Tak banyak Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Kabupaten Buleleng yang berhasil menembus platform digital. Abon Ma Ira merupakan salah satu UMKM yang berhasil menembus platform tersebut. Sekarang lebih dari separuh transaksi bersumber dari platform digital.
AKTIVITAS kemas mengemas kini sudah menjadi rutinitas. Made Liadi, 47, terlihat sibuk menata produk-produk yang dikemas dalam wadah aluminium foil. Wadah itu kemudian dikemas ke dalam kardus dan ditandai berdasarkan tanggal kedaluarsanya. Produk itu merupakan abon ayam. Salah satu produk andalan Made Liadi.
Saban hari dia disibukkan dengan aktivitas di Rumah Produksi Ma Ira yang terletak di Jalan Angling Dharma, Gang Kepundung, Desa Tukadmungga, Kecamatan Buleleng. Ma Ira merupakan brand dari produk Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang digeluti Made Liadi. Biasanya proses produksi berlangsung mulai pukul 08.00 pagi hingga 16.00 sore setiap hari Senin hingga Sabtu.
Saat Jawa Pos Radar Bali berkunjung pada Selasa (17/1/2023), aktivitas di rumah produksi itu tengah sibuk-sibuknya. Mereka baru saja libur selama tiga hari karena Hari Raya Kuningan. Sementara pesanan terus berdatangan.
Siang itu, para pekerja di Rumah Produksi Ma Ira tengah sibuk mengolah daging ayam menjadi abon. Ada tiga orang pekerja yang sibuk membuat abon dan mengemasnya. Sementara Liadi fokus melakukan pengecekan kualitas.
Made Liadi bukan orang kemarin sore di bidang UMKM, khususnya bisnis kuliner. Pada tahun 2010 silam Liadi sempat membuka sebuah warung makan. Warung itu dibuka hingga awal tahun 2017. Saat itu dia menghidangkan berbagai jenis masakan nusantara.
“Ya meskipun saya orang Bali, masakannya nggak Bali banget. Bisa dibilang masakan Nusantara lah. Lumayan juga omzetnya waktu itu,” kata Liadi mengawali perbincangan dengan Jawa Pos Radar Bali.
Tetapi pada tahun 2017, Made Liadi memilih banting haluan. Dia meninggalkan bisnis rumah makan, kemudian memilih terjun di sektor lain, utamanya penyedia oleh-oleh.
Alasannya, ia ingin lebih fokus pada keluarga. Sebab ketika memiliki usaha rumah makan, dia nyaris tak mendapat waktu luang. Hampir 24 jam waktunya dicurahkan untuk usaha tersebut.
“Saya ingin bisa kerja di rumah sambil mengurus anak. Kebetulan saya suka masak, saya ingin hobi saya itu bisa jadi sumber pendapatan untuk membantu ekonomi keluarga juga. Akhirnya terjun ke usaha oleh-oleh ini” ceritanya.
Mengawali terjun di bidang oleh-oleh, Liadi mengantongi modal yang terbatas. Modalnya hanya Rp 300 ribu saja. Uang sebanyak itu digunakan membuat abon ayam. Bahan dasarnya merupakan dada ayam, gula, bawang merah, bawang putih, ketumbar, kunyit, laos, dan minyak goreng.
“Waktu itu pertama kali produksi saya hanya bisa beli dada ayam itu lima kilogram. Jadi dalam seminggu produksinya hanya segitu,” ungkapnya.
Waktu itu, semuanya dilakukan seorang diri. Mulai dari proses produksi hingga pemasaran. Baru pada 2019 dia merekrut tenaga kerja untuk membantu usahanya. Hingga kini ada tiga orang karyawan yang ia pekerjakan.
Mengawali usaha di bidang oleh-oleh, Liadi mengaku belum mengantongi perizinan. Baru pada tahun 2018, ia mengantongi izin Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT). Selanjutnya pada 2020 UMKM Ma Ira mendapat pendampingan dari Dinas Perdagangan Kabupaten Buleleng dan Kantor Agama Kabupaten Buleleng untuk mengurus label halal. Akhirnya dia berhasil mengantongi label halal pada 10 Desember 2020. Label itu masih berlaku hingga 10 Desember 2024 mendatang.
