28.7 C
Denpasar
Saturday, April 1, 2023

Dari Kerja Kasino di Singapura hingga Bertahun-tahun di Kapal Pesiar

Banyak Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Bali yang bekerja di kapal pesiar telah pulang ke kampung halaman mereka. Bahkan mereka pun harus mengubah hidupnya agar tetap mampu bertahan. Salah satunya yang dilakukan I Nyoman Lolik, eks PMI asal Banjar Lodalang, Desa Kukuh, Kecamatan Marga, Tabanan.

 

JULIADI, Tabanan

 

DI sebuah gubuk di tengah sawah, Desa Kukuh, Marga, Tabanan, I Nyoman Lolik penampilannya sudah sama saja dengan petani tradisional pada umumnya. Kulitnya gelap, ia hanya berkaus dan celana pendek, tanpa alas kaki. Topi motif kotak-kotak berada di atas kepalanya.

 

Kini, ia memang menekuni dunia pertanian. Setiap pagi hingga sore, ia berada di sawah. Menjadi petani itu pun pada awalnya keterpaksaan karena pandemi Covid-19 yang menerjang dunia.

 

“Ya begini sekarang pekerjaan saya. Tanam sayuran,” ucap Lolik memulai menceritakan kehidupannya kini saat ditemui Kamis (1/7).

 

Sebelum menjadi petani, Nyoman Lolik sebetulnya sudah “hidup enak”. Ia hidup dari jasa pariwisata. Menjadi pegawai vila, hingga kerja di kapal pesiar.

 

Lolik menuturkan, perjalanan hidupnya sebagai seorang PMI cukup panjang. Mulai bekerja sejak tahun 2010 lalu. Dulu dunia pariwisata cukup menjanjikan dan semua orang berkata demikian.

Baca Juga:  Turis Asing Batal Masuk Bali, PHRI: Beberapa Negara Masih Lockdown

 

Bekerja di dunia pariwisata dimulai dengan bersekolah di STP Nusa Dua. Meski saat itu putus di tengah jalan. Namun dirinya kemudian bekerja di sebuah vila di wilayah Kuta.

 

Tak lama berselang bekerja di vila, kemudian tawaran bekerja di dunia pariwisata pun berdatangan. Salah satunya bekerja di sebuah Casino di Marina Bay, Singapura. Tugasnya sebagai casino dealer atau bandar.

 

“Saya jadi bandar judi di casino itu. Saya jalani selama tiga tahun sampai tahun 2013. Setelah tiga tahun di Singapura, saya memilih pulang ke Bali,” cerita pria 33 tahun ini saat.

 

Selama setahun berada di Bali, dia kembali bekerja di sektor pariwisata. Pada tahun 2014 dia merantau lagi. Kali ini menjadi pekerja migran di luar negeri. Tepatnya di Kapal Pesiar Carnival Cruise Line.

 

Bekerja di kapal pesiar merupakan pekerjaan yang banyak diidam-idamkan banyak orang. Selain bisa mendapat penghasilan besar untuk mengangkat ekonomi keluarga, juga bisa jalan-jalan ke luar negeri gratis.

Baca Juga:  Sekian Lama Ditunggu, Ribuan Guru Non PNS di Badung Segera Terima BLT

 

“Saat ditawari kerja di kapal pesiar, saya langsung terima,” sebutnya.

 

Bekerja pertama kali di kapal pesiar tugas di bagian dishwasher. Yakni pencuci piring. Hal tersebut dilakukan setiap hari dan harus mencuci piring mencapai ribuan setiap harinya.

 

“Waktu itu saya digaji 550 dollar per bulan. Sekitar Rp 7-8 jutaan jika diuangkan dalam bentuk rupiah,” ungkapnya.

 

Kemudian di tahun kedua kembali ia berangkat. Posisinya bukan pencuci piring lagi. Naik sebagai asisten waitress. Tentu saja, pendapatannya pun meningkat. Dengan posisi tersebut, ia meraup sekitar Rp 20 juta setiap bulannya.

 

“Kondisi terus didapat sampai awal tahun 2020. Kerja di kapal pesiar memang menjanjikan,” ucap bapak dua anak ini.

