27.6 C
Denpasar
Friday, March 31, 2023

BPR Lestari Dilaporkan ke Mabes Polri, Korban Puluhan Orang, OJK Diminta Tidak Diam

DENPASAR, radarbali.id – Bisnis perbankan acap ngeri-ngeri sedap. Salah pengelolaan dan main-main bisa berakibat fatal. Buktinya, Direktur Utama Bank BPR Lestari, Pribadi Budiono dilaporkan ke Mabes Polri oleh salah satu dari 25 orang nasabah, yakni Khie Sin, 64. Laporan dengan nomor LP/B/0612/X/2022/SPKT/BARESKRIM POLRI tanggal 25 Oktober 2022 itu dilakukan atas dugaan tindak pidana kejahatan perbankan yang merugikan pelapor miliaran rupiah.

Kepada Jawa Pos Radar Bali dan radarbali.id,  Khie Sin didampingi kuasa hukum, Matheus Ramses kepada wartawan di Denpasar menjelaskan, dugaan tindak pidana kejahatan perbankan itu terjadi berawal dari korban mengajukan kredit pada 2015 sebesar Rp 15 miliar.  Pinjaman tersrbut terdiri dari Rp 13 Miliar pinjaman pokok dan Rp 2 Miliar cicilan.

Pinjaman senilai belasan miliaran itu jatuh tempo pada 2025 mendatang. Selanjutnya pada 24 April 2017 pelapor kembali mengajukan kredit lagi sebesar Rp 3,6 miliaar dengan jaminan satu sertifikat tanah. Kejanggalan mulai terlihat di sini. Setelah uang cair, tanpa sepengetahuannya, uang tersebut langsung dipotong untuk membayar cicilan pinjaman Rp2 miliar yang tersisa Rp1,7 miliar sebelumnya.

Diungkapkan pula, pinjaman Rp3,6 miliar itu  dipakai modal kerja. Sedangkan utang Rp2 miliar itu, yang bersangkutan lancar bayar cicilan. “Kenapa dilunasi dengan cara seperti ini ? Saya pinjam uang 3,6 miliar itu saya jaminkan dua sertifikat tanah,” kata  Khie Sin, di Denpasar, Minggu 12 Maret 2023.

Kejanggalan berikutnya terjadi pada 9 Maret 2018. Yang bersangkutan diadendum tanpa sepengetahuan sebesar Rp 1 M. Pada adendum itu tercantum untuk modal kerja. “Pada hari itu juga uang cair. Anehnya, uang langsung dipotong Bank BPR Lestari. Sisa di rekening saya sebesar Rp336.339,” bebernya.

Belum kapok dengan dua kejanggalan di atas, pada 29 Maret 2019 lelaki tersebut mengajukan pinjaman lagi sebesar Rp 1,150 Miliar dengan menjaminkan dua sertifikat tanah. Pinjaman ini untuk modal kerja. Pada hari itu uang cair. Namun lagi-lagi dipotong oleh Bank Lestari tanpa alasan yang jelas.

Baca Juga:  Luncurkan Undian Hujan Emas 2021, Nasabah Bisa Dapat Emas Tiap Hari

“Uang miliaran rupiah itu hanya tersisa Rp13 juta. Saya pinjam untuk modal usaha kenapa uangnya dia yang pakai?,” kilah Khie dengan nada kesal ssembari berharap OJK bisa turun tangan.  Akibat dari ini semua, bunga pinjamannya membengkak. Pembayaran tersendat-sendat dan berujung peringatan dari Bank BPR Lestari.

Pada 28 Juni 2019 pelapor diundang ke bank dan diadendum lagi. Tanpa disadari, diberi tambahan pinjaman Rp 2,5 miliar.  “Aneh, saya tidak mengajukan pinjaman. Dan lebih aneh lagi tambahan pinjaman sebesar itu tanpa ada jaminan,” kisahnya. Tanpa disadari, pinjaman pokok ditambah Rp2,5 miliar.

Dan semua uang itu dipakai BPR Lestari. Dikatakan, bagaimana dikasih pinjaman lagi, padahal utang sebelumnya dibayar secara tersendat-sendat. “Ini jebakan atau apa? Saya sudah berkali kali melakukan komplin langsung kepada direktur tapi tidak ada jawaban memuaskan,” lanjutnya. Merasa dirugikan dengan kejadian ini akhirnya korban lapor ke Mabes Polri.

Akibat modus BPR Lestari seperti itu, Khie mengaku mengalami Kerugian sekitar Rp32 miliar. Kerugian sebesar itu dari sejumlah sertifikat tanah. Aset tanah itu sebagian sudah dilelang oleh BPR Lestari tanpa penetapan pengadilan. “Sudah ada empat aset yang dilelang. Uang lelang  saya tidak dapat sepeserpun,” katanya.

Dugaan kasus serupa juga dialami oleh I Made Sutrisna, Wahono Hisbuntoro, Kristy Dewi, dan puluhan lainnya yang semuanya sekitar 52 orang nasabah. Puluhan nasabah ini telah mengambil langkah hukum dengan melaporkan ke kepolisian. Mereka berharap agar aparat kepolisian segera mengambil langkah tegas.

Salah seorang korban lainnya bernama Kristy Dewi yang mengaku pada tahun 2019 mengajukan kredit di BPR Lestari sebesar Rp750 juta. Akibat Covid-19 pada 2020 pembayaran utang  tersendat.

Baca Juga:  BPR Lestari Menginisiasi Gugatan di Mahkamah Konstitusi

Korban ke BPR untuk mengajukan relaksasi. Ternyata di sana tidak ada program itu, yang ada adalah top up. Tak ada pilihan korban mau top up. Uang top up itu masuk ke rekening namun dananya tidak bisa diambil, tetapi digunakan untuk bayar bunga dan cicilan pinjaman yang tak sanggup bayar tersebut.

Setelah dana top up itu habis maka harus top up lagi sampai ke empat dan dananya tidak bisa diambil. To up pertama sebesar Rp 80 juta, kedua Rp 160 juta, ketiga Rp 244 juta, dan keempat Rp 330 juta. Top up tetapi tidak terima uang. Dalam perjanjian kredit itu modal usaha. Artinya kita dikasi modal untuk berusaha.

“Bukannya kita dibantu malah dijebak. Bunga pinjaman saya terus membengkak. Uang top up masuk ke rekening tetapi tidak bisa diambil,” ungkap kata Ketut Suwirja kerabat Kristy Dewi. Kuasa Hukum Khie Sin mengatakan, pihaknya sangat siap dengan laporan klien ke Mabes Polri.

Dikatakan, semua berkas dan dokumen (bukti) sudah ditangan Mabes Polri. Saat ini tinggal menunggu gelar perkara saja. Pihaknya terus mendorong dan mempercayai polisi agar membuka tuntas kasus yang merugikan puluhan nasabah.
Apakah ada upaya damai?

Pria asal Maluku Ambon ini mengatakan ruang damai dan negosiasi selalu ada. “Damai dan negosiasi bisa dilakukan dan terbuka. Dimana dan kapan silahkan saja. Sepanjang tidak merugikan klien kami,” pungkasnya. Sementara Robert Khuana yang sebelumnya Kuasa Hukum BPR Lestari saat dikonfirmasi terkait laporan ini, enggan berspekulask lebih jauh.

Ia mengatakan, belum mendengar adanya laporan itu. “Untuk hal itu saya belum diinformasikan dan membahas tentang kuasa karena kuasa yang lalu hanya terbatas beberapa nasabah dan sudah selesai melalui damai,” kata Robert Khuana dalam pesan singkatnya. (dre/rid)



DENPASAR, radarbali.id – Bisnis perbankan acap ngeri-ngeri sedap. Salah pengelolaan dan main-main bisa berakibat fatal. Buktinya, Direktur Utama Bank BPR Lestari, Pribadi Budiono dilaporkan ke Mabes Polri oleh salah satu dari 25 orang nasabah, yakni Khie Sin, 64. Laporan dengan nomor LP/B/0612/X/2022/SPKT/BARESKRIM POLRI tanggal 25 Oktober 2022 itu dilakukan atas dugaan tindak pidana kejahatan perbankan yang merugikan pelapor miliaran rupiah.

Kepada Jawa Pos Radar Bali dan radarbali.id,  Khie Sin didampingi kuasa hukum, Matheus Ramses kepada wartawan di Denpasar menjelaskan, dugaan tindak pidana kejahatan perbankan itu terjadi berawal dari korban mengajukan kredit pada 2015 sebesar Rp 15 miliar.  Pinjaman tersrbut terdiri dari Rp 13 Miliar pinjaman pokok dan Rp 2 Miliar cicilan.

Pinjaman senilai belasan miliaran itu jatuh tempo pada 2025 mendatang. Selanjutnya pada 24 April 2017 pelapor kembali mengajukan kredit lagi sebesar Rp 3,6 miliaar dengan jaminan satu sertifikat tanah. Kejanggalan mulai terlihat di sini. Setelah uang cair, tanpa sepengetahuannya, uang tersebut langsung dipotong untuk membayar cicilan pinjaman Rp2 miliar yang tersisa Rp1,7 miliar sebelumnya.

Diungkapkan pula, pinjaman Rp3,6 miliar itu  dipakai modal kerja. Sedangkan utang Rp2 miliar itu, yang bersangkutan lancar bayar cicilan. “Kenapa dilunasi dengan cara seperti ini ? Saya pinjam uang 3,6 miliar itu saya jaminkan dua sertifikat tanah,” kata  Khie Sin, di Denpasar, Minggu 12 Maret 2023.

Kejanggalan berikutnya terjadi pada 9 Maret 2018. Yang bersangkutan diadendum tanpa sepengetahuan sebesar Rp 1 M. Pada adendum itu tercantum untuk modal kerja. “Pada hari itu juga uang cair. Anehnya, uang langsung dipotong Bank BPR Lestari. Sisa di rekening saya sebesar Rp336.339,” bebernya.

Belum kapok dengan dua kejanggalan di atas, pada 29 Maret 2019 lelaki tersebut mengajukan pinjaman lagi sebesar Rp 1,150 Miliar dengan menjaminkan dua sertifikat tanah. Pinjaman ini untuk modal kerja. Pada hari itu uang cair. Namun lagi-lagi dipotong oleh Bank Lestari tanpa alasan yang jelas.

Baca Juga:  Luncurkan Undian Hujan Emas 2021, Nasabah Bisa Dapat Emas Tiap Hari

“Uang miliaran rupiah itu hanya tersisa Rp13 juta. Saya pinjam untuk modal usaha kenapa uangnya dia yang pakai?,” kilah Khie dengan nada kesal ssembari berharap OJK bisa turun tangan.  Akibat dari ini semua, bunga pinjamannya membengkak. Pembayaran tersendat-sendat dan berujung peringatan dari Bank BPR Lestari.

Pada 28 Juni 2019 pelapor diundang ke bank dan diadendum lagi. Tanpa disadari, diberi tambahan pinjaman Rp 2,5 miliar.  “Aneh, saya tidak mengajukan pinjaman. Dan lebih aneh lagi tambahan pinjaman sebesar itu tanpa ada jaminan,” kisahnya. Tanpa disadari, pinjaman pokok ditambah Rp2,5 miliar.

Dan semua uang itu dipakai BPR Lestari. Dikatakan, bagaimana dikasih pinjaman lagi, padahal utang sebelumnya dibayar secara tersendat-sendat. “Ini jebakan atau apa? Saya sudah berkali kali melakukan komplin langsung kepada direktur tapi tidak ada jawaban memuaskan,” lanjutnya. Merasa dirugikan dengan kejadian ini akhirnya korban lapor ke Mabes Polri.

Akibat modus BPR Lestari seperti itu, Khie mengaku mengalami Kerugian sekitar Rp32 miliar. Kerugian sebesar itu dari sejumlah sertifikat tanah. Aset tanah itu sebagian sudah dilelang oleh BPR Lestari tanpa penetapan pengadilan. “Sudah ada empat aset yang dilelang. Uang lelang  saya tidak dapat sepeserpun,” katanya.

Dugaan kasus serupa juga dialami oleh I Made Sutrisna, Wahono Hisbuntoro, Kristy Dewi, dan puluhan lainnya yang semuanya sekitar 52 orang nasabah. Puluhan nasabah ini telah mengambil langkah hukum dengan melaporkan ke kepolisian. Mereka berharap agar aparat kepolisian segera mengambil langkah tegas.

Salah seorang korban lainnya bernama Kristy Dewi yang mengaku pada tahun 2019 mengajukan kredit di BPR Lestari sebesar Rp750 juta. Akibat Covid-19 pada 2020 pembayaran utang  tersendat.

Baca Juga:  Rotary Serahkan Award kepada Alex P Chandra selaku Founder BPR Lestari

Korban ke BPR untuk mengajukan relaksasi. Ternyata di sana tidak ada program itu, yang ada adalah top up. Tak ada pilihan korban mau top up. Uang top up itu masuk ke rekening namun dananya tidak bisa diambil, tetapi digunakan untuk bayar bunga dan cicilan pinjaman yang tak sanggup bayar tersebut.

Setelah dana top up itu habis maka harus top up lagi sampai ke empat dan dananya tidak bisa diambil. To up pertama sebesar Rp 80 juta, kedua Rp 160 juta, ketiga Rp 244 juta, dan keempat Rp 330 juta. Top up tetapi tidak terima uang. Dalam perjanjian kredit itu modal usaha. Artinya kita dikasi modal untuk berusaha.

“Bukannya kita dibantu malah dijebak. Bunga pinjaman saya terus membengkak. Uang top up masuk ke rekening tetapi tidak bisa diambil,” ungkap kata Ketut Suwirja kerabat Kristy Dewi. Kuasa Hukum Khie Sin mengatakan, pihaknya sangat siap dengan laporan klien ke Mabes Polri.

Dikatakan, semua berkas dan dokumen (bukti) sudah ditangan Mabes Polri. Saat ini tinggal menunggu gelar perkara saja. Pihaknya terus mendorong dan mempercayai polisi agar membuka tuntas kasus yang merugikan puluhan nasabah.
Apakah ada upaya damai?

Pria asal Maluku Ambon ini mengatakan ruang damai dan negosiasi selalu ada. “Damai dan negosiasi bisa dilakukan dan terbuka. Dimana dan kapan silahkan saja. Sepanjang tidak merugikan klien kami,” pungkasnya. Sementara Robert Khuana yang sebelumnya Kuasa Hukum BPR Lestari saat dikonfirmasi terkait laporan ini, enggan berspekulask lebih jauh.

Ia mengatakan, belum mendengar adanya laporan itu. “Untuk hal itu saya belum diinformasikan dan membahas tentang kuasa karena kuasa yang lalu hanya terbatas beberapa nasabah dan sudah selesai melalui damai,” kata Robert Khuana dalam pesan singkatnya. (dre/rid)


Artikel Terkait

Most Read


Artikel Terbaru