SINGARAJA– Piutang pajak di Buleleng terus menggelinding seperti bola salju. Hingga Desember 2021, Badan Pengelola Keuangan dan Pendapatan Daerah (BPKPD) Buleleng mencatat piutang alias tunggakan pajak menyentuh angka Rp 101,48 miliar. Sebanyak Rp 93,77 miliar diantaranya merupakan tunggakan pajak dari sektor Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
Kepala BPKPD Buleleng Gede Sugiartha Widiada mengungkapkan, piutang pajak dari sektor PBB memang cukup besar. Sebab piutang itu merupakan akumulasi dari sisa piutang yang dilimpahkan saat peralihan kewenangan pemungutan PBB dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama ke Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Buleleng.
Sugiartha mengaku pihaknya telah berusaha mengoptimalkan upaya penagihan, utamanya pada piutang PBB. Namun selalu terkendala dalam menemukan subjek wajib pajak. Ada yang berada di luar daerah, ada pula yang tak dikenal oleh warga.
“Kami kan punya tenaga di UPTD penagihan. Itu sudah kami optimalkan datang ke lokasi. Koordinasi dengan kelian banjar dinas dan kelian subak. Tapi memang banyak subjek pajaknya yang tidak ketemu. Akhirnya ini berkembang terus angkanya,” kata Sugiartha saat ditemui di ruang kerjanya kemarin (30/11).
Menurut Sugiartha pihaknya sudah berupaya mengoptimalkan penagihan pajak. Salah satunya dengan memberikan insentif relaksasi. Pemerintah bersedia menghapus piutang pajak pada tahun 2015 serta tahun-tahun sebelumnya, apabila wajib pajak membayar piutang pajak tahun 2016 hingga 2022.
Sejauh ini upaya itu telah membuahkan hasil, kendati belum optimal. Kini piutang pajak yang telah berhasil dipungut sebesar Rp 8,83 miliar yang berasal dari 9.471 wajib pajak.
Apakah tak bisa memutihkan pajak? Sugiartha mengungkapkan, prosedur pemutihan pajak telah diatur dalam regulasi yang ketat. Sesuai dengan aturan, pajak dinyatakan kadaluarsa apabila telah tak dibayarkan selama 15 tahun berturut-turut.
“Masalahnya kan yang banyak itu pada tahun-tahun yang baru. Dari tahun 2018 ke atas. Kami juga gandeng kejaksaan untuk upaya penagihan. Kami optimalkan dulu upaya penagihan. Masalah penghapusan atau bagaimana, itu nanti dikaji dulu,” tukasnya. (eka prasetya/radar bali)