal rencana pembangunan Bandar Udara Bali Utara, Koster menjawab ditunda sementara dulu. “Dihold dulu sementara,” ucapnya. Ditanya lagi, sampai kapan pak dihold? Koster menyatakan sampai ada kebijakan baru. Awak media menanyakan lagi kebijakan dari siapa? Koster menjawab dari pusat. ” Dari pusat,” jawabnya sembari ketawa. (feb/rid)