25.4 C
Denpasar
Tuesday, June 6, 2023

Krematorium di Denpasar Masih Polemik, Di Kerobokan Badung Mulus

MANGUPURA – Sejumlah desa maupun kelompok sosial masyarakat di Bali kini sedang berlomba-lomba membuat krematorium (tempat bakar mayat/ perabuan). Ada yang mulus daalam pembangunannya, ada yang rebut di tengah jalan, dan ada pula yang ditolak.

 

Di Desa Adat Kerobokan, Badung, juga telah merancang untuk membangun tempat krematorium berbasis desa adat atau dikelola langsung desa adat.

 

Bahkan rencana kremasi itu sudah dalam proses tahap pembangunan. Pembangunan kremasi yang sumber dana dari Desa Adat Kerobokan rencananya ditarget selesai tahun 2022 serta bisa dioperasikan.

 

Bendesa Adat Kerobokan, A.A Putu Sutarja mengatakan untuk krematorium Desa Adat Kerobokan saat ini sudah mulai berproses untuk pengerjaan bangunan.

Baca Juga:  Ungkap Kasus Tabrak Lari, Delapan Polisi di Polresta Dapat Penghargaan 

 

“Ya, sekarang baru proses pengerjaan bangunan dan untuk alatnya masih dipesan dulu. Targetnya nanti tahun 2022 sudah selesai,” jelas Sutarja dikonfirmasi, Kamis (26/8).

 

Tempat kremasi berlokasi di Setra (kuburan) Desa Adat Kerobokan dengan luas sekitar 10 are. Selain itu juga ada lahan pendukung untuk ritualnya yang bertempat di sebelah timur untuk melangsungkan ritual memukur.

 

Krematorium ini dikelola langsung oleh desa adat setempat. Begitu juga tenaganya juga prioritas melibatkan orang lokal setempat.

 

“Kremasi nanti dikelola oleh Prajuru Pura Dalem di bawah naungan Desa Adat Kerobokan, ” bebernya.

Lebih lanjut, kremasi ini diperuntukkan kepada krama (warga) setempat. Kalau misalnya ada orang luar Desa Adat Kerobokan dan beragama Hindu ingin mengikuti kremasi tentu mereka harus menyesuaikan dengan awig-awig (aturan) desa adat setempat.

Baca Juga:  Pasien Suspect Difteri Masih Dirawat, Tunggu Hasil Lab BBLK Surabaya

 

Kalau misalnya mereka tidak mau menyesuaikan tentu tidak bisa mengikuti kremasi tersebut.

 

“Nanti bagi yang ingin mengikuti kremasi mereka bisa tinggal dipilih upacara yang Utama, Madya, dan Alit. Intinya dresta tidak hilang, tujuan pertama untuk mempercepat proses pengembalian panca maha butha,” bebernya.

 

Selain itu keberadaan kremasi ini juga untuk meringankan beban masyarakat dalam melangsungkan ritual ngaben. Sebab belakangan ini ritual ngaben masih terkesan berat di masyarakat.

 

“Jadi keberadaan kremasi ini juga untuk meringankan beban umat,” pungkasnya.



MANGUPURA – Sejumlah desa maupun kelompok sosial masyarakat di Bali kini sedang berlomba-lomba membuat krematorium (tempat bakar mayat/ perabuan). Ada yang mulus daalam pembangunannya, ada yang rebut di tengah jalan, dan ada pula yang ditolak.

 

Di Desa Adat Kerobokan, Badung, juga telah merancang untuk membangun tempat krematorium berbasis desa adat atau dikelola langsung desa adat.

 

Bahkan rencana kremasi itu sudah dalam proses tahap pembangunan. Pembangunan kremasi yang sumber dana dari Desa Adat Kerobokan rencananya ditarget selesai tahun 2022 serta bisa dioperasikan.

 

Bendesa Adat Kerobokan, A.A Putu Sutarja mengatakan untuk krematorium Desa Adat Kerobokan saat ini sudah mulai berproses untuk pengerjaan bangunan.

Baca Juga:  Dihukum 9 Tahun Penjara, Pasutri Muda Kurir Sabu-Sabu Menua di Penjara

 

“Ya, sekarang baru proses pengerjaan bangunan dan untuk alatnya masih dipesan dulu. Targetnya nanti tahun 2022 sudah selesai,” jelas Sutarja dikonfirmasi, Kamis (26/8).

 

Tempat kremasi berlokasi di Setra (kuburan) Desa Adat Kerobokan dengan luas sekitar 10 are. Selain itu juga ada lahan pendukung untuk ritualnya yang bertempat di sebelah timur untuk melangsungkan ritual memukur.

 

Krematorium ini dikelola langsung oleh desa adat setempat. Begitu juga tenaganya juga prioritas melibatkan orang lokal setempat.

 

“Kremasi nanti dikelola oleh Prajuru Pura Dalem di bawah naungan Desa Adat Kerobokan, ” bebernya.

Lebih lanjut, kremasi ini diperuntukkan kepada krama (warga) setempat. Kalau misalnya ada orang luar Desa Adat Kerobokan dan beragama Hindu ingin mengikuti kremasi tentu mereka harus menyesuaikan dengan awig-awig (aturan) desa adat setempat.

Baca Juga:  PPKM Darurat Tanpa Bansos, Mardika: Kebijakan Setengah Hati

 

Kalau misalnya mereka tidak mau menyesuaikan tentu tidak bisa mengikuti kremasi tersebut.

 

“Nanti bagi yang ingin mengikuti kremasi mereka bisa tinggal dipilih upacara yang Utama, Madya, dan Alit. Intinya dresta tidak hilang, tujuan pertama untuk mempercepat proses pengembalian panca maha butha,” bebernya.

 

Selain itu keberadaan kremasi ini juga untuk meringankan beban masyarakat dalam melangsungkan ritual ngaben. Sebab belakangan ini ritual ngaben masih terkesan berat di masyarakat.

 

“Jadi keberadaan kremasi ini juga untuk meringankan beban umat,” pungkasnya.


Artikel Terkait

Most Read

Artikel Terbaru