28.7 C
Denpasar
Tuesday, June 6, 2023

Sepekan Sempat Tutup, Pasar Kodok Tabanan Boleh Buka Lagi Sampai Idul Fitri

Setelah selama seminggu pedagang Pasar Kodok penjualan pakaian baju bekas terbesar di Bali menutup dagangan mereka. Ini karena ada penangkapan pengepul pakaian bekas inisial J dan B oleh Polda Bali. Kini dapat kompensasi buka jualan lagi  sampai hari raya Lebaran.

RODA nasib memang sudah berputar lagi. Era jualan baju bekas sudah berakhir. Ini karena adanya kebijakan melarang berjualan pakain bekas impor, karena dianggap mengganggu pasar baju lokal dalam negeri oleh pemerintah.

Namun kini sejak awal Ramadan,  Pasar Kodok, tempat baju bekas mulai membuka usaha kembali. Pantauan Jawa Pos Radar Bali, Selasa (28/3/2023)  di Pasar Kodok Tabanan yang berlokasi di Banjar Dinas Tegal Belodan, Desa Dauh Peken Tabanan.

Sudah ada beberapa dari pedagang yang mulai membuka usaha mereka. Tapi ada juga dari pedagang lainnya belum berani membuka dagangannya. Kendati demikian Pasar Kodok agak sedikit berbeda, tidak seramai biasanya. Kondisi pasar tampak lengang dan sepi. Setiap pengunjung yang masuk pasar dikenakan parkir oleh desa adat setempat.

“Kemarin itu kami bukannya tutup, tapi menutupi diri. Kami tidak ada yang memerintahkan untuk menutup usaha jualan pakaian bekas, lebih kepada inisiatif pedagang saja. Karena adanya situasi yang tidak bagus,” ungkap Bapak Zen salah satu pedagang pakai bekas dan juga pengelola Pasar Kodok, Tabanan, Selasa (28/3/2023).

Selama seminggu tutup justru membuat kondisi ekonomi dari para pedagang pakaian bekas amburadul tidak karuan. Mereka tidak ada pemasukan sama sekali. Karena satu-satu usaha yang dijalani yakni berjualan pakaian bekas.

Baca Juga:  Picu Kemacetan Parah dan Kecelakaan, Polres Tilang Truk Sarat Muatan

“Sekarang ini buka lagi karena ekonomi sudah tidak stabil dari para pedagang. Tidak ada pilihan, jadi kami mulai buka Jumat , (24/3/2023) kemarin,” tutur Zen.

Pria yang sejak 2006 berjualan pakain bekas ini, mengaku pedagang pakain bekas saat ini tidak hanya warga pendatang saja. Melainkan menjadi sebuah usaha dari masyarakat lokal. “Di sini pedagang pakaian bekas campuran kok. Ada Jawa ada, Bali ada dan Madura,” jelasnya.

Zen menyebut kisaran omset penjualan pakaian bekas setiap harinya dari para pedagang yang jumlahnya sekitar 50 orang lebih di pasar kodok Tabanan tidak begitu besar saat ini.

Jauh berbeda dengan sebelum zaman Covid-19. Apalagi kondisi saat ini kurang enak karena ada kebijakan yang melarang berjualan pakain bekas.

“Kalau dulu sebelum ada Covid-19 saya akui putaran uang sampai puluhan juta sehari. Sekarang paling jutaan. Rata-rata pedagang dapat jualan ratusan ribu setiap harinya Rp 150-200 ribu,” ungkapnya.

Disinggung mengapa tidak adanya retribusi masuk ke Pemkab Tabanan? Zen menegaskan sejumlah pedagang di Pasar Kodok Tabanan berjualan bukan menempati tanah atau aset milik Pemkab Tabanan. Tetapi mereka pedagang  menyewa atau mengontrak tanah milik warga. Jadi tidak aset atau lahan pemerintah yang ditempati pedagang di sini.

Baca Juga:  Tabanan Rawan Longsor, Diguyur Hujan, Picu Pohon Tumbang

“Sehingga tidak ada kewajiban dari pedagang menyetor retribusi. Tapi kalau parkirnya dipungut oleh desa adat setempat,” ujarnya.

Para pedagang sejatinya mau saja ditata dan diatur oleh pemerintah. Hanya saja para pedagang baju bekas mulai khawatir soal jangka panjang barang dagangannya.

“Ini masalahnya barang dagangan. Kalau dari para pedagang maunya terus jalan, biar tidak banyak orang yang menganggur,” sebutnya.

Karena Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian dan Perdagangan telah mengeluarkan statemen terbaru. Yakni, kalau pedagang ecer baju bekas boleh berjualan sampai akhir Idul Fitri.

“Setelah Idul Fitri ini gimana nasib kami sebagai pedagang baju bekas eceran? apakah kita harus buka usaha lainnya. Itu kan butuh modal dan butuh dari awal lagi,” jelasnya.

“Memang kami secara undang-undang illegal. Namun di atas undang-undang itu harus ada rasa dan sisi kemanusian. Apalagi ini menyangkut persoalan ekonomi (perut),” sambungnya.

Pihaknya berharap semoga ada solusi dari pemerintah soal bisnis baju bekas. Apakah penjualan pakaian bekas mematikan UMKM penjualan baju produk dalam negeri.

