SINGARAJA– Angka kemiskinan di Buleleng turun drastis. Hasil verifikasi dan validasi data yang dilakukan Dinas Sosial Buleleng, angka kemiskinan ekstrem di Buleleng diperkirakan hanya tersisa sebanyak 349 kepala keluarga (KK) saja.
Angka itu jauh menurun bila dibandingkan dengan data pada tahun 2022 silam. Pada awal 2022, angka kemiskinan ekstrem sebanyak 10.312 kepala keluarga. Namun pada awal 2023 angka tersebut telah turun menjadi 5.314 kepala keluarga.
Data tersebut kembali diverifikasi dan divalidasi. Dari temuan Dinas Sosial Buleleng, tak seluruhnya berstatus miskin ekstrem. Sebanyak 4.379 kepala keluarga masuk dalam kategori fakir miskin, 481 kepala keluarga dalam kondisi ekonomi mampu, 85 keluarga tidak diketemukan, 19 keluarga sudah meninggal dunia, dan satu kepala keluarga datanya dinyatakan ganda. Sehingga hanya tersisa 349 kepala keluarga saja.
Kepala Dinas Sosial Buleleng I Putu Kariaman Putra saat dikonfirmasi kemarin menyatakan, pihaknya menerapkan kategori yang cukup ketat bagi keluarga yang masuk kemiskinan ekstrem. Salah satunya dari sisi pendapatan. Versi Badan Pusat Statistik (BPS), keluarga yang masuk kategori miskin ekstrem hanya memiliki pendapatan maksimal Rp 322.170 per orang per bulan, atau maksimal Rp 1.288.680 per keluarga per bulan.
“Kami banyak temukan yang kategorinya fakir miskin. Jadi pendapatannya di atas itu, masuknya Rp 500 ribu per orang per bulan. Sangat sedikit yang pendapatannya di bawah angka Rp 1,2 juta per keluarga per orang,” kata Kariaman.
Menurut Kariaman data tersebut telah diteruskan pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda). Sehingga Bappeda dapat merumuskan program-program untuk percepatan pengentasan kemiskinan.
Dinsos, kata Kariaman, akan memastikan seluruh keluarga yang masuk kategori miskin ekstrem, tercantum dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Sehingga mereka memiliki akses terhadap program-program bantuan pemerintah. Seperti Bantuan Pangan, Program Keluarga Harapan (PKH), maupun Jaminan Kesehatan.
“Kami sudah minta ke desa-desa yang masih ada warga miskin ekstrem, agar ini diprioritaskan dulu masuk DTKS. Karena salah satu yang bisa mengusulkan DTKS itu desa. Sedangkan untuk kebutuhan lain, seperti kondisi hunian, sanitasi, dan akses pekerjaan, nanti akan dikolaborasikan dengan dinas-dinas lain,” demikian Kariaman. (eps)