NEGARA, Radar Bali.id –Â Dinas Kesehatan Jembrana akhirnya menyediakan serum antirabies (SAR) untuk mengantisipasi terjadinya kasus gigitan positif rabies di areal risiko tinggi. Karena sebelumnya, saat terjadi gigitan risiko tinggi menggunakan SAR dari Provinsi Bali.
Kepala bidang pencegahan dan pengendalian penyakit dinas kesehatan Jembrana I Gede Ambara Putra menjelaskan, pengadaan SAR untuk tahun ini sebanyak 22 vial. Selain itu, ada juga pengadaan vaksin antirabies (VAR) sebanyak 5500 vial. “SAR digunakan untuk kasus gigitan tertentu,” jelasnya.
Penyuntikan SAR untuk korban gigitan rabies, tidak bisa disuntikkan serta merata pada setiap kasus gigitan positif rabies. Hanya pada kasus gigitan yang sangat berisiko, misalnya disekitar wajah. “Penyuntikan SAR untuk kasus gigitan multi shock, sangat berisiko,” jelasnya.
Menurutnya, dalam penanganan korban gigitan rabies, ketika dilakukan penyuntikan SAR begitu disuntik maka sistem imun langsung muncul. Makanya harus disuntikkan kepada korban dengan risiko tinggi. Kalau var suntikan, secara teor dalam sistem imun muncul satu Minggu kemudian, sedangkan kuman masih di lokal gigitan.
Meskipun sudah disuntik SAR sekali tetap disuntik VAR secara bertahap kepada korban gigitan risiko tinggi. “Pokoknya sekarang kita aman, tidak akan sampai kekurangan SAR maupun VAR,” tegasnya.
Ambara menjelaskan, kasus gigitan hewan penular rabies di Jembrana dari Januari hingga saat ini sebanyak 643 kasus, penggunaan VAR sebanyak 1088 dosis. Dari jumlah kasus gigitan HPR tersebut, sebanyak 18 positif dengan korban gigitan HPR positif sebanyak 47 orang.
Ketika terjadi kasus gigitan HPR, terutama anjing, terpenting adalah penanganan sesuai SOP. Pertama mencuci bekas gigitan dengan sabun, meskipun bekas gigitan tidak ada luka. Meskipun korban gigitan mengaku sudah dicuci, pihaknya menekankan pada faskes untuk mencuci lagi untuk mengantisipasi cara mencuci korban tidak benar.
Setelah itu langsung dilakukan penyuntikan VAR dan SAR jika lokasi gigitan pada areal Reiko tinggi. “Intinya warga tidak abai. Ketika digigit langsung cuci dengan sabun dan lapor ke faskes terdekat agar korban mendapat penanganan dan anjing yang menggigit bisa ditangani,” tegasnya.
Terpisah, Kepala Bidang Keswan-Kesmavet pada Dinas Pertanian dan Pangan Jembrana I Wayan Widarsa mengatakan, dalam penanganan rabies dilakukan dengan vaksinasi terhadap HPR. Saat ini dari total estimasi populasi 46243 ekor, yang sudah divaksin sebanyak 15.252 ekor atau 32,98 persen. “Selain vaksinasi Kamis menekankan KIE ke sekolah, perbekel dan Bendesa,” jelasnya.
Pihaknya bersama Dinas Kesehatan menekankan kepada sekolah untuk selalu waspada dengan rabies. Khusus kepada perbekel dan Bendesa adat, didorong membuat aturan yang secara spesifik mengatur mengenai HPR untuk antisipasi rabies.
Misalnya desa adat membuat perarem atau awig-awig yang mengatur mengenai hewan peliharaan terutama HPR. “Tidak ada larangan memiliki HPR, tetapi harus ikuti prosedur dengan suntik VAR rutin dan tidak melepasiarkan untuk mencegah rabies,” tegasnya. [m.basir/radar bali]