“Saya kira tidaklah. Buktinya sekarang banyak di pinggir jalan produk baju lokal masih terjual. Segmen pasar orang berbeda-beda, pilihan orang membeli baju bekas kan itu pilihan masing-masing tidak bisa dipaksa itu pembeli,” pungkasnya. [juliadi/radar bali]

 



Setelah selama seminggu pedagang Pasar Kodok penjualan pakaian baju bekas terbesar di Bali menutup dagangan mereka. Ini karena ada penangkapan pengepul pakaian bekas inisial J dan B oleh Polda Bali. Kini dapat kompensasi buka jualan lagi  sampai hari raya Lebaran.

RODA nasib memang sudah berputar lagi. Era jualan baju bekas sudah berakhir. Ini karena adanya kebijakan melarang berjualan pakain bekas impor, karena dianggap mengganggu pasar baju lokal dalam negeri oleh pemerintah.

Namun kini sejak awal Ramadan,  Pasar Kodok, tempat baju bekas mulai membuka usaha kembali. Pantauan Jawa Pos Radar Bali, Selasa (28/3/2023)  di Pasar Kodok Tabanan yang berlokasi di Banjar Dinas Tegal Belodan, Desa Dauh Peken Tabanan.

Sudah ada beberapa dari pedagang yang mulai membuka usaha mereka. Tapi ada juga dari pedagang lainnya belum berani membuka dagangannya. Kendati demikian Pasar Kodok agak sedikit berbeda, tidak seramai biasanya. Kondisi pasar tampak lengang dan sepi. Setiap pengunjung yang masuk pasar dikenakan parkir oleh desa adat setempat.

“Kemarin itu kami bukannya tutup, tapi menutupi diri. Kami tidak ada yang memerintahkan untuk menutup usaha jualan pakaian bekas, lebih kepada inisiatif pedagang saja. Karena adanya situasi yang tidak bagus,” ungkap Bapak Zen salah satu pedagang pakai bekas dan juga pengelola Pasar Kodok, Tabanan, Selasa (28/3/2023).

Selama seminggu tutup justru membuat kondisi ekonomi dari para pedagang pakaian bekas amburadul tidak karuan. Mereka tidak ada pemasukan sama sekali. Karena satu-satu usaha yang dijalani yakni berjualan pakaian bekas.

Baca Juga:  Ada Apa ya? Pasar Kodok Baju Bekas Kok Tutup Terus, Disperindag Tabanan: Bukan Ranah Kami!

“Sekarang ini buka lagi karena ekonomi sudah tidak stabil dari para pedagang. Tidak ada pilihan, jadi kami mulai buka Jumat , (24/3/2023) kemarin,” tutur Zen.

Pria yang sejak 2006 berjualan pakain bekas ini, mengaku pedagang pakain bekas saat ini tidak hanya warga pendatang saja. Melainkan menjadi sebuah usaha dari masyarakat lokal. “Di sini pedagang pakaian bekas campuran kok. Ada Jawa ada, Bali ada dan Madura,” jelasnya.

Zen menyebut kisaran omset penjualan pakaian bekas setiap harinya dari para pedagang yang jumlahnya sekitar 50 orang lebih di pasar kodok Tabanan tidak begitu besar saat ini.

Jauh berbeda dengan sebelum zaman Covid-19. Apalagi kondisi saat ini kurang enak karena ada kebijakan yang melarang berjualan pakain bekas.

“Kalau dulu sebelum ada Covid-19 saya akui putaran uang sampai puluhan juta sehari. Sekarang paling jutaan. Rata-rata pedagang dapat jualan ratusan ribu setiap harinya Rp 150-200 ribu,” ungkapnya.

Disinggung mengapa tidak adanya retribusi masuk ke Pemkab Tabanan? Zen menegaskan sejumlah pedagang di Pasar Kodok Tabanan berjualan bukan menempati tanah atau aset milik Pemkab Tabanan. Tetapi mereka pedagang  menyewa atau mengontrak tanah milik warga. Jadi tidak aset atau lahan pemerintah yang ditempati pedagang di sini.

Baca Juga:  Penjualan Pakaian Bekas di Pasar Kodok Menurun, Ini Penyebabnya…

“Sehingga tidak ada kewajiban dari pedagang menyetor retribusi. Tapi kalau parkirnya dipungut oleh desa adat setempat,” ujarnya.

Para pedagang sejatinya mau saja ditata dan diatur oleh pemerintah. Hanya saja para pedagang baju bekas mulai khawatir soal jangka panjang barang dagangannya.

“Ini masalahnya barang dagangan. Kalau dari para pedagang maunya terus jalan, biar tidak banyak orang yang menganggur,” sebutnya.

Karena Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian dan Perdagangan telah mengeluarkan statemen terbaru. Yakni, kalau pedagang ecer baju bekas boleh berjualan sampai akhir Idul Fitri.

“Setelah Idul Fitri ini gimana nasib kami sebagai pedagang baju bekas eceran? apakah kita harus buka usaha lainnya. Itu kan butuh modal dan butuh dari awal lagi,” jelasnya.

“Memang kami secara undang-undang illegal. Namun di atas undang-undang itu harus ada rasa dan sisi kemanusian. Apalagi ini menyangkut persoalan ekonomi (perut),” sambungnya.

Pihaknya berharap semoga ada solusi dari pemerintah soal bisnis baju bekas. Apakah penjualan pakaian bekas mematikan UMKM penjualan baju produk dalam negeri.

“Saya kira tidaklah. Buktinya sekarang banyak di pinggir jalan produk baju lokal masih terjual. Segmen pasar orang berbeda-beda, pilihan orang membeli baju bekas kan itu pilihan masing-masing tidak bisa dipaksa itu pembeli,” pungkasnya. [juliadi/radar bali]

 


Artikel Terkait

Most Read

Artikel Terbaru