Referendum di Timor Timur (kini Timor Leste) yang memenangkan prokemerdekaan membuat transmigran asal Bali yang sudah menghuni Timtim selama 14 tahun angkat kak. Mereka menjadi pengungsi eks Timtim. Hingga kini.
EKA PRASETYA, Singaraja
NENGAH Kisid, 58, masih ingat masa-masa krisis di Timor-Timur (Timtim) saat referendum. Suasana begitu menegangkan. Saat jajak pendapat berlangsung pada 31 Agustus 1999, suasana sudah menegangkan. Kendaraan lapis baja berwarna putih dengan tulisan UN lalu lalang di perkampungan.
Meski menegangkan, Kisid dan ratusan transmigran asal Bali lainnya, memilih bertahan di kampung masing-masing. Mereka masih yakin jajak pendapat akan memenangkan Indonesia.
Saat hasil jajak pendapat diumumkan pada 4 September 1999, kenyataan berkata lain. Mayoritas penduduk Timtim ingin memisahkan diri dari Indonesia.
Begitu hasil jajak pendapat diumumkan, suasana makin tegang saja. Kisid dan keluarganya tak bisa tidur nyenyak. Sebab arus listrik sudah diputus seketika. Massa pro kemerdekaan juga mulai berdatangan ke perkampungan, mendorong para pendatang segera angkat kaki dari Timtim.
Kisid dan para transmigran yang bermukim di Desa Beco, Kecamatan Soai, Kabupaten Kovalima itu akhirnya dijemput sepekan setelah hasil jajak pendapat diumumkan. Mereka harus melepaskan aset seluas 2 hektare yang dikuasai selama belasan tahun.
Kisid yang berasal dari Desa Sari Mekar, Buleleng itu, sudah menginjakkan kaki di Timtim sejak 1985. Praktis lahan itu telah ia kuasai selama 14 tahun.
Pada 10 September 1999, mereka dijemput keluar dari pemukiman transmigrasi menggunakan truk milik Polri. Kendaraan penjemput dikawal dikawal aparat bersenjata dari TNI.
Saat diminta angkat kaki dari Timtim, ayah lima anak itu hanya sempat membawa pakaian dan tiga lembar sertifikat hak milik (SHM) lahan yang ia kuasai di Timtim.
“Waktu itu kalau tidak dijemput aparat, kami mungkin tidak bisa keluar dari perkampungan. Setelah itu sehari semalam kami diinapkan di Tetun, kemudian diantar ke Kupang,” kenang Kisid saat ditemui di Balai Banjar Adat Bukit Sari, Desa Sumberklampok, Gerokgak, Buleleng, Sabtu (16/10). (bersambung)