Keluarga Nia Marlinda hanya bisa mengikhlaskan anaknya, cucu dan menantunya yang mendahuluinya meninggal dunia. Jasad tak bisa ia lihat untuk yang terakhir kali karena sudah dimakamkan Kamis 9 Februari pukul 09.30 waktu setempat.
KABUT duka masih menyelimuti Sukarmin dan Bidayati Rahmat Zaelani, orang tua (alm) Nia Marlinda, di Denpasar utara (10/2/2023). Ayah dan bunda alm ini berusaha tegar dan ikhlas kehilangan anaknya yang kedua, serta cucu dan menantu yang menjadi korban gempa di Turki Senin, (6/2/2023) lalu. Gempa dahsyat itu memporakporandakan Turki. Nia Marlinda menikah dengan Pria Turki, dan memiliki anak laki-laki berusia satu tahun. Mereka ditemukan meninggal dunia karena tertimbun reruntuhan.
Bidayati yang masih bisa menyambut para awak media ke kediamannya di Jalan Nangka Permai, Gang Drupadi Jumat kemarin (10/2). Ia menuturkan saat mengetahui ada gempa besar di Turki, dia sedang berada di dalam bus saat dia sedang diperjalanan dari Bali ke Jombang, Jawa Timur.
Dengan perasaan gelisah dan cemas, dIa memastikan di daerah mana saja gempa terjadi. Ia menghubungi anak sulungnya yang kini di Italia. Tidak sampai disana, dia membuka peta lokasi gempa di Turki, dan benar wilayah tempat tinggal anaknya berwarna merah yang berarti merupakan titik gempa. Tubuhnya langsung lemas. “Kalau untuk berita gempa saya pas mau ke Jombang disitulah saya dapat kabar. Kebetulan kakak ipar yang telepon dan mengabarkan ada gempa di Turki dia belum sebut pusat kota gempa karena dia tahu anak saya nikahnya kesana lalu disana saya buka facebook akhirnya disana liat peta ternyata di Kota Kahramanmaras dan kota itu tempat anak saya tinggal lalu perasaan tidak ena,” ucapnya.
Bidayati tak berhenti disana, dia menghubungi Kedutaan Besar Republik Indonesi di Ankara, Turki (KBRI) mengirimkan data-data anaknya serta surat pernikahan anaknya. Selain itu, dia masuk di grup Warga Negara Indonesia (WNI) yang tinggal di Turki. Ia mencoba menunggu kabar, karena KBRI belum bisa memberikan informasi karena semua akses di Turki terputus, dari komunikasi dan transportasi.
Lalu keesokan harinya Selasa, 7 Februari, Bidayati mendapat kabar dari KBRI bahwa anak, cucu dan menantunya sudah ketemu, tapi dalam keadaan sudah meninggal dunia, ” Lalu saya ditelepon  oleh KBRI mengatakan anak, menantu sudah ditemukan tapi nah itu tapi yang buat deg-degan apakah selamat apa enggak ternyata mereka sudah meninggal,” ucap Perempuan asal Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) ini.
Lalu dia menghubungi KBRI tanggal 8 Februari, sempat bertanya apakah jenazahnya dapat dipulangkan ke Indonesia? KBRI menjawab bisa namun memakan waktu lama sekitar satu minggu. Oleh karena itu, keluarga mengikhlaskan almarhumah dimakamkan di Kahramanmaras, Turki karena berdasarkan kepercayaan di Islam pemakaman harus disegerakan.
Sukarmin dan Bidayati kuat menahan tangis ketika melihat anak dan menantunya, tapi tidak kuat ketika melihat cucunya yang tidak pernah dia gendong atau lihat sama sekali. Kata Bidayati, wajahnya Nia Marlinda tampak bersih dan cantik, tidak tampah seperti tertimpa reruntuhan. “Saya ikhlaskan dimanapun ia dimakamkan. Saya tidak kuat lihat video wajah cucu yang belum pernah saya sentuh ya. Pemakamannya KBRI sediakan video offline,” ucapnya.
“Kami dikasih lihat wajah bersih tidak ada sedikit pun terlihat ada reruntuhan merem bagus tapi saya gak kuat lihatnya. Tidak bisa kita sembunyikan rasa sedih. Ya alhamdulilah,” tuturnya lagi.
Semenjak kabar Nia meninggal, banyak tetangga yang datang ke rumah. Keluarga almarhumah Nia Marlinda di Bali mengadakan tahlilan selama tujuh hari. Selain itu ada yang mengadakan salat gaib di beberapa masjid, Gianyar dan Denpasar. Seperti diketahui Turki diguncang gempa besar sebesar 7,8 magnitudo yang menewaskan 21 ribu jiwa di Turki dan Suriah. (ni kadek novi febriani/rid)