SINGARAJA– Ketersediaan mesin pengering padi di Buleleng masih minim. Dampaknya kualitas beras di Buleleng menjadi kurang prima. Kalau toh kualitasnya meningkat, harga sulit bersaing dengan daerah lain.
Fakta minimnya ketersediaan mesin itu, diungkap Perhimpunan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi) Buleleng. Para pengusaha mengungkap, proses pengeringan padi masih sangat bergantung dengan pengusaha penggilingan dari luar daerah.
Ketua Perpadi Buleleng Putu Oka Putra mengungkapkan, pasokan gabah di Buleleng sebenarnya melimpah. Masalahnya terjadi pada proses pengolahan gabah menjadi beras. Idealnya gabah dikeringkan lebih dulu sebelum digiling. Pada musim kemarau, hal itu bukan masalah karena lantai jemur tersedia. Namun pada musim penghujan, hal itu jadi kendala serius.
“Kalau musim hujan, perlu mesin pengering padi. Di Buleleng itu kapasitasnya terbatas. Sedangkan kita punya waktu maksimal 3 hari biar gabahnya kering. Kalau tidak dikeringkan, warnanya kelihatan keruh, kurang putih. Otomatis kualitasnya turun dan harganya anjlok,” kata Oka.
Menurutnya kapasitas pengeringan padi di Buleleng sangat terbatas. Mesin pengeringan padi rata-rata memiliki kapasitas 3-6 ton. Kapasitas terbesar hanya 12 ton. Padahal di daerah lain, seperti Jembrana, memiliki mesin pengeringan padi dengan kapasitas hingga 30 ton.
Kapasitas yang terbatas, membuat daftar antrean menjadi panjang. Apalagi jelang musim panen raya yang akan jatuh pada pertengahan Desember hingga Januari nanti. Dipastikan kapasitas mesin pengeringan padi akan overload.
“Kalau sudah begitu biasanya kami lari ke Jembrana. Kadang di sana penuh juga. Kalau sudah begitu, ya harus lempar ke Jawa. Ini yang menyebabkan harga beras jadi naik saat musim hujan. Karena ongkos produksinya naik. Untuk pengeringan saja sudah kena ongkos angkut dan sewa mesin,” ungkapnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan (DKPP) Buleleng I Gede Putra Aryana mengaku telah mendengar masalah tersebut. Menurutnya pemerintah tengah menyiapkan skema, agar mesin pengeringan padi bisa ditambah. Salah satunya mengajukan proposal pada pemerintah provinsi maupun pusat, agar mendapat kucuran dana dari DAK.
“Sementara ini mesin pengering itu masih terpusat di wilayah Buleleng Tengah. Seputaran Kecamatan Sawan. Sedangkan di daerah Seririt, Busungbiu, dan Gerokgak itu belum ada,” kata Aryana.
Solusi jangka pendek, ia berencana mengatur jadwal pengeringan padi. “Panen padi itu kan tidak bersamaan. Ada jeda waktu. Jadi kami akan atur sedemikian mungkin, supaya mesin di dalam daerah bisa optimal. Jadi tidak sampai ke luar kabupaten, apalagi ke luar provinsi. Paling tidak ongkos angkutnya bisa ditekan,” tandasnya. (eps)