DENPASAR,radarbali.id – Beredar kabar proyek pembangunan Terminal LNG (Liquefied Natural Gas) dan jaringan pipa gas bersih di Sidakarya tidak direkomendasikan Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan. Luhut mengirimkan surat tidak merekomendasikan ditujukan kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Pada surat tersebut Menko Marves mengarahkan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk tidak memberikan rekomendasi. Surat dari Menko marves tersebut, merupakan surat balasan atas surat dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No: S.271/MENLHK/BSI/REN.3/9.2022, tertanggal 30 September 2022, laporan status tindak lanjut proses persetujuan lingkungan terminal LNG di Bali.
Isi surat dari KLHK tersebut intinya bahwa sudah diadakan proses pembahasan kerangka acuan amdal Proyek Terminal LNG Sidakarya pada tanggal 26 April 2022, dan dari aspek lingkungan, proyek terminal LNG Sidakarya tidak terdapat isu yang menjadi kendala proses penilaian Andal (Analisis Dampak Lingkungan).
Direktur WALHI (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia) Bali Made Krisna ‘Bokis’ Dinata, menjelaskan dirinya kaget, ternyata proses pembahasan Andal proyek terminal LNG sudah diadakan pada tanggal 26 April 2022. Lebih jauh, Bokis menyampaikan proses penyusunan Kerangka Acuan Andal proyek terminal LNG Sidakarya tidak ada melibatkan organisasi lingkungan Hidup Kekal, Walhi dan Frontier.
“Hal tersebut menjadi aneh, karena setiap ada pembahasan proses Andal mengenai proyek di Bali, setidak-tidaknya Walhi selalu diundang dari proses pembahasan kerangka acuan. Namun khusus Proyek Terminal LNG, Walhi tidak dilibatkan. ini sungguh aneh, ada apa sebenarnya ini?” tanya bokis.
Walhi menyoroti dalam keterangan surat itu pernyataan Menteri KLHK Siti Nurbaya yang ngawur dari aspek lingkungan, proyek terminal LNG Sidakarya menyebutkan tidak terdapat isu yang menjadi kendala proses penilaian Andal, padahal menurut Bokis, pernyataan tersebut adalah pernyataan yang ngawur, karena hingga saat ini, dampak lingkungan hidup proyek tersebut tersebut belum mereka kaji.
Lebih lanjut, hasil riset yang dilakukan oleh Kekal Bali, Frontier Bali dan Walhi Bali menunjukkan bahwa di perairan Sanur terdapat indikatif terumbu karang seluas 5,2 hektar yang terancam apabila Terminal LNG dibangun di perairan Sanur.
Terumbu Karang di Perairan sanur berfungsi sebagai barrier reef atau penyangga pesisir dari hantaman gelombang, apabila itu terancam dan hancur akibat pembangunan proyek ini, maka hal tersebut bisa berpotensi memperparah abrasi di pesisir Sanur yang juga secara langsung akan mendegradasi potensi pariwisata Sanur. “kalau dikatakan issu lingkungan hidup sudah selesai, itu pernyataan ngawur’, tegas Bokis.
Hal senada juga disampaikan Sekjend gerakan Mahasiswa Frontier Bali Anak Agung Gede Surya Sentana. Dia menjelaskan jika rencana pembangunan Terminal LNG Sidakarya ini sangat tertutup dan datanya tidak bisa diakses publik, sampai-sampai untuk mendapatkan data terkait proyek ini, Walhi mengajukan gugatan ke DKLH (Dinas Kehutanan Lingkungan Hidup) Provinsi Bali dan PT. DEB di Komisi Informasi Bali. “Mereka tidak mau terbuka kepada publik, padahal proyek ini digadang-gadang untuk kepentingan publik dan dibuat di lahan publik” imbuh Gung Surya.
Ketua KEKAL (Komite Kerja Advokasi Lingkungan Hidup) Bali I Wayan Adi Sumiarta, mengatakan tidak direkomendasinya LNG adalah sesuai dengan apa yang diperjuangkan oleh Kekal, Frontier dan Walhi selama ini. Dalam surat Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi juga dijelaskan jika pembangunan Terminal LNG tersebut sangat bertolak belakang dengan garis besar peta jalan ekonomi kerthi Bali menuju Bali era baru yang hijau, tangguh dan Sejahtera. Esensi dari konsepsi tersebut adalah mengembangkan kualitas pariwisata yang lebih baik dengan pembangunan yang berkelanjutan dan tidak merusak lingkungan.
Lebih lanjut, Konsep mass tourism yang selama ini dipraktikkan di Bali, sudah terlalu mengeksploitasi Bali, bahkan tidak tanggung-tanggung telah merusak lingkungan hidup Bali. Pesisir Sanur sangat berpotensi menerima dampak buruk akibat dari Rencana Proyek Terminal LNG. Melihat Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011 Tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional Tahun 2010 – 2025.
“Sanur ditetapkan sebagai Kawasan pariwisata nasional, kawasan tersebut pada intinya memiliki fungsi utama pariwisata, dengan rencana pengembangan wisata bahari,” ucapnya.
Lebih lanjut Adi juga menyampaikan bahwa apa yang dijadikan alasan dalam surat dari Menko Marves tersebut, sudah menjadi kajian dan sejak awal penolakan terhadap Proyek Terminal LNG Sidakarya juga sudah kami sampaikan. “Dasar penolakan surat Menko Marves tersebut sebenarnya sudah kami sampaikan sejak kami menolak Proyek tersebut, Namun Koster tetap saja keras kepala”, terang adi.
Lebih jauh, Adi menyampikan agar Menteri KLHK Siti Nurbaya mengembalikan areal mangrove di Sidakarya menjadi blok perlindungan. Lalu, untuk Gubernur Koster jangan lagi memaksakan proyek terminal LNG Sidakarya, termasuk juga menyuruh PT DEB agar tidak melakukan tindakan-tindakan yang memaksakan proyek ini berjalan. “Isi surat Menko Marves sebagai atasan mereka harus mereka patuhi”, tutup Adi. (feb/rid)