DENPASAR – Saat ini pengusaha kebanyakan menolak kenaikan upah berdasarkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan yang diteken pada 16 November lalu. Alasannya inflasi 2023, membuat Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bali tidak sepakat kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) Bali Tahun 2023 sekitar 7,81 persen atau Rp 196.701. Padahal kebijakan perhitungan UMP tersebut didapat dari Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker ) Nomor 18 tahun 2022 tentang Penetapan Upah Minimum 2023.
Ketua DPP Apindo Bali, Nengah Nurlaba, mengatakan bahwa pada 14 November 2022 lalu sudah dibahas di Dinas Ketenagakerjaan Provinsi Bali dengan Dewan Pengupahan, untuk memakai Peraturan Pemerintah (PP) 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.
Lalu akhirnya Tanggal 24 November kembali diturunkan menggunakan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) , yaitu Permenaker Nomor 18 Tahun 2022 menetapkan kenaikan upah 10 persen. “ Ini dari Apindo juga memang ada instruksi dari Apindo kalau memakai Permenaker Nomor 18 nike (itu) Apindo tidak setuju,” ucapnya saat dikonfirmasi kemarin (25/11).
Alasan Apindo menolak tidak menandatangi hasil UMP, lantaran prediksi 2023 akan terjadi resesi. Oleh karena itu tetap mengikuti arahan Apindo pusat agar tetap menyerukan untuk penetapan UMP tetap memakai PP 36 Tahun 2021.
“Seperti apa yang dikatakan pemerintah, ataupun badan perekonomian dunia, di Tahun 2023 yang mana diperkirakan perekonomian ini baik di Indonesia maupun global itu kena suatu kesulitan seperti resesi global,” imbuhnya.
Ia mengambil contoh banyak terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) seperti perusahaan Mitra Prodin, lebih dari 6 ribu tenaga kerjanya telah dirumahkan alasanya kegiatan ekspor pada Mitra Prodin baik ekspor ke Eropa maupun ke Amerika itu turun hingga 50 persen. “Ini satu contohlah. Semoga tahun 2023 ini tidak ada apa yang diprediksi. Ini alasan dari Apindo,” pungkasnya.
Seperti diketahui sudah diputuskan oleh Dewan Pengupahan Provinsi kenaikan UMP di Bali hanya sebanyak 3,38 persen atau jika dirupiahkan sejumlah kurang lebih Rp. 2,6 Juta pada 14 November lalu. Namun saat ini naik menjadi 7,81 persen dan jika dirupiahkan menjadi Rp 2,7 juta.
“Apa yang sudah menjadi ukuran atau undang-undang itu yang dijadikan pedoman. Karena bagi dunia usaha, harus ada kepastian itu,” ujarnya. (ni kadek novi febriani /radar bali)