24.8 C
Denpasar
Sunday, June 4, 2023

Melongok Budidaya Lidah Buaya di Desa Besakih, Permintaan Tinggi, Bisa Raup Omzet Ratusan Juta

Lidah Buaya menjadi salah satu tanaman yang cukup banyak memiliki macam manfaat. Tak heran, tanaman ini cukup mudah dijumpai. Karena banyaknya manfaat, sampai ada yang membudidayakannya. 

 

SEPANJANG kiri dan kanan, jalur menuju Pura Agung Besakih melalui jalur Desa Adat Batusesa, hamparan tanaman lidah buaya akan terlihat jelas. Tanaman dengan nama latin aloe vera tersebut sengaja di budidayakan warga setempat.

Salah seorang petani lidah buaya, Jro Mangku Widiartha mengungkapkan, budi daya lidah buaya ini dilakoninya sudah 16 tahun lamanya. Awal menggeluti lantaran tingginya permintaan terhadap lidah buaya. “Karena permintaan banyak, akhirnya saya coba kembangkan tanam lidah buaya. Dan sampai sekarang,” ujarnya Minggu (26/3).

Saat ini, ia memiliki 70 ribu pohon. Luas tanamnya sendiri mencapai 1,7 hektar. Namun tidak dalam satu kawasan. Itu berpetak, tidak dalam satu kawasan penuh. “Sekali panen bisa mendapatkan 100 ton lidah buaya. Panennya setiap empat bulan sekali,” kata Widiartha.

Baca Juga:  Nelayan: Hidup Sudah Susah, Tambah Dibuat Susah!

Untuk harga 1 ton lidah buaya sebesar dihargai Rp 2,2 juta. Dengan estimasi panen yang mencapai 100 ton per empat bulan, ia mengantongi omset hingga Rp 220 juta. “Memang permintaannya tinggi. Biasanya diambil sama perusahaan di Gianyar yang selama ini saya ajak kerjasama. Kadang diambil setiap minggu kadang tiap bulan,” tuturnya.

Dari budi daya lidah buaya ini, ia mendapat keuntungan bersih senilai Rp 30 juta. “Karena permintaan tinggi. Sampai saya kekurangan bibit. Saya berencana membeli lahan lagi satu hektar,” imbuhnya.

Dalam proses budi daya lidah buaya sendiri, hampir tak ada hambatan. Mungkin itu terjadi di awal saja. Yakni menunggu panen perdana cukup lama. “Setelah itu lancar. Kebetulan di Besakih ini tanahnya subur dan cocok. Yang penting di tanam tempat terbuka, tidak ada pohon untuk memperlancar sinar matahari masuk,” terangnya.

Baca Juga:  Kelor Jadi Komoditas Unggulan, Bisa Diolah Jadi Teh hingga Kue

Untuk perawatan sendiri, Widiartha mempekerjakan tiga orang. Mereka bekerja setiap hari seperti memberi pupuk, menjaga kebersihan dan