28.7 C
Denpasar
Saturday, June 10, 2023

Pull-Push Bisa Selamatkan “Nyawa” TMD

PENGAMAT transportasi publik dari Universitas Udayana (Unud), Prof. Ir. Putu Alit Suthanaya saat disinggung keseriusan menjalankan program TMD, ia menyebut pemerintah daerah memiliki keterbatasan fiskal untuk mendukung operasional angkutan umum. Karena itu, pemerintah pusat melalui Kementerian Perhubungan hadir dengan skema buy the service.

Hal ini menunjukkan keseriusan pemerintah sesuai amanat Pasal 158 Ayat (1) UU Nomor 22/2009. Namun, faktanya, TMD ini kurang diminati masyarakat. Bagi Prof Alit Suthanaya, terdapat dua strategi yang dapat dijalankan pemerintah, yaitu strategi pull dan push. Strategi pull yaitu untuk menarik minat pengguna. Di antaranya menyediakan armada dengan sistem layanan yang berkualitas, dan memberikan subsidi agar tidak memberatkan pengguna.

“Dari segi kualitas armada sudah sangat baik. Bus ber-AC, tempat duduk yang nyaman, mengakomodasi difabel, low deck, dilengkapi CCTV, serta headway dan jadwal perjalanan yang memadai,” ujarnya saat diwawancara Kamis (16/2) lalu.

Baca Juga:  Liku-Liku Toleransi,Akulturasi Lintas Generasi di Bali(3):Sediakan Makanan Tanpa Daging Sapi

Kemudian, strategi push yaitu untuk mendorong masyarakat menggunakan angkutan umum dan berpindah dari semula menggunakan kendaraan pribadi ke angkutan umum. Menurutnya saat ini strategi yang sudah dijalankan baru tahap pull strategi.

“Namun demikian, dengan kualitas layanan yang sudah semakin baik, pada saat masih gratis pun jumlah penumpang belum sesuai harapan. Terlebih lagi saat sudah berbayar,” imbuhnya.

Hal ini mengindikasikan bahwa strategi pull yang diterapkan masih belum cukup untuk mampu menarik minat masyarakat menggunakan angkutan umum. Karena itu, lanjut dia, strategi pull masih perlu untuk terus ditingkatkan, antara lain dengan menyediakan layanan first mile dan last mile.

Dijelaskan lebih lanjut, permasalahan utama yang perlu diatasi adalah kompetisi reliabilitas, efisiensi, dan kenyamanan antara menggunakan angkutan umum dan kendaraan pribadi.

Baca Juga:  Bincang tentang TMD dengan Ketua MTI Bali: Butuh Jalur Khusus, Percepat Penambahan Koridor

Apakah nasib TMD bisa sama dengan Trans Sarbagita, yakni sama-sama mandek? “Bila tidak ada upaya perbaikan strategi pull dan didukung dengan strategi push, dikhawatirkan akan mengalami nasib yang sama kedepannya,” jawabnya.

Kehadiran transportasi umum seperti TMD dan Sarbagita ini merupakan kewajiban pemerintah untuk menjamin ketersediaan angkutan umum. “Angkutan umum ke depan akan semakin diperlukan, ketika jaringan jalan sudah tidak mampu lagi menampung kendaraan, sedangkan membangun jalan baru sudah tidak memungkinkan,” pungkasnya. [wayan widyantara/radar bali]

 



PENGAMAT transportasi publik dari Universitas Udayana (Unud), Prof. Ir. Putu Alit Suthanaya saat disinggung keseriusan menjalankan program TMD, ia menyebut pemerintah daerah memiliki keterbatasan fiskal untuk mendukung operasional angkutan umum. Karena itu, pemerintah pusat melalui Kementerian Perhubungan hadir dengan skema buy the service.

Hal ini menunjukkan keseriusan pemerintah sesuai amanat Pasal 158 Ayat (1) UU Nomor 22/2009. Namun, faktanya, TMD ini kurang diminati masyarakat. Bagi Prof Alit Suthanaya, terdapat dua strategi yang dapat dijalankan pemerintah, yaitu strategi pull dan push. Strategi pull yaitu untuk menarik minat pengguna. Di antaranya menyediakan armada dengan sistem layanan yang berkualitas, dan memberikan subsidi agar tidak memberatkan pengguna.

“Dari segi kualitas armada sudah sangat baik. Bus ber-AC, tempat duduk yang nyaman, mengakomodasi difabel, low deck, dilengkapi CCTV, serta headway dan jadwal perjalanan yang memadai,” ujarnya saat diwawancara Kamis (16/2) lalu.

Baca Juga:  Ketika Videotron Menjamur di Ruang Terbuka (5): Di Gianyar Belum Punya Target Khusus

Kemudian, strategi push yaitu untuk mendorong masyarakat menggunakan angkutan umum dan berpindah dari semula menggunakan kendaraan pribadi ke angkutan umum. Menurutnya saat ini strategi yang sudah dijalankan baru tahap pull strategi.

“Namun demikian, dengan kualitas layanan yang sudah semakin baik, pada saat masih gratis pun jumlah penumpang belum sesuai harapan. Terlebih lagi saat sudah berbayar,” imbuhnya.

Hal ini mengindikasikan bahwa strategi pull yang diterapkan masih belum cukup untuk mampu menarik minat masyarakat menggunakan angkutan umum. Karena itu, lanjut dia, strategi pull masih perlu untuk terus ditingkatkan, antara lain dengan menyediakan layanan first mile dan last mile.

Dijelaskan lebih lanjut, permasalahan utama yang perlu diatasi adalah kompetisi reliabilitas, efisiensi, dan kenyamanan antara menggunakan angkutan umum dan kendaraan pribadi.

Baca Juga:  Ada Solidaritas Penumpang dengan Sopir

Apakah nasib TMD bisa sama dengan Trans Sarbagita, yakni sama-sama mandek? “Bila tidak ada upaya perbaikan strategi pull dan didukung dengan strategi push, dikhawatirkan akan mengalami nasib yang sama kedepannya,” jawabnya.

Kehadiran transportasi umum seperti TMD dan Sarbagita ini merupakan kewajiban pemerintah untuk menjamin ketersediaan angkutan umum. “Angkutan umum ke depan akan semakin diperlukan, ketika jaringan jalan sudah tidak mampu lagi menampung kendaraan, sedangkan membangun jalan baru sudah tidak memungkinkan,” pungkasnya. [wayan widyantara/radar bali]

 


Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru