Puri Agung Negara bernilai sejarah dan sebagai salah satu objek yang diduga cagar budaya (ODCB) di Jembrana. Kediaman Gubernur Bali pertama yang berada di Kelurahan Banjar Tengah, Kecamatan Negara, ini ternyata tak banyak yang mengenalnya. Sebagian kalangan anak muda bahkan ada yang mengira setra atau kuburan. Karena terlihat sepi dan pohon beringin besar di halaman.
 ADANYA fakta ini seperti diungkapkan Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jembrana, Anak Agung Komang Sapta Negara. Kepala dinas yang juga keluarga Puri Agung Negara ini, menceritakan sempat mengundang sejumlah pelajar SMA untuk berkunjung ke Puri Agung Negara beberapa waktu lalu untuk mengenalkan Puri Agung Negara.
Saat itu, salah satu siswa lalu ditanya, apa yang dipikirkan sebelum masuk Puri Agung Negara? Jawaban siswa membuat tercengang, karena mengira Puri Agung Negara sebagai kuburan.
Jawaban lugu dari siswa itu tidak dipermasalahkan, karena memang terdapat pohon beringin besar di depan dan pohon beringin identik dengan kuburan. “Setelah siswa masuk, mereka kaget. Ternyata ada bangunan bangunan kuno, serta banyak peninggalan bersejarah di dalam puri,” ungkapnya.
Menurutnya, bangunan Puri Agung Negara, salah satu dari 1.095 benda ODCB yang terdata dalam enam bulan terakhir atau sejak Sapta menjabat sebagai kepala dinas pariwisata dan kebudayaan Jembrana. “Kami membuka ruang kepada masyarakat, memperkenalkan bahwa Puri Agung Negara, merupakan salah satu rumah sejarah,” ujarnya.
Puri Agung Negara adalah kediaman dari Gubernur Bali pertama, Anak Agung Bagus Sutedja, menjabat periode tahun 1950 – 1958. Zaman Bung Karno.
Saat ini, Anak Agung Bagus Gde Hari Sutedja menjadi Pengelingsir Puri Agung Negara, merupakan kesepakatan dari keluarga besar Sutedja setelah meninggalnya pengelingsir Anak Agung Gde Agung Benny Sutedja yang wafat pada hari Jumat 4 Oktober 2019.
Sebagai keluarga dan sebagai birokrat membuka ruang bagi masyarakat sebagai pembelajaran sejarah. Sebagai bukti sejarah berupa bangunan, sejumlah peninggalan bersejarah masih tersimpan dalam puri, ada ribuan dokumen berupa foto sejak jaman kerjaan hingga jaman kemerdekaan.
Sapta menyebut, masih ada sekitar seribu lembar lebih foto ada dalam peti yang belum dipajang. Nantinya, jika sudah ada tempat untuk memajang foto, akan memajang semua foto yang ada. “Cuma kota terbatas pemajangannya, sekitar 50 foto yang dipajang,” ujarnya.
Selain Puri Agung Negara, masih ada 1095 ODJB. Terbagi ada situs, benda, bangunan, struktur dan kawasan. Pendataan ODJB setelah menjabat kepala dinas, tersebar di seluruh kecamatan di Jembrana, kecuali Kecamatan Pekutatan tidak ada data ODJB yang inventarisasi. Dari total 1095 ODJB terbanyak terkait benda.
Tahun 2022 yang diusulkan untuk ditetapkan sebagai cagar budaya oleh tim cagar budaya Provinsi adalah museum manusia purba Gilimanuk. Pengusulan melalui surat keputusan bupati Jembrana.
“Proses untuk menetapkan museum manusia purba Gilimanuk perlu makan waktu setahun. Karena perbaikan dokumen dan kelengkapan lain, sehingga sudah dinyatakan lengkap dan landasan kuat sehingga bisa dibuatkan SK Bupati,” terangnya.
Tahun 2023 ini, diusulkan dua bangunan menjadi cagar budaya. Bangunan gereja yang berada di Desa Blimbingsari dan Gereja Palasari, Desa Ekasari, Kecamatan Melaya, diusulkan menjadi cagar budaya. Hal tersebut karena dinilai telah memenuhi kriteria untuk dijadikan cagar budaya.
Usulan penetapan suatu situs untuk dijadikan cagar budaya, telah diatur dalam peraturan perundang-undangan. UU Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. “Syarat jadi cagar budaya minimal 50 tahun,
Kendalanya, saat ini Jembrana tidak memiliki tim cagar budaya. Sehingga, harus meminta bantuan dari tim cagar budaya Provinsi Bali untuk melakukan identifikasi cagar budaya di Jembrana.
“Kebetulan saya pernah di provinsi sebagai sekretaris kebudayaan, meminta bantuan dari tim cagar budaya provinsi untuk mendata cagar budaya yang ada di Jembrana. Ke depan kami upayakan agar Jembrana memiliki tim cagar budaya sendiri,” tandasnya. [m.basir/radar bali]