GIANYAR-Setelah dijatuhi 4 tahun penjara dalam kasus penipuan dan penggelapan dengan korban putri Arab Saudi, Princess Lolowah binti Faisal, ibu dan anak Eka Augusta Herriyani dan Evie Marindo Christina kembali menjalani sidang putusan pada kasus yang sama. Namun, dengan dakwaan berbeda.

Pada sidang putusan kali ini terkait dengan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Pada sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Gianyar, kedua terdakwa dijatuhi hukuman 19 tahun penjara atas kasus yang membuat putri kerajaan Arab Saudi Princess Lolowah binti Faisal itu merugi lebih dari setengah triliun.
Sidang yang berlangsung pada Kamis (19/1) itu, vonis Hakim sama dengan tuntutan oleh jaksa penuntut umum, Putu Gede Sumariartha Swara serta Julius Anthony. “Selanjutnya terhadap barang bukti nomor 1 sampai dengan 590 (foto copy document) tetap terlampir dalam berkas perkara (sama dengan tuntutan JPU) dan barang bukti nomor 591 sampai dengan 637, dikembalikan kepada saksi korban Princess Lolowah binti Faisal melalui PT. Eastern Kayan,” kata Kasi Intel Kejari Gianyar, Gede Ancana, Sabtu (21/1)
Dijelaskannya, dalam pembacaan putusan tersebut terhadap barang bukti terdapat perbedaan antara surat tuntutan dengan putusan. Dalam surat tuntutan ada dua SHM (sertifikat hak milik) yang dikembalikan kepada saksi-saksi lainnya dikarenakan diperoleh dari hasil lelang. Sedangkan dalam putusan, seluruh barang bukti yang bernilai ekonomis dikembalikan kepada saksi korban Princess Lolwah.
Atas putusan tersebut baik JPU (Jaksa Penuntut Umum) Kejaksaan Negeri Gianyar maupun Kuasa Hukum Terdakwa menyatakan masih pikir-pikir untuk mengajukan upaya hukum banding.
Sebelumnya diberitakan, korban mengalami kerugian kurang lebih Rp512 miliar dari kasus ini. Itu bermula saat adanya kerjasama bisnis antara korban dan kedua pelaku. Selanjutnya Princess Lolowah binti Faisal mengirimkan uang sebesar USD 36.106.574,84 atau sebesar Rp 505.492.047.760 mulai 27 April 2011 hingga 16 September 2018 ke pelaku untuk pembangunan vila di Gianyar. Namun hingga 2018, villa yang dijanjikan kepada korban tak sesuai dengan kesepakatan. Dia lalu meminta bantuan jasa dari sebuah kantor jasa penilai publik melakukan pengecekan langsung ke lokasi. Benar saja, ternyata hasilnya kondisi bangunan tidak sesuai dengan kesepakatan harga.
Didapatkan nilai bangunan vila tidak sesuai dengan yang dijanjikan. Padahal korban sudah mentransfer uang ratusan miliar kepada para pelaku. Kasus itu lalu berlanjut dan bergulir hingga di pengadilan. Kini keduanya divonis penjara.