SINGARAJA, Radar Bali.id – Sebanyak 73 orang guru dari berbagai jenjang di Buleleng, berhasil lolos sebagai guru penggerak. Puluhan guru tersebut kini telah mengantongi sertifikat guru penggerak, setelah menuntaskan sembilan tahap lokakarya. Mereka pun mendapat keistimewaan, yakni punya peluang lebih besar menjadi kepala sekolah.
Mengacu data dari Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Ditjen GTK) pada Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek), ada 73 orang guru asal Buleleng yang lolos jadi guru penggerak. Sebanyak lima orang berasal dari jenjang PAUD, 22 orang dari jenjang SD, 20 orang dari jenjang SMP, 18 orang dari jenjang SMA, tujuh orang dari jenjang SMK, dan seorang dari jenjang SLB.
Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Buleleng Made Astika mengatakan, para guru penggerak itu telah melalui proses lokakarya sejak tahun 2022 lalu. Mereka harus mengikuti sembilan tahapan lokakarya untuk meningkatkan kompetensi guru. Proses lokakarya itu berlangsung hingga tujuh bulan lamanya.
Astika menyebut untuk jadi guru penggerak bukan hal yang mudah. Mereka harus lolos seleksi administrasi. Belum lagi mereka mengikuti tahap lokakarya yang cukup panjang. “Makanya kami dorong guru-guru yang sudah punya sertifikasi pendidik, ikut program guru penggerak,” kata Astika.
Untuk jadi guru penggerak, mereka harus punya kematangan secara moral dan emosional. Mereka juga wajib memiliki kemampuan menyusun perencanaan, merefleksikan, serta mengevaluasi pembelajaran yang berorientasi pada siswa.
Namun bila mereka berhasil mengantongi sertifikat guru penggerak, maka sejumlah keistimewaan akan didapat. Salah satunya adalah peluang menjadi kepala sekolah. Guru yang mengantongi sertifikat guru penggerak, punya peluang besar meningkatkan karir menjadi kepala sekolah. Tak perlu lagi pendidikan calon kepala sekolah.
“Sesuai edaran dari Kemendikbud, ketika seorang guru punya sertifikat guru penggerak, dapat diajukan jadi kepala sekolah. Tidak perlu lagi diklat calon kepala sekolah. Jadi saat mereka jadi kepala sekolah, guru penggerak punya hanya mengatur pembelajaran tapi juga manajerial sekolah,” jelasnya.
Lebih lanjut Astika mengatakan, saat ini masih ada pekerjaan rumah yang dituntaskan dalam program guru penggerak. Astika menyebut kini guru penggerak masih terpusat di wilayah Kecamatan Buleleng dan Kecamatan Seririt. Sementara di wilayah kecamatan lain, belum banyak terdapat guru penggerak.
“Memang PR-nya adalah sebaran guru penggerak. Kami ingin menyebar merata di semua kecamatan. Solusinya kami buat coaching clinic rutin. Bagaimana mereka bisa lulus dalam tahap pendaftaran. Supaya jumlah guru penggerak di semua kecamatan semakin banyak,” demikian Astika. [eka prasetya/radar bali]