Liadi mengaku banting usaha dari warung makan ke penyedia oleh-oleh bukan hal yang mudah. Ibu dari tiga orang anak itu mengalami kesulitan modal hingga akses pasar.
Untuk urusan modal misalnya, dia berusaha mendapatkan modal lunak lewat Kredit Usaha Rakyat Bank Rakyat Indonesia (KUR BRI).
Liadi sempat mengajukan KUR senilai Rp 25 juta dengan tenor tiga tahun. Kemudian tahun lalu ia kembali mengajukan KUR senilai Rp 50 juta dengan tenor lima tahun melalui BRI Unit Banyuasri.
Sementara dalam hal pemasaran, awalnya ia hanya mengandalkan promosi secara konvensional. Promosi dilakukan dari teman ke teman. Lama kelamaan produknya juga digemari para Pekerja Migran Indonesia (PMI).
Dalam perkembangannya, walhasil produk-produknya ternyata berhasil menembus berbagai negara, seperti Turki, Jepang, Uni Emirat Arab, maupun Maladewa.
“Biasanya kalau pekerja migran itu sekali beli bisa dua kilogram. Karena dipakai stok di sana. Dari mulut ke mulut, akhirnya mereka kenal Ma Ira. Pasarnya dari pekerja migran itu lumayan, apalagi di Buleleng ini kan banyak yang merantau ke luar negeri,” kata Liadi.
Selain menggarap pasar pekerja migran, Liadi juga merambah platform digital. Perkenalannya pada platform digital dimulai pada awal kuartal kedua tahun 2020 silam.
Tatkala itu pemerintah telah menetapkan status pandemi covid-19 di seluruh Indonesia. Sehingga seluruh aktivitas ikut dibatasi. Proses jual beli yang semula mengandalkan proses konvensional, disulap menjadi jual beli di platform digital.
Kini berbagai lokapasar telah ia rambah. Termasuk pasar.id milik Bank Rakyat Indonesia. Lewat platform digital dia bisa memasarkan produknya secara lebih luas. Bahkan ke tempat-tempat yang tak pernah terbayangkan sebelumnya. Seperti Aceh dan Papua.
“Syukur juga ada platform digital, karena sekarang bisa buka banyak toko dan bisa mengirim ke luar provinsi. Tapi kadang saya berpikir juga. Kalau mereka yang dari Aceh dan Papua itu kan ongkos kirimnya lumayan,” ujar wanita yang mukim di Desa Pemaron itu.
Liadi mengungkapkan, kontribusi platform digital pada masa pandemi mencapai 80 persen dari total omzet bulanan yang menyentuh angka Rp 30 juta.
Kini, seiring dengan longgarnya aktivitas masyarakat, kontribusi platform digital diakui sedikit menyusut. Ia menyebut kontribus platform digital kini mencakup 60 persen dari total omzet.
“Platform digital masih mendominasi. Pokoknya semua platform digital saya coba. Entah itu WhatsApp bisnis, Instagram, Facebook, pasar.id, maupun platform lain, saya listing semua di sana. Saya ingin membuka pasar seluas-luasnya,” tegas Liadi.
Hingga kini Made Liadi telah menghasilkan berbagai produk. Mulai dari abon ayam, abon ikan, ikan Gerang crispy, usus ayam, abon vegetarian labu siam, abon vegetarian papaya, maupun abon ayam pedas. Produk-produk itu dijual mulai dari harga Rp 20 ribu hingga Rp 30 ribu per kemasan 100 gram.
Kendati telah menghasilkan berbagai macam produk, dia masih ingin menghasilkan produk-produk lain. Bagi Made Liadi inovasi merupakan kunci bagi UMKM untuk bertahan. [eka prasetya/radar bali]