26.5 C
Denpasar
Thursday, March 30, 2023

Penyeberangan Fastboat Ditutup, Warga Geruduk DPRD Karangasem

AMLAPURA,radarbali.id – Puluhan warga dari tiga desa di Kecamatan Abang yakni, Culik, Purwakerthi, dan Bunutin mesadu alias menggeruduk ke DPRD Karangasem, Selasa (14/3). Kedatangan warga dari tiga desa yang menggantungkan hidup dari pantai Amed itu mengadu atas penutupan penyebrangan fastboat dari Amed menuju Gili oleh KSOP Padangbai sejak 28 Februari lalu. Penutupan tersebut pun menuai gejolak. Kedatangan mereka diteruma Komisi 3 DPRD Karangasem.

Koordinator rombongan, I Wayan Sentuni Artana mengatakan, dampak penutupan penyebrangan fastboat menuju Gili Terawangan itu sangat luar biasa. Mengingat wisatawan yang datang ke Amed sebagian besar melakukan kunjungan ke Gili Terawangan. “Banyak travel agen itu selain berada di Amed, liburan mereka juga ke Gili. Dan memakai fastboat,” ujarnya.

Sejak dibukanya perjalanan wisata pasca pandemi covid-19, okupansi kamar hotel di Amed meningkat hingga 80 sampai 90 persen. Selain menginap di Amed, Gili Terawangan juga menjadi destinasi lanjutan. “Sejak ditutup, okupansi kamar turun. Sekarang di bawah 50 persen. Adanya penyebrangan fastboat sangat menyumbang keterisian kamar di Amed,” terangnya.

Penutupan penyebrangan fastboat di Amed ini membuat dampak luar biasa bagi pelaku usaha maupun pekerja yang menggantungkan hidup dari geliat wisata di Amed. Terutama tiga desa, yakni Culik, Purwakerthi, dan Bunutin. “Baru dikasi bernafas sebentar, adanya penutupan ini mematikan lagi usaha pariwisata di Amed. Karena dampak turunan dari penutupan itu berimbas ke semua lini,” ucap Artana.

Baca Juga:  Gandeng 100 UKM, Hardys Kembali Beroperasi, Ini Targetnya…

Ada beberapa porter atau pembawa barang menuju fastboat yang saat ini nganggur. Padahal, itu menjadi satu-satunya sumber penghasilan selama ini. Selain itu, puluhan pekerja di fastboat juga mengalami pakrimik akibat kondisi ini. “Dampaknya juga ke hunian hotel, restoran karena sepi tamu,” jelasnya.

Alasan KSOP Padangbai menutup penyebrangan itu lantaran, di Amed tidak memiliki dermaga untuk fastboat. Penutupan itu sendiri, merupakan aturan dari Dierjen Perhubungan Laut. “Tidak sosialisasi juga pada kami. Tiba-tiba ditutup tidak boleh beroperasi karena tidak memiliki dermaga. Kalau itu aturannya, kenapa di tempat lain masih bisa. Kenapa hanya di Amed,” paparnya.

Sementara itu, pengusaha fastboat Amed-Gili Teeawangan, I Wayan Lambeh Arnawa menyesalkan penutupan penyebrangan kapal cepat dari Amed ke Gili Terawangan. Hal ini merupakan pukulan telak bagi pelaku usaha di tengan kondisi pemulihan ekonomi pasca pandemi. “Saya memiliki tiga unit fasboat dengan jumlah 46 karyawan yang menggantungkan hidup kini terdampak akibat penutupan ini,” sebutnya.

Baca Juga:  Pekerja Terdampak Covid-19 Kini Bisa Jualan di Pasar Puaya Sukawati

Sejak pariwisata kembali menggeliat, bahkan sebelum covid-19, cukup banyak wisatawan mancanegara yang memilih Amed sebagai lokasi penyebrangan. Dalam sehari di masa low season saja, terdapat satu kali trip dengan jumlah penumpang yang mencapai 80 orang. Sedangkan saat high season bisa sampai 300 penumpang dengan dua trip. “Saya sudah berusaha koordinasi dengan KSOP Padangbai, tetap keputusannya tidak berubah karena aturan pusat,” imbuhnya.

Sejak ditutup pada 28 Feberuari hingga saat ini, usaha fastboatnya kehilangan pendapatan hingga Rp 150 juta rupiah. “Kami berharap dengan mengadu ke dewan ada solusi terbaik buat kami dan masyarakat. Kami sangat berharap banyak penyebrangan fastboat kembali dibuka,” tandasnya.

