29.8 C
Denpasar
Saturday, June 3, 2023

Kepesertaan BPJS PBI Diblokir Pemerintah, Akhirnya Ikut BPJS Mandiri

Sebagai petani, penghasilan Dewa Nyoman Oka Yadna pas-pasan. Dengan kondisi istri harus cuci darah, dia pun harus merogoh kocek lebih dalam untuk membayar BPJS kesehatan dari jalur mandiri. Sebab, kepesertaan dari jalur PBI (penerima bantuan iur) dicabut pemerintah.

JULIADI, Tabanan

 

DEWA Nyoman Oka Yadna, 55, berkisah sang istri memiliki penyakit ginjal mulanya dengan kaki bengkak sejak tahun 2012. Sehingga setiap kali ke dokter harus suntik asam urat.

“Awalnya saya kira penyakit biasa atau asam urat. Setelah dicek lab medis ternyata fungsi ginjal menurun. Semenjak itulah saya menemani istri cuci darah,” kata Dewa Nyoman Oka Yadna saat ditemui di Kantor Humas Pemkab Tabanan, Selasa (4/1).

 

Sejak itu lah, Dewa Nyoman Oka Yadna harus kuat mendampingi sang istri, Jero Nyoman Yasa, 56, yang sakit ginjal. Ia harus menemani dan mengantar sang istri seminggu dua kali menjalani hemodialisa atau cuci darah di RSUD Tabanan.

 

Setiap punya agenda mengantar istri ke RSUD Buleleng, Dewa Nyoman Oka Yadna bercerita, dia harus menyiapkan buah-buahan yang akan dijual di sela menunggu istri menjalani terapi cuci darah.

Baca Juga:  Pohon Besar Tumbang Timpa Sekolah, Pembersihan Lanjut Hari Ini

 

“Buah-buah yang saya jual sebagian besar hasil perkebunan di desa,” katanya.

 

Ketika buah-buahan siap, dia memasukkan ke karung dan ditaruh di tengah sepeda motor bebeknya. Kemudian membonceng sang istri meluncur dari Bongancina ke Tabanan.

 

“Saya bawa buah pakai karung ke kota. Sambil bonceng istri saya,” tutur dia.

 

Sampai di RSUD Tabanan, dia membawa menunggu antrean. Jadwal hemodialisa dari pukul 13.00 sampai pukul 18.00 Wita. Tak mau buang-buang waktu hanya sekadar menunggu istri berjam-jam menjalani hemodialisa di RSUD Tabanan. Dia berkeliling membawa karung berisi buah yang dijual di sejumlah kantor pemerintahan di Tabanan.

 

Bukan hanya kuat mengantar dari Desa Bongancina, Kecamatan Busungbiu, Kabupaten Buleleng ke RSUD Tabanan di Kabupaten  Tabanan yang jaraknya sekitar 50 kilometer. Dia juga harus mencari penghasilan yang cukup untuk membiayai hidup, dan khususnya membayar iuran jaminan kesehatan melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dari jalur mandiri.

Baca Juga:  Gegara Ketapang-Lembar, 13 Perusahaan Kapal di Padangbai Hengkang

 

Memang, kendati masuk dalam keluarga miskin, karena bekerja sebagai petani, Oka mengaku menjalani cuci darah menggunakan BPJS kesehatan dari jalur mandiri. Maka, Dewa Oka pun harus merogoh Rp110 ribu per bulan per anggota. Yakni untuk membayar iuran BPJS istri, dia dan anaknya. Sebab, kepesertaan BPJS dari jalur penerima bantuan iur (PBI) dicabut pemerintah. 

 

“Dululunya memang istri saya masuk BPJS program pemerintah PBI dari APBN, namun mendadak BPJS KIS (Kartu Indonesia Sehat)-nya diblokir. Dari itulah saya gunakan BPJS mandiri kelas II,” terangnya.

 

Meski sudah 9 tahun menemani istrinya mencuci darah. Oka menyatakan tak pernah ada rasa lelah dan menyerah.

