Selain peringatan Tahun Baru Caka yang jatuh pada bulan Maret setiap tahun, ada juga perayaan Nyepi dalam lingkup yang berbeda, meskipun esensinya sama. Yakni untuk sebuah perenungan serta momentum penyucian diri manusia dan alam.
SUASANA di Pelabuhan Tribhuana, Desa Kusamba, Klungkung tampak sunyi, Selasa, 11 Oktober 2022. Maklum, saat itu sedang berlangsung Nyepi Segara di Kecamatan Nusa Penida sebagai rangkaian upacara Ngusaba Jagat Nusa yang diselenggarakan, satu tahun sekali, tepatnya sehari setelah purnama kapat.
Bendesa Alit MDA Kecamatan Nusa Penida, I Wayan Sukla mengaku tidak tahu pasti latar belakang atau awal mula adanya tradisi Nyepi Segara, Nusa Penida, yang digelar setiap tahun itu. Meski demikian tradisi itu masih digelar hingga saat ini sebagai bentuk penghormatan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam manifestasinya sebagai Dewa Baruna atau dewa penguasa laut. “Pada purnama kapat adalah puncak Ngusaba Jagat Nusa yang digelar secara bergilir di Pura Penataran Ped dan Pura Batumedawu. Di hari itu, masyarakat Nusa Penida mengaturkan pakelem ke laut untuk memohon tirta amerta kepada Ida Batara Baruna,” terangnya.
Sehari setelah mengaturkan pakelem, barulah Nyepi Segara Nusa Penida dimulai. Mulai pukul 06.00 hingga pukul 06.00 keesokan harinya, segala aktivitas di perairan Nusa Penida ditiadakan, baik itu aktivitas penyeberangan, memancing dan budidaya rumput laut. Tidak hanya aktivitas di tengah laut, aktivitas di pesisir pantai juga dilarang. “Sebab kami meyakini Ida Betara Baruna tengah membuat tirta amerta. Untuk itu segala aktivitas di laut dilarang,” jelasnya.
Meski hanya larangan tanpa sanksi bagi yang melanggar, menurutnya belum ada warga asli Nusa Penida yang berani melanggar tradisi tersebut. Sebab warga lokal Nusa Penida meyakini akan mendapat musibah bila berani beraktivitas di laut saat Nyepi Segara berlangsung. “Dulu warga luar Nusa Penida yang banyak melanggar,” ungkapnya.
Mengingat Nusa Penida sebagai tujuan wisatawan berwisata, dia tengah berupaya mengajukan tradisi Nyepi Segara Nusa Penida ini sebagai agenda tahunan Pemprov Bali. Dengan begitu semakin banyak masyarakat yang tahun dengan tradisi itu. “Agar tidak ada lagi warga atau wisatawan yang sampai mengagendakan berkunjung ke Nusa Penida saat Nyepi Segara berlangsung. Kasihan sudah datang jauh-jauh ingin berkunjung ke Nusa Penida ternyata tidak boleh menyeberang karena ada Nyepi Segara,” tandasnya.
Berdasar beberapa literatur. Nyepi Segara yang jatuh pada Purnama Sasih Kapat atau purnama keempat berdasar penanggalan Bali. Itu sudah dilakukan sejak 1.600 atau saat masa pemerintahan Raja Dalem Waturenggong.
Bahkan, Nyepi Segara dalam beragam program diskusi publik diharapkan untuk bisa terus dilestarikan karena menjadi salah satu bentuk kearifan lokal. Dalam hal menyelamatkan dan memulihkan kondisi biota di perairan. Khususnya di wilayah Nusa Penida. [dewa ayu pitri arisanti/editor : candra gupta/radar bali]