Terkait aspirasi masyarakat itu, Komisi 3 DPRD Karangasem sudah melaporkan kepada pimpinan DPRD Karangasem, Bupati Karangasem hingga menjalin koordinasi dengan pihak KSOP Padangbai. “Kami komunikasikan dengan KSOP, Bupati dan Ketua DPRD. Bagaimana agar diupayakan untuk dibuka kembali sebelum dermaga dibangun. Semoga ada kebijakan agar diberikan izin beroperasi lagi,” ucapnya Ketua Komisi 3 DPRD Karangasem, I Wayan Sunarta. (zul/rid)



AMLAPURA,radarbali.id – Puluhan warga dari tiga desa di Kecamatan Abang yakni, Culik, Purwakerthi, dan Bunutin mesadu alias menggeruduk ke DPRD Karangasem, Selasa (14/3). Kedatangan warga dari tiga desa yang menggantungkan hidup dari pantai Amed itu mengadu atas penutupan penyebrangan fastboat dari Amed menuju Gili oleh KSOP Padangbai sejak 28 Februari lalu. Penutupan tersebut pun menuai gejolak. Kedatangan mereka diteruma Komisi 3 DPRD Karangasem.

Koordinator rombongan, I Wayan Sentuni Artana mengatakan, dampak penutupan penyebrangan fastboat menuju Gili Terawangan itu sangat luar biasa. Mengingat wisatawan yang datang ke Amed sebagian besar melakukan kunjungan ke Gili Terawangan. “Banyak travel agen itu selain berada di Amed, liburan mereka juga ke Gili. Dan memakai fastboat,” ujarnya.

Sejak dibukanya perjalanan wisata pasca pandemi covid-19, okupansi kamar hotel di Amed meningkat hingga 80 sampai 90 persen. Selain menginap di Amed, Gili Terawangan juga menjadi destinasi lanjutan. “Sejak ditutup, okupansi kamar turun. Sekarang di bawah 50 persen. Adanya penyebrangan fastboat sangat menyumbang keterisian kamar di Amed,” terangnya.

Penutupan penyebrangan fastboat di Amed ini membuat dampak luar biasa bagi pelaku usaha maupun pekerja yang menggantungkan hidup dari geliat wisata di Amed. Terutama tiga desa, yakni Culik, Purwakerthi, dan Bunutin. “Baru dikasi bernafas sebentar, adanya penutupan ini mematikan lagi usaha pariwisata di Amed. Karena dampak turunan dari penutupan itu berimbas ke semua lini,” ucap Artana.

Baca Juga:  Selain Entrepreneur, Miliki Jiwa Pemasaran

Ada beberapa porter atau pembawa barang menuju fastboat yang saat ini nganggur. Padahal, itu menjadi satu-satunya sumber penghasilan selama ini. Selain itu, puluhan pekerja di fastboat juga mengalami pakrimik akibat kondisi ini. “Dampaknya juga ke hunian hotel, restoran karena sepi tamu,” jelasnya.

Alasan KSOP Padangbai menutup penyebrangan itu lantaran, di Amed tidak memiliki dermaga untuk fastboat. Penutupan itu sendiri, merupakan aturan dari Dierjen Perhubungan Laut. “Tidak sosialisasi juga pada kami. Tiba-tiba ditutup tidak boleh beroperasi karena tidak memiliki dermaga. Kalau itu aturannya, kenapa di tempat lain masih bisa. Kenapa hanya di Amed,” paparnya.

Sementara itu, pengusaha fastboat Amed-Gili Teeawangan, I Wayan Lambeh Arnawa menyesalkan penutupan penyebrangan kapal cepat dari Amed ke Gili Terawangan. Hal ini merupakan pukulan telak bagi pelaku usaha di tengan kondisi pemulihan ekonomi pasca pandemi. “Saya memiliki tiga unit fasboat dengan jumlah 46 karyawan yang menggantungkan hidup kini terdampak akibat penutupan ini,” sebutnya.

Baca Juga:  Airlangga: Dubai Expo 2020 Panggung Indonesia untuk Dunia

Sejak pariwisata kembali menggeliat, bahkan sebelum covid-19, cukup banyak wisatawan mancanegara yang memilih Amed sebagai lokasi penyebrangan. Dalam sehari di masa low season saja, terdapat satu kali trip dengan jumlah penumpang yang mencapai 80 orang. Sedangkan saat high season bisa sampai 300 penumpang dengan dua trip. “Saya sudah berusaha koordinasi dengan KSOP Padangbai, tetap keputusannya tidak berubah karena aturan pusat,” imbuhnya.

Sejak ditutup pada 28 Feberuari hingga saat ini, usaha fastboatnya kehilangan pendapatan hingga Rp 150 juta rupiah. “Kami berharap dengan mengadu ke dewan ada solusi terbaik buat kami dan masyarakat. Kami sangat berharap banyak penyebrangan fastboat kembali dibuka,” tandasnya.

Terkait aspirasi masyarakat itu, Komisi 3 DPRD Karangasem sudah melaporkan kepada pimpinan DPRD Karangasem, Bupati Karangasem hingga menjalin koordinasi dengan pihak KSOP Padangbai. “Kami komunikasikan dengan KSOP, Bupati dan Ketua DPRD. Bagaimana agar diupayakan untuk dibuka kembali sebelum dermaga dibangun. Semoga ada kebijakan agar diberikan izin beroperasi lagi,” ucapnya Ketua Komisi 3 DPRD Karangasem, I Wayan Sunarta. (zul/rid)


Artikel Terkait

Most Read


Artikel Terbaru