 

“Saya bersyukur istri masih diberikan hidup sampai saat ini, kendati dia tak boleh lelah dan capek. Saya Ikhlas menjalani,” pungkasnya. (habis)

Baca juga: Sembilan Tahun Antarkan Istri Cuci Darah, Dewa Oka Sambil Jualan Buah (Tulisan 1)



Sebagai petani, penghasilan Dewa Nyoman Oka Yadna pas-pasan. Dengan kondisi istri harus cuci darah, dia pun harus merogoh kocek lebih dalam untuk membayar BPJS kesehatan dari jalur mandiri. Sebab, kepesertaan dari jalur PBI (penerima bantuan iur) dicabut pemerintah.

JULIADI, Tabanan

 

DEWA Nyoman Oka Yadna, 55, berkisah sang istri memiliki penyakit ginjal mulanya dengan kaki bengkak sejak tahun 2012. Sehingga setiap kali ke dokter harus suntik asam urat.

“Awalnya saya kira penyakit biasa atau asam urat. Setelah dicek lab medis ternyata fungsi ginjal menurun. Semenjak itulah saya menemani istri cuci darah,” kata Dewa Nyoman Oka Yadna saat ditemui di Kantor Humas Pemkab Tabanan, Selasa (4/1).

 

Sejak itu lah, Dewa Nyoman Oka Yadna harus kuat mendampingi sang istri, Jero Nyoman Yasa, 56, yang sakit ginjal. Ia harus menemani dan mengantar sang istri seminggu dua kali menjalani hemodialisa atau cuci darah di RSUD Tabanan.

 

Setiap punya agenda mengantar istri ke RSUD Buleleng, Dewa Nyoman Oka Yadna bercerita, dia harus menyiapkan buah-buahan yang akan dijual di sela menunggu istri menjalani terapi cuci darah.

Baca Juga:  Rombongan Pengantin yang Tewas Tabrakan di Munduk Tak Pakai Helm

 

“Buah-buah yang saya jual sebagian besar hasil perkebunan di desa,” katanya.

 

Ketika buah-buahan siap, dia memasukkan ke karung dan ditaruh di tengah sepeda motor bebeknya. Kemudian membonceng sang istri meluncur dari Bongancina ke Tabanan.

 

“Saya bawa buah pakai karung ke kota. Sambil bonceng istri saya,” tutur dia.

 

Sampai di RSUD Tabanan, dia membawa menunggu antrean. Jadwal hemodialisa dari pukul 13.00 sampai pukul 18.00 Wita. Tak mau buang-buang waktu hanya sekadar menunggu istri berjam-jam menjalani hemodialisa di RSUD Tabanan. Dia berkeliling membawa karung berisi buah yang dijual di sejumlah kantor pemerintahan di Tabanan.

 

Bukan hanya kuat mengantar dari Desa Bongancina, Kecamatan Busungbiu, Kabupaten Buleleng ke RSUD Tabanan di Kabupaten  Tabanan yang jaraknya sekitar 50 kilometer. Dia juga harus mencari penghasilan yang cukup untuk membiayai hidup, dan khususnya membayar iuran jaminan kesehatan melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dari jalur mandiri.

Baca Juga:  Gegara Ketapang-Lembar, 13 Perusahaan Kapal di Padangbai Hengkang

 

Memang, kendati masuk dalam keluarga miskin, karena bekerja sebagai petani, Oka mengaku menjalani cuci darah menggunakan BPJS kesehatan dari jalur mandiri. Maka, Dewa Oka pun harus merogoh Rp110 ribu per bulan per anggota. Yakni untuk membayar iuran BPJS istri, dia dan anaknya. Sebab, kepesertaan BPJS dari jalur penerima bantuan iur (PBI) dicabut pemerintah. 

 

“Dululunya memang istri saya masuk BPJS program pemerintah PBI dari APBN, namun mendadak BPJS KIS (Kartu Indonesia Sehat)-nya diblokir. Dari itulah saya gunakan BPJS mandiri kelas II,” terangnya.

 

Meski sudah 9 tahun menemani istrinya mencuci darah. Oka menyatakan tak pernah ada rasa lelah dan menyerah.

 

“Saya bersyukur istri masih diberikan hidup sampai saat ini, kendati dia tak boleh lelah dan capek. Saya Ikhlas menjalani,” pungkasnya. (habis)

Baca juga: Sembilan Tahun Antarkan Istri Cuci Darah, Dewa Oka Sambil Jualan Buah (Tulisan 1)


Artikel Terkait

Most Read

Artikel Terbaru