PENERAPAN pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat benar-benar sangat berdampak berat bagi nasib wong cilik alias rakyat kecil.
Terlebih bagi mereka yang harus mengais rezeki harian. Tutupnya sejumlah perkantoran, objek wisata dan minimnya aktivitas masyarakat membuat mereka kelimpungan.
IB INDRA PRASETYA, Gianyar
SALAH satunya seperti yang dialami dan dirasakan pedagang es krama Bali Made Mardika.
Warga asal Banjar Roban, Kelurahan Bitra, Kecamatan Gianyar, ini mengaku sangat berat dengan adanya PPKM Darurat
Sepinya sejumlah perkantoran akibat dampak pemberlakuan penerapan Work from Home (WFH) membuat omzet jualan hariannya anjlok.
“Kantor-kantor sepi karena PPKM Darurat. Sedikit yang kerja, jadi nggak ada yang beli,” ujar Mardika, Rabu (7/7).
Bahkan akibat sepinya perkantoran, Mardika mengaku, dari sejak pagi hingga siang, sekitar pukul 13.30 WITA, dagangan esnya hanya laku separo termos saja.
“Dari tadi keliling masuk kantor, sepi. Ini baru segini laku,” ujarnya menunjukkan termos tempat es yang masih separo.
Padahal biasanya, meski dalam situasi pandemi, hingga siang ia sudah habis dua termos es.
“Kalau biasanya sampai dua termos saja jualan. Begitu habis, saya pulang, ambil stok es, terus keliling lagi,” ungkapnya.
Bahkan, dulu sebelum ada wabah corona, dia bisa jualan sampai tiga termos dalam sehari.
Satu es roti yang diisi selai stroberi, es krim nangka, dan toping susu cair dihargai Rp5 ribu.
Namun sejak pandemi Covid, satu termos dia bisa memperoleh pemasukan kasar Rp300 ribu hingga Rp350 ribu sehari.
“Kalau dua termos, bisa dapat Rp500 ribu hingga Rp600 ribuan. Kalau siang ini, belum kembali modal,” ungkapnya.
Mardika yang sudah lama jualan juga punya langganan di kantor pemerintah. “Ada dinas yang sengaja manggil saya. Banyak orang berkelas (pejabat, red) yang beli es saya,” jelasnya.
Untungnya meski sepi, dagangannya masih bisa disimpan dalam freezer bila tak laku.
“Memang saya pilih es. Kalau tidak laku, masuk freezer. Kalau makanan kan basi?,” imbuhnya.
Hampir senasib dengan Mardika, kondisi serupa juga dialami pedagang bakso keliling, Erik.
Pedagang bakso dengan ciri khas gerobak warna hijau ini biasa mangkal di sejumlah dinas di Kabupaten Gianyar, Polres dan di Kantor BPN Gianyar.
“Sekarang ini cuma nyediakan daging 1, 5 kilogram saja. Ini sudah sedikit sekali,” ujar pria asal Jawa Timur itu.
Menurutnya, dengan harga bakso Rp 10 ribu semangkok berisi ketupat, telor, dan tahu goreng. Kini, dia hanya memperoleh omzet di bawah Rp 150 ribuan sehari.
“Kalau sebelum Covid sepuluh kilo daging. Pas covid turun delapan kilo, lima kilo. Sekarang satu setengah kilo saja sudah bersyukur,” pungkasnya.