SINGARAJA, radarbali.id – Kejaksaan Negeri (Kejari) Buleleng memanggil sejumlah pengusaha yang memiliki tunggakan terhadap iuran BPJS Kesehatan karyawannya. Namun, pengusaha beralasan ekonomi masih morat-marit.
Kejaksaan turun tangan, lantaran ditunjuk sebagai kuasa hukum nonlitigasi oleh BPJS Kesehatan. Khususnya yang terkait dengan tunggakan iuran yang dilakukan para pengusaha di Bali.
Mengacu data kejaksaan, saat ini ada 30 perusahaan yang tunggakan iuran BPJS-nya di bawah angka Rp10 juta. Selain itu ada 6 perusahaan lain yang tunggakannya berada di angka Rp 10 juta hingga Rp 20 juta.
Jumat pagi (22/4) ada 4 orang pengusaha yang dipanggil. Mereka dipanggil karena pengusaha-pengusaha itu masih menunggak kewajiban iuran BPJS Kesehatan karyawan mereka. Dampaknya karyawan tak bisa menggunakan layanan BPJS di fasilitas kesehatan, sesuai dengan hak mereka.
Pertemuan berlangsung selama 2 jam. Setelah pertemuan, para pihak sepakat menyelesaikan masalah tersebut di luar jalur peradilan. Pengusaha juga sepakat melakukan negosiasi terkait proses pelunasan dan metode pelunasan.
Kasi Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun) Kejari Buleleng I Gusti Ngurah Arya Surya Diatmika mengatakan, pihaknya berusaha menyelesaikan masalah tersebut secara persuasif. Sehingga kejaksaan mengundang para pengusaha bertemu dengan kejaksaan selaku pemegang kuasa, serta BPJS Kesehatan.
“Tujuannya kan agar hal ini selesai di luar jalur litigasi (pengadilan, Red). Supaya pengusaha-pengusaha ini bisa menyelesaikan kewajibannya juga,” katanya.
Pengusaha sendiri memandang ekonomi masih morat-marit. Seperti dituturkan salah seorang pengusaha, Jro Made Sukresna yang mengatakan, meski gerbang penerbangan internasional dibuka dan akses VoA diperluas, faktanya belum banyak wisatawan mancanegara yang datang ke Bali Utara.
Dampaknya pengusaha akomodasi pariwisata juga belum bisa bicara banyak. Mengingat segmen pasar wisatawan di Bali Utara lebih banyak menyasar wisatawan Eropa.
Selama pandemi pengusaha juga menghadapi posisi dilematis. Di satu sisi biaya beban operasional dan perawatan harus tetap keluar. Di satu sisi ada hak-hak karyawan yang harus dipenuhi. Termasuk jaminan kesehatan. Sementara pengusaha nihil pemasukan.
“Bangunan itu kalau tidak dirawat secara rutin, nanti akan rusak. Biaya perbaikannya jauh lebih besar dari perawatan. Pemasukan kami nihil, sedangkan kewajiban diminta harus jalan terus. Kami juga ingin bisa menyelesaikan semua kewajiban kami. Sedangkan kondisi ekonomi belum memungkinkan. Tolong pahami kondisi kami juga,” kata pria yang juga pemilik Villa Cilik’s Beach Garden itu.