AMLAPURA- Satpol PP memastikan akan terus melakukan sidak ke beberapa warga yang masih memproduksi arak gula di Karangasem. Selain mengancam keberlangsungan pelaku usaha arak tradisional, juga dianggap mematikan usaha arak tradisional lantaran arak gula dijual terlalu murah.
Hal itu diakui oleh produsen arak tradisional asal Desa Kebung, Kecamatan Sidemen, I Kadek Kicen. Dampak yang dirasakan pelaku udaha arak tradisional di Sidemen akibat peredaran arak gula yang semakin masif membuat ia dan beberapa produsen arak tradisional keteteran.
Produk arak tradisionalnya tak laku akibat konsumen lebih memilih arak gula lantaran harganya yang terlampau murah. “Untuk bahan tuak saja kami harus membeli dengan harga Rp 10 ribu per liter. Sementara kalau arak gula yang sudah jadi dijual Rp 10 ribu. Bagaimana kami bisa bersaing secara harga,” ungkapnya saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon, Jumat (27/1).
Ongkos produksi untuk membuat arak tradisional diakui cukup mahal. Sehingga harga jualnya pun disesuaikan agar produsen arak tradisional bisa mendapat untung. Untuk 80 liter tuak sebagai bahan dasar arak, setelah disuling hanya menghasilkan 15 liter arak dengan kadar alkohol 40 persen. Sebelum produk arak gula beredar massif, Ia bisa menjual arak tradisional seharga Rp 20 ribu untuk ukuran 600 mili. “Gara-gara arak gula lebih murah. Supaya produk arak saya bisa laku, saya dan beberapa perajin lainnya sampai harus menurunkan harga menjadi Rp 15 ribu per botol 600 mili,” kata Kicen.
Dengan adanya Pergub dan juga penetapan hari arak tradisional oleh Gubernur Bali Wayan Koster, sebagai pelaku usaha arak tradisional rumahan ia berharap kondisi ini bisa diselesaikan. Karena ketika ini dibiarkan berlarut-larut akan mengancam pelaku usaha arak tradisional di desanya. “Jujur ini cukup meresahkan. Kalau seandainya harganya sama, jadi fair persaingannya. Tapi kalau bisa karena arak gula tidak sesuai pergub ini kan bisa dicarikan solusi,” tandasnya. (zul)