Para penghobi bonsai tumpah ruah di Buleleng. Mereka tengah mengikuti Festival Bonsai yang diselenggarakan di Taman Kota Singaraja, serangkaian HUT Kota Singaraja ke-419. Seperti apa kemeriahannya?
Eka Prasetya, Buleleng
LEKUK tanaman bonsai itu terlihat begitu menarik. Biasanya batang dan ranting tanaman akan tumbuh ke atas. Namun di Taman Kota Singaraja, beberapa bonsai rantingnya justru tumbuh turun ke tanah. Menjadikan bentuknya unik, menyerupai air terjun.

Sejumlah bonsai lain, dibentuk sedemikian rupa. Bentuknya menjadi semakin klasik dan menarik. Mirip dengan tanaman-tanaman bonsai yang biasa terlihat dalam film-film yang diproduksi di Jepang.
Sejak Minggu (12/3), ratusan tanaman bonsai dipamerkan di Taman Kota Singaraja. Tercatat ada 280 buah tanaman bonsai berbagai jenis dan berbagai ukuran yang dipamerkan. Ratusan bonsai itu merupakan milik 200 orang penghobi bonsai seantero Buleleng.
Salah seorang penghobi bonsai yang terlibat adalah Nyoman Doddy Darmawan. Doddy mengaku telah menggeluti bonsai sejak ia duduk di bangku SMP, tepatnya pada warsa 1980-an. Namun hobi itu layaknya hubungan asmara remaja, putus nyambung. “Sulit bilang kenikmatannya apa. Yang jelas ada kepuasan batin di sana. Makanya suka pelihara bonsai,” ujarnya.
Dalam pameran itu, Doddy memboyong tiga buah bonsai. Berbagai jenis tanaman bonsai telah ia koleksi. Baik itu pohon asem, pusu batu, maupun kimeng. Ia justru semakin puas tatkala berhasil menumbuhkan bonsai dari biji. Padahal butuh waktu setidaknya selama 7-10 tahun agar bonsai itu berhasil tumbuh dari biji. “Menumbuhkan bonsai itu butuh kesabaran, ketekunan, dan ketelitian. Harus benar-benar rutin dan telaten merawat akar dan media tanam, supaya tumbuhnya bagus,” ceritanya.
Ketua Panitia Festival, Ketut Windu Saputra mengatakan, festival sengaja digelar untuk melanggengkan pameran bonsai di Bali Utara. Windu sendiri pertama kali mendengar pameran bonsai pada tahun 1987 silam. Hingga kini pameran bonsai masih sering diselenggarakan di Buleleng.
Menurutnya pameran dan festival menjadi salah satu kunci keberlangsungan penghobi bonsai. Sebab tanpa pertemuan rutin lewat pameran atau kontes, maka perkembangan bonsai tak akan berjalan dengan pesat. Saking rutinnya pameran di Bali Utara, sejumlah penghobi bonsai menjadikan Buleleng sebagai salah satu barometer. Contohnya saat festival di Taman Kota Singaraja, ada 30 orang penghobi bonsai dari luar Buleleng yang turut berpartisipasi.
Sementara itu, Penjabat Bupati Buleleng Ketut Lihadnyana mengungkapkan, hobi bonsai merupakan hal yang unik. Tatkala pandemi covid-19, banyak bisnis yang bangkrut. Sebaliknya hobi bonsai justru semakin tumbuh. Alasannya, para penghobi bonsai memiliki lebih banyak waktu untuk mengurus bonsai-bonsai mereka.
“Penghobi bonsai itu, waktu pandemi justru melakukan hal yang produktif. Mereka merawat tanaman, sampai mengembangkan hidroponik. Makanya bonsai itu justru berkembang saat pandemi,” kata Lihadnyana.
Ia memandang bonsai bukan hanya sebagai hobi. Tapi sebagai ladang bisnis. Lihadnyana sendiri mengklaim pernah nyaris drop out gegara terlalu asyik mengurus bonsai. Bahkan hingga kini ia masih menyukai bonsai.
“Bonsai ini dari hobi jadi bisnis. Cuma mahal-mahal. Pegawai negeri itu tidak mungkin beli. Karena harganya bisa sampai empat kali TPP (tunjangan penghasilan pegawai). Tapi karena perkembangan bonsai pesat, maka perlu kami fasilitasi,” demikian Lihadnyana. (*)