 

Namun petaka datang, ketika akhir tahun 2019 pandemi Covid-19 mewabah ke seluruh dunia termasuk masuk ke Indonesia pada Maret 2020. Hal ini menyebabkan sektor pariwisata ambruk, termasuk kapal pesiar karena tidak ada passenger (tamu). Lolik pun harus pulang ke Bali di bulan Maret 2020. (bersambung)



Banyak Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Bali yang bekerja di kapal pesiar telah pulang ke kampung halaman mereka. Bahkan mereka pun harus mengubah hidupnya agar tetap mampu bertahan. Salah satunya yang dilakukan I Nyoman Lolik, eks PMI asal Banjar Lodalang, Desa Kukuh, Kecamatan Marga, Tabanan.

 

JULIADI, Tabanan

 

DI sebuah gubuk di tengah sawah, Desa Kukuh, Marga, Tabanan, I Nyoman Lolik penampilannya sudah sama saja dengan petani tradisional pada umumnya. Kulitnya gelap, ia hanya berkaus dan celana pendek, tanpa alas kaki. Topi motif kotak-kotak berada di atas kepalanya.

 

Kini, ia memang menekuni dunia pertanian. Setiap pagi hingga sore, ia berada di sawah. Menjadi petani itu pun pada awalnya keterpaksaan karena pandemi Covid-19 yang menerjang dunia.

 

“Ya begini sekarang pekerjaan saya. Tanam sayuran,” ucap Lolik memulai menceritakan kehidupannya kini saat ditemui Kamis (1/7).

 

Sebelum menjadi petani, Nyoman Lolik sebetulnya sudah “hidup enak”. Ia hidup dari jasa pariwisata. Menjadi pegawai vila, hingga kerja di kapal pesiar.

 

Lolik menuturkan, perjalanan hidupnya sebagai seorang PMI cukup panjang. Mulai bekerja sejak tahun 2010 lalu. Dulu dunia pariwisata cukup menjanjikan dan semua orang berkata demikian.

Baca Juga:  Belasan Ribu Nelayan Terancam Putus Kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan

 

Bekerja di dunia pariwisata dimulai dengan bersekolah di STP Nusa Dua. Meski saat itu putus di tengah jalan. Namun dirinya kemudian bekerja di sebuah vila di wilayah Kuta.

 

Tak lama berselang bekerja di vila, kemudian tawaran bekerja di dunia pariwisata pun berdatangan. Salah satunya bekerja di sebuah Casino di Marina Bay, Singapura. Tugasnya sebagai casino dealer atau bandar.

 

“Saya jadi bandar judi di casino itu. Saya jalani selama tiga tahun sampai tahun 2013. Setelah tiga tahun di Singapura, saya memilih pulang ke Bali,” cerita pria 33 tahun ini saat.

 

Selama setahun berada di Bali, dia kembali bekerja di sektor pariwisata. Pada tahun 2014 dia merantau lagi. Kali ini menjadi pekerja migran di luar negeri. Tepatnya di Kapal Pesiar Carnival Cruise Line.

 

Bekerja di kapal pesiar merupakan pekerjaan yang banyak diidam-idamkan banyak orang. Selain bisa mendapat penghasilan besar untuk mengangkat ekonomi keluarga, juga bisa jalan-jalan ke luar negeri gratis.

Baca Juga:  Pandemi Belum Berlalu, Ini Harapan Gavin Kwan Adsit untuk Liga 1

 

“Saat ditawari kerja di kapal pesiar, saya langsung terima,” sebutnya.

 

Bekerja pertama kali di kapal pesiar tugas di bagian dishwasher. Yakni pencuci piring. Hal tersebut dilakukan setiap hari dan harus mencuci piring mencapai ribuan setiap harinya.

 

“Waktu itu saya digaji 550 dollar per bulan. Sekitar Rp 7-8 jutaan jika diuangkan dalam bentuk rupiah,” ungkapnya.

 

Kemudian di tahun kedua kembali ia berangkat. Posisinya bukan pencuci piring lagi. Naik sebagai asisten waitress. Tentu saja, pendapatannya pun meningkat. Dengan posisi tersebut, ia meraup sekitar Rp 20 juta setiap bulannya.

 

“Kondisi terus didapat sampai awal tahun 2020. Kerja di kapal pesiar memang menjanjikan,” ucap bapak dua anak ini.

 

Namun petaka datang, ketika akhir tahun 2019 pandemi Covid-19 mewabah ke seluruh dunia termasuk masuk ke Indonesia pada Maret 2020. Hal ini menyebabkan sektor pariwisata ambruk, termasuk kapal pesiar karena tidak ada passenger (tamu). Lolik pun harus pulang ke Bali di bulan Maret 2020. (bersambung)


Artikel Terkait

Most Read


Artikel Terbaru