27.6 C
Denpasar
Friday, March 31, 2023

Ogoh-ogoh Dibuat dari Kardus, Milik ST. Dharma Garghita: Tema Kemarahan Bumi

Ogoh-ogoh ST. Dharma Gargitha, Banjar Suwung Batan Kendal, Desa Adat Sesetan, Denpasar Selatan menggambarkan kemarahan bumi. Bahan yang digunakan 85 persen kardus.

MENGANGKAT tema Amurkaning Pertiwi bermakna kemarahan bumi. Disimbolkan dengan dua bentuk.  Bagian atas binatang  macan, badak,  orang utan  dan di bawahnya kura-kura. I Wayan Pasek Ristawan, konseptor ogoh-ogoh  menjelaskan kemarahan bumi yang dimaksud bisa karena ulah manusia dan juga alamiah seperti gempa bumi yang divisualisasikan dua bagian. Bagian atas  binatang yang dilindungi dan di bawah mitologi gempa bumi. Macan , orang utan dan badak sebagai gambaran imajinatif adalah hewan yang dilindungi, jika manusia tidak dapat menjaga kesimbangan alam hingga hewan-hewan ini terganggu. Kemudian, kura-kura dalam mitologi orang Bali bernama Bedawang Nala yang menggambarkan gempa bumi.

Pembuatannya 100 persen dari bahan ramah lingkungan. Kardus yang didapat berasal dari pasar swalayan yang berada di wilayah Suwung Batan Kendal. Penggunaan kardus dari instalasi sampai penyelesaiannya . Pasek akui ada kerumitan menggunakan kardus dibandingkan koran. “Kardus banyak di sini (Suwung Batan Kendal, Red)  bahan sekitar lingkungan.  Habis kami minta lagi,” terangnya.

Baca Juga:  STT Acarya Perkasa dengan Ogoh-ogoh Terbaru Ramah Lingkungan:Pewarna Berbahan Getah dan Dedaunan

Bentuk kardus simetris tidak ada melengkung dan pembuatannya tidak menggunakan clay  atau adonan tanah liat. “ Kemudian plaster diminimalisir  dan  hanya sedikit menggunakan koran. Yang relevan sekarang logika karena orang sudah tidak baca lagi bentuk fisiknya,” ucapnya.

Sebelum membuat ogoh-ogoh ini, Pasek melakukan penelitian kecil-kecil untuk mencari ide dengan melihat ogoh-ogoh  yang sudah ada sebelumnya. Itu dilakukan  karena juga mengikuti kompetisi. Menurut Pasek, ide ini tidak murni dia temukan  tapi juga  mengadopsi dari yang lain.

Pembuatannya memakan waktu dua bulan lebih.  Dari tanggal 17 Januari sampai 9 Maret ini harus sudah selesai.  “Dua bulan kurang lah kami buatnya,” terangnya. Selain menggunakan kardus, ST Dharma Gargitha juga memakai kulit kayu,serabut kelapa,  pelepah pisang, kulit telur,   ketan hitam  dan serbuk kayu  untuk finishing .

Pesan yang disampaikan dari ogoh-ogoh ini merefleksikan manusia hidup di bumi supaya terus  menjaga alam. “Item yang diatas. Alam  itu bisa rusak selain ulah manusia seperti menebang pohon, merusak hutan, air, tanah dan sebagainya menganggu ekosistem yang ada. Digambarkan dengan macan, orang utan, dan badak.” Selain itu, kemarahan yang natural misalkan, gempa bumi,  gunung meletus makanya  mengambil tema Amurkaning Pertiwi secara global,” ucapnya.

Baca Juga:  Keren! Ogoh-Ogoh Nyi Bunti di Peliatan, Ubud, Ini Memakai Bahan Sabut,Kulit Jagung,Akar Bawang

Biaya yang dikeluarkan membuat ogoh-ogoh sebesar Rp 25 juta. Menurutnya lebih irit karena orang yang membuat dari banjar setempat memiliki kompetensi. Dari 25 juta, biaya yang paling besar pada mesin sekitar Rp 10 juta. Orang yang mengurusi mesin sekaa teruna Banjar Suwung Batan Kendal. “Biasanya ongkos besar kan. Ini  tidak, tidak ada dari luar (teknisinya,red)” ujarnya.

Pasek menambahkan,  dia menyoroti kritikan tentang biaya ogoh-ogoh yang tidak sedikit. Baginya, besaran dana tiap-tiap sekaa teruna berbeda-beda sehingga hasilnya pun berbeda. Ia ingin dalam penilaian ogoh-ogoh mengenai bahan dan anggaran masuk dalam penilaian. “Harus fair  misalkan dikasih tanah satu kilogram ayo berusaha dengan bahan dan buat sekreatif mungkin dengan bahan yang diberikan,” tukasnya. (Ni Kadek Novi Febriani/rid)

 



Ogoh-ogoh ST. Dharma Gargitha, Banjar Suwung Batan Kendal, Desa Adat Sesetan, Denpasar Selatan menggambarkan kemarahan bumi. Bahan yang digunakan 85 persen kardus.

MENGANGKAT tema Amurkaning Pertiwi bermakna kemarahan bumi. Disimbolkan dengan dua bentuk.  Bagian atas binatang  macan, badak,  orang utan  dan di bawahnya kura-kura. I Wayan Pasek Ristawan, konseptor ogoh-ogoh  menjelaskan kemarahan bumi yang dimaksud bisa karena ulah manusia dan juga alamiah seperti gempa bumi yang divisualisasikan dua bagian. Bagian atas  binatang yang dilindungi dan di bawah mitologi gempa bumi. Macan , orang utan dan badak sebagai gambaran imajinatif adalah hewan yang dilindungi, jika manusia tidak dapat menjaga kesimbangan alam hingga hewan-hewan ini terganggu. Kemudian, kura-kura dalam mitologi orang Bali bernama Bedawang Nala yang menggambarkan gempa bumi.

Pembuatannya 100 persen dari bahan ramah lingkungan. Kardus yang didapat berasal dari pasar swalayan yang berada di wilayah Suwung Batan Kendal. Penggunaan kardus dari instalasi sampai penyelesaiannya . Pasek akui ada kerumitan menggunakan kardus dibandingkan koran. “Kardus banyak di sini (Suwung Batan Kendal, Red)  bahan sekitar lingkungan.  Habis kami minta lagi,” terangnya.

Baca Juga:  Karya Ogoh-ogoh Banjar Tainsiat Masih Jadi Magnet Nilai Seni

Bentuk kardus simetris tidak ada melengkung dan pembuatannya tidak menggunakan clay  atau adonan tanah liat. “ Kemudian plaster diminimalisir  dan  hanya sedikit menggunakan koran. Yang relevan sekarang logika karena orang sudah tidak baca lagi bentuk fisiknya,” ucapnya.

Sebelum membuat ogoh-ogoh ini, Pasek melakukan penelitian kecil-kecil untuk mencari ide dengan melihat ogoh-ogoh  yang sudah ada sebelumnya. Itu dilakukan  karena juga mengikuti kompetisi. Menurut Pasek, ide ini tidak murni dia temukan  tapi juga  mengadopsi dari yang lain.

Pembuatannya memakan waktu dua bulan lebih.  Dari tanggal 17 Januari sampai 9 Maret ini harus sudah selesai.  “Dua bulan kurang lah kami buatnya,” terangnya. Selain menggunakan kardus, ST Dharma Gargitha juga memakai kulit kayu,serabut kelapa,  pelepah pisang, kulit telur,   ketan hitam  dan serbuk kayu  untuk finishing .

Pesan yang disampaikan dari ogoh-ogoh ini merefleksikan manusia hidup di bumi supaya terus  menjaga alam. “Item yang diatas. Alam  itu bisa rusak selain ulah manusia seperti menebang pohon, merusak hutan, air, tanah dan sebagainya menganggu ekosistem yang ada. Digambarkan dengan macan, orang utan, dan badak.” Selain itu, kemarahan yang natural misalkan, gempa bumi,  gunung meletus makanya  mengambil tema Amurkaning Pertiwi secara global,” ucapnya.

Baca Juga:  Keren! Ogoh-Ogoh Nyi Bunti di Peliatan, Ubud, Ini Memakai Bahan Sabut,Kulit Jagung,Akar Bawang

Biaya yang dikeluarkan membuat ogoh-ogoh sebesar Rp 25 juta. Menurutnya lebih irit karena orang yang membuat dari banjar setempat memiliki kompetensi. Dari 25 juta, biaya yang paling besar pada mesin sekitar Rp 10 juta. Orang yang mengurusi mesin sekaa teruna Banjar Suwung Batan Kendal. “Biasanya ongkos besar kan. Ini  tidak, tidak ada dari luar (teknisinya,red)” ujarnya.

Pasek menambahkan,  dia menyoroti kritikan tentang biaya ogoh-ogoh yang tidak sedikit. Baginya, besaran dana tiap-tiap sekaa teruna berbeda-beda sehingga hasilnya pun berbeda. Ia ingin dalam penilaian ogoh-ogoh mengenai bahan dan anggaran masuk dalam penilaian. “Harus fair  misalkan dikasih tanah satu kilogram ayo berusaha dengan bahan dan buat sekreatif mungkin dengan bahan yang diberikan,” tukasnya. (Ni Kadek Novi Febriani/rid)

 


Artikel Terkait

Most Read


Artikel Terbaru