Persoalan lama yang kembali mencuat. Kedatangan wisatawan Warga Negara Asing (WNA) selain memberikan banyak manfaat juga ada mudaratnya. Mereka melakukan pelanggaran, diantaranya dari berkendara tidak mengenakan helm dan melanggar, pelanggaran izin tinggal dan mengambil porsi pekerjaan warga lokal.
BALI sebagai tempat tujuan wisata dunia memiliki alam yang indah dan budaya masih terjaga sehingga menjadi daya tarik masyarakat dunia. Ibaratkan “perempuan cantik” banyak yang mengejar dan mencari. Namun, di satu sisi menyisakan permasalahan yang saat ini sedang dipergunjingkan. Bagaimana tidak, warga negara asing (WNA) yang liburan ke Bali banyak berulah dan melanggar aturan. Seperti tidak taat saat berkendara, berkedok liburan padahal bekerja sampai melakukan tindakan melanggar hukum. Bahkan mereka mengambil porsi pekerjaan orang lokal, dengan menyewakan kendaraan ke sesama orang asing.
“Bayangkan orang lokal sewa motor, punya motor, harus ada surat-surat dan bayar pajak. Sedangkan mereka menyewakan lagi ke sesama warganya mereka dengan mengandalkan bahasa. Mereka akan lebih memilih kaumnya karena rasa Nasionalisme yang kuat meski harga mahal,” ucap Ni Luh Djelantik, Warga Bali yang terus menyuarakan pelanggaran WNA saat dihubungi, kemarin (8/3/2023).
Akhirnya, Ni Luh Djelantik dapat menyuarakan kegelisahannya selama ini pada pertemuan formal tidak hanya teriak-teriak di media sosial. Pertemuan yang diinisiasi Kantor Staf Presiden mengundang pemangku kepentingan, diantaranya: Dirjen Imigrasi,; Dinas Pariwisata Provinsi Bali; perwakilan Polda Bali, dan Tim Pengawasan Orang Asing, Minggu lalu. Pembahasan dalam pertemuan tersebut penataan pariwisata Bali, terlebih ula para WNA kebablasan yang justru merusak citra pariwisata.
Para WNA ini diharapkan menjadi sumber perekonomian masyarakat justru para WNA malah ikut menjadikan Bali sumber mengais rezeki. Pekerjaan sama dengan Warga Negara Indonesia (WNI), diantaranya menyewakan motor, mengajarkan surfing, menyewakan rumah, bahkan jualan bahan pokok. Tak segan-segan para WNA ini sampai promosi di media sosial. “Kemarin ada kelas orgasme. kebayang tidak di pulau Bali injak canang saja bilang maaf, jatuh saja harus mecaru. Tapi, ini terang-terangan di tempat publik melaksanakan orgasme massal siapa yang mengatur,” terang Pengusaha sepatu ini. “Jangan sampai ke Bali mau healing malah jadi maling,” sentilnya.
Pelanggaran WNA dari hal remeh temeh sampai tindak pidana. Lebih lanjut, Niluh mengatakan awalnya tidak ada niatan suudzon mengatakan orang-orang yang memiliki usaha di Bali sampai mempromosikan di media sosial itu melanggar. Ni Luh menghubungi mereka satu per satu melalui pesan di media sosial. Niatnya supaya mereka bisa menginspirasi karena bisa membuka usaha di Bali. Namun, ketika dihubungi justru menghilang dan tidak merespons.
Bukan bermaksud menjelekkan untuk merusak citra pariwisata, Niluh ingin wisatawan asing menaati aturan yang ada. Bali memiliki harga diri, jangan mau diinjak begitu saja. Warga negara Indonesia (WNI) melanggar ada lembaga yang menindak seperti Satpol PP, kalau berbuat kriminal ada polisi yang menindak tetapi WNA melanggar siapa yang menindak? Niluh berharap ada aturan yang tegas bagi WNA yang bekerja di Bali, entah jadi fotografer maupun pemandu wisata.
Disinggung apakah ini dampak dari bebas visa? Niluh menyebut dampak negatifnya lebih banyak dibandingkan hal positifnya karena kebijakan itu. Tujuan pemerintah mendatangkan jutaan orang asing ke Indonesia tercapai, tapi tidak semua berkualitas. Sebagian besar banyak yang melanggar. Kebanyakan yang melanggar dari warga Rusia atau Ukraina. Menurut Niluh dikarenakan kedua negara itu sedang berkonflik, menurut Niluh seharusnya pemerintah membatasi kedatangan dari negara yang berkonflik seperti orang Rusia atau Ukraina, bila perlu menutup keran masuknya warga dari dua negara tersebut.
Di tempat terpisah, Prof dr Wimpie Pangkahila, selaku Klinisi dan Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Udayana mengatakan sebetulnya isu praktik kesehatan ilegal WNA ini sudah lama terjadi di Bali bahkan sebelum pandemi Covid-19. Ada yang menawarkan jasa ozon terapi. “Saya tulis (keluh kesah teman seprofesinya). Jadi beberapa teman itu dapat laporan dari pasiennya,” ucapnya.
Ketahuannya karena yang menjadi pasien adalah orang lokal, ia bertanya dengan dokter dan setelah dilakukan pengecekan diduga WNA tersebut membuka praktik ilegal karena membuka praktik di villa. Parahnya lagi ternyata mereka mempromosikan praktik kesehatan ilegalnya di media sosial Instagram milik mereka. “Wah jumlahnya susah karena ilegal. Yang terakhir bikin saya kesal dan harus nulis waktu baca di media sosial itu iklannya, menawarkan ozon terapi. Itukan salah satu cara pengobatan yang sebetulnya tak bisa seenaknya menawarkan seperti itu,’ imbuhnya.
Sementara itu, diwawancarai dengan Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi (Kesbangpol) Provinsi Bali, I Gusti Ngurah Wiryanata mengatakan untuk data pelanggaran WNA leading sektor adalah Kantor Wilayah Hukum dan HAM (Imigrasi). Data di Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Ngurah Rai pada 1 Juli sampai 15 Desember 2022, WNA yang memiliki izin tinggal terbatas (ITAS) 6382, izin tinggal tetap (ITAP) 209, dan yang dideportasi 46 orang. Sementara itu, data Kantor Imigrasi Kelas I Denpasar, jumlah ITAS 5661, ITAP 374, dan jumlah yang dideportasi 28 orang.
Wiryanata mengatakan ada satu WNA yang mengantongi kartu identitas Penduduk (KTP) Denpasar, diduga mendapatkan KTP dengan cara tidak sah. Identitasnya di KTP tidak sama dengan paspornya. Dalam paspor bernama Mohamed Zghaib berasal dari Suriah, tetapi di KTP bernama Agung Nizar Santoso dengan NIK 5171010905900006 tinggal di Jalan Kerta Dalem Sari IV No.19, Sekar Kangin, Sidakarya, Denpasar Selatan. Tim operasi gabungan menyerahkan ke pihak kepolisian karena orang asing tersebut diduga melakukan tindakan pidana umum yaitu memiliki KTP WNI yang didapat secara tidak sah.
“Keterangan dari yang bersangkutan memang benar KTP WNI tersebut milik yang bersangkutan sehingga tim melakukan STP (Surat Tanda Penerimaan) kepada yang bersangkutan dan meminta yang bersangkutan datang ke Kantor Imigrasi Kelas 1 TPI Denpasar untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut karena adanya indikasi/dugaan yang tidak menaati peraturan perundang-undangan,” ucap Wiryanata. (ni kadek novi febriani/rid)