Kesenian genjek identik dengan pria. Hanya para pria yang tergabung dalam sekaa genjek. Tapi di Buleleng tidak demikian. Wanita juga bergabung dalam sekaa genjek. Karena diisi wanita, maka mereka tak minum tuak atau arak. Melainkan air mineral.
EKA PRASETYA, Singaraja
PANGGUNG terbuka di Ruang Terbuka Hijau (RTH) Bung Karno benar-benar penuh. Malam itu, Kamis (21/4), para pengunjung menanti pementasan Sekaa Joged Genjek Wanita Gita Iswari.
Kehadiran sekaa itu memang dinanti banyak pihak. Tampilan mereka sempat viral di media sosial. Maklum, sekaa genjek wanita bukan hal yang umum di Bali. Sebab kesenian genjek lekat dengan para pria.
Malam itu, dengan mengenakan kebaya berwarna merah jambu. Ada enam buah gending yang dibawakan. Yakni pengaksama, legan keneh, juang tyang bli, bli putu, nyai nyoman, dan penyineb.
Saat pentas, mereka juga menghadirkan beberapa penari joged. Kehadiran joged itu juga menarik tawa penonton. Terutama saat pengibing naik ke panggung dan memperagakan gerakan joged yang lucu. Bahkan ada pengibing yang membawakan goyang puting beliung, sebagaimana layaknya dalam konser dangdut.
Sekaa Joged Genjek Wanita Gita Iswari dibentuk pada awal Januari lalu. Sekaa ini beranggotakan para wanita. Dulunya mereka adalah anggota sekaa gong wanita di Desa Bulian, Kecamatan Kubutambahan. Pandemi membuat mereka jarang pentas.
“Akhirnya ibu-ibu itu ada niat untuk membangun sekaa genjek. Saya diajak melatih. Kebetulan dulu saya pernah ikut sekaa genjel juga. Saya ajak mereka latihan di rumah, karena perangkat gamelannya masih ada di rumah,” kata Nyoman Ariasa, pelatih sekaa saat ditemui di RTH Bung Karno pada Kamis malam.
Sejak Januari, Ariasa intens melatih para ibu. Dia juga melibatkan seorang pria lain, yakni Ketut Sumarada sebagai pelatih.
Ia mengaku melatih genjek wanita penuh dengan strategi dan tantangan. Saat latihan misalnya. Para ibu harus menyelesaikan pekerjaan rumah tangga lebih dulu. Baru mereka datang ke tempat latihan.
Demikian pula dalam gending. “Kalau wanita jelas kalah dalam tempo gending. Beda dengan pria, yang power-nya besar. Kami coba mengakali dengan gamelannya. Kami masukkan angklung, biar lebih unik. Jadi kami pakai barung gamelan gerantang modifikasi,” ungkap Ariasa.
Selain itu, kehadiran sekaa genjek wanita juga mendapat respons positif dari masyarakat. Sebab mereka tidak mengonsumsi minuman beralkohol (mikol). Ariasa tak menampik bila selama ini genjek sangat identik dengan minuman beralkohol. Utamanya arak dan tuak.
“Kalau ibu-ibu itu kan tidak mungkin konsumsi minuman beralkohol. Paling cuma minum air mineral saja,” ujarnya.
Sejak terbentuk, mereka telah pentas di 3 lokasi. Seluruhnya di acara pernikahan. Saat pentas pertama kalinya, pementasan mereka langsung viral.
Ariasa tak mau bila pementasan hanya berlangsung satu atau dua kali. Dia ingin agar sekaa bisa pentas secara rutin. Rencananya dalam waktu dekat, seluruh anggota sekaa akan maturan di Pura Pulaki, sekaligus nunas taksu.
“Kedepan kami juga ingin bisa tampil di ajang yang lebih tinggi. Misalnya di Pesta Kesenian Bali. Kalau memang ada rejeki, ya kedepannya biar lancar kalau kupahan,” harapnya.