Aktivitas konservasi penyu di Pantai Penimbangan tak pernah berhenti. Kegiatan konservasi beririsan dengan kegiatan ekonomi yang kini bergeliat di kawasan tersebut. Sejak berdiri pada 2016 silam, belasan ribu telur penyu telah berhasil diselamatkan.
EKA PRASETYA, Singaraja
JRO Gede Wiadnyana, 41, tak pernah absen datang ke Pantai Penimbangan, Buleleng, Bali. Setiap pukul 06.00 pagi, biasanya ia sudah duduk di tepi pantai. Tiap pagi dia selalu melangsungkan ritual surya sewana di tepi pantai. Setelah itu ia akan menyeruput segelas kopi hitam, ditemani pisang goreng.
Rutinitas itu telah ia jalani setidaknya selama 5 tahun terakhir. Sejak 2016 silam, dia rutin datang ke pantai. Memantau kondisi pantai. Sekaligus mengecek sarang penyu yang mungkin saja berada di sepanjang Pantai Penimbangan.
Wiadnyana adalah Ketua Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) Penimbangan Lestari. Aktivitas konservasi, kini menjadi tanggungjawabnya. Konservasi itu tak hanya soal menyelamatkan telur penyu. Tapi juga memantau pertumbuhan terumbu karang, kebersihan pantai, serta kebersihan bawah laut.
Aktivitas konservasi penyu di Pantai Penimbangan bermula pada 2016 lalu. Saat itu sejumlah pemuda menemukan sarang telur penyu di pesisir pantai. Mereka kala itu sangat awam soal konservasi. Sehingga hanya melindungi sarang penyu dengan jaring. Agar telur tidak dimangsa anjing, atau dicuri orang.
Seiring berjalannya waktu, aktivitas konservasi swadaya itu berubah menjadi pokmaswas. Total ada 26 orang yang terlibat di dalam kelompok tersebut. Kegiatan utama mereka adalah menyelamatkan telur penyu. Telur yang ditemukan di tepi pantai, harus dipindahkan ke bak penetasan.
Sejak 2016 ada 17.817 butir telur penyu yang berhasil diselamatkan. Pada tahun 2021, sedikitnya ada 4.450 butir telur penyu dari 32 sarang yang berhasil diselamatkan. Seluruhnya merupakan telur penyu lekang.
“Memang hanya penyu lekang yang bertelur di Pantai Penimbangan. Penyu ini karakternya cuek. Biar ramai orang di pantai, mereka tetap naik bertelur. Beda dengan penyu hijau. Saya belum pernah ketemu penyu hijau naik bertelur. Karena penyu ini sensitif. Harus di tempat yang sepi dan gelap,” kata Wiadnyana.
Menurutnya dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, Pantai Penimbangan banyak berubah. Dulunya pantai sangat sepi. Warung hanya bisa dihitung dengan jari. Namun kini aktivitas ekonomi tengah bergeliat. Sepanjang Pantai Penimbangan hingga Pantai Indah Singaraja, banyak ditemui kedai-kedai tongkrongan di tepi pantai.
Wiadnyana menuturkan seluruh kedai itu sudah menyadari adanya kegiatan konservasi di Pantai Penimbangan. Saat ada penyu naik bertelur, pengelola kedai akan meminta pengunjung pindah. Agar tidak menggangu penyu. Bila ada penampilan musik, akan dihentikan sementara.
“Semua paham dan saling membantu. Biasanya setelah penyu itu kembali ke laut, dari pengelola datang ke kami memberikan informasi lokasi telurnya. Saat itu juga langsung kami evakuasi ke bak penetasan,” jelasnya.
Lebih lanjut Wiadnyana menuturkan, saat ini beban di bak penangkaran Pantai Penimbangan kian ringan. Seiring dengan kesadaran konservasi yang makin tumbuh. Dulunya bak penetasan di Pantai Penimbangan menjadi satu-satunya rujukan di Buleleng.
Saat ini beberapa komunitas mulai membuat bak penetasan sendiri.
“Ini sangat memudahkan kami. Sehingga bak kami tidak overload. Kalau kami kepenuhan, juga bisa kami oper ke tempat lain. Ini sangat menggembirakan, karena kesadaran konservasi semakin baik,” demikian Wiadnyana.