Dalam waktu dua bulan saja (Januari – Februari 2023), seribu lebih krama Bali berangkat ke luar negeri menjadi Pekerja Migran Indonesia (PMI) alias Tenaga Kerja Indonesia(TKI). Mereka “berburu hujan emas” di negeri orang untuk mengubah garis hidup. Sebagian sukses, sebagian lagi gagal karena tak bisa mengelola cuan atau keuangan.
PMI dari Bali tergolong istimewa. Bagi PMI perempuan, mereka mahir sebagai spa terapis (Balinese massage). Sementara kaum pria cukup terampil di bar dan restoran, baik di darat maupun di kapal pesiar. Tak heran jika PMI dari Bali banyak menempati sektor hospitality di luar negeri. Terutama di belahan Eropa seperti Italia dan Polandia. Sebagian lagi di Dubai, Turki, Uni Emirat Arab, hingga Maldives (Maladewa).
Berdasar data Balai Pelayanan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI), jumlah PMI dari Bali pada 2022 sebanyak 9.771. Sedangkan dua bulan awal 2023 ini sudah 1.379 orang, sementara data Dinas Tenaga Kerja Provinsi Bali sebanyak 1.290 orang . Kabupaten Buleleng menjadi penyumbang terbanyak PMI Bali.
Kepala BP3MI Bali, Anak Agung Gde Indra Hardiawan, mengatakan PMI asal Bali kebanyakan bekerja di sektor hospitality, seperti kapal pesiar, perhotelan, restoran, dan terapis. Sebagain besar bekerja di Italia, Polandia, Dubai dan Turki, UEA (Uni Emirat Arab). “Ke Italia paling banyak. Kurang lebih sampai 70 persen,” ucap Agung Indra kepada Jawa Pos Radar Bali belum lama ini.
Dijelaskan lebih lanjut, keberadaan PMI dilindungi UU Nomor 18/2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. Pekerja mendapatkan perlindungan hukum dari sebelum bekerja, saat bekerja, dan setelah bekerja. Perlindungan sebelum bekerja salah satunya berhak mendapat pelatihan.
Jika terjadi masalah dengan PMI, pekerja dapat mengontak langsung BP3MI, Dinas Ketenagakerjaan, atau langsung ke KBRI. Kata Agung Indra salah satu fungsi BP3MI memfasilitasi jika PMI terjadi masalah di luar negeri. “Ada beberapa skema jika ada masalah, ada mereka langsung perwakilan di KBRI atau direct menghubungi ke hotline atau Dinas Ketenagkerjaan,” terang pria asal Gianyar itu.
BP3MI juga bertugas menangani pekerja yang bermasalah walaupun keberangkatannya secara ilegal. Agung Indra menyebut tercatat ada tiga kasus PMI non-prosedural pada tahun ini. Sedangkan tahun lalu ada belasan kasus, yang didominasi kasus penipuan agen bodong. Agen yang tidak resmi mengiming-imingkan proses cepat, tapi dipatok dengan harga fantastis. Rata-rata yang tertimpa masalah karena bekerja non-prosedural karena tidak sesuai yang dijanjikan maupun kontrak kerja.“Kasus 2022 lalu ada yang sampai ke meja hijau kasus WNI yang luntang-lantung di Turki sekarang masih persidangan di Pengadilan di Buleleng,” papar pria yang berusia 39 tahun ini.
Minat masyarakat bekerja ke luar negeri sangat tinggi sehingga banyak yang mudah terpengaruh agen-agen tidak resmi. Agen yang legal akan memasang plang dan legalitasnya dari Dinas Ketenagakerjaan serta izin rekrut dari BP3MI. Agen bodong selain menjanjikan berangkat cepat, juga menjanjikan gaji besar. Ciri-ciri lain juga alamatnya tidak jelas sering pindah-pindah kantor.
Selain itu, permasalahan jika PMI meninggal saat bekerja, proses pemulangannya bisa sampai satu bulan. “Yang meninggal susah pulang karena mengurus jenazah di luar negeri tidak semudah seperti di Indonesia,” ucap Agung Indra.
Sesuai dengan Peraturan Gubernur Bali, Warga Bali dilarang bekerja ke luar negeri menjadi pembantu rumah tangga. Masih adanya kasus penipuan dan praktik penyeludupan TKI ilegal, Agung Indra akui kurangnya sosialisasi dan edukasi ke masyarakat. ucapnya. (novi febriani/wayan widyantara/m.basir/editor : maulana sandijaya/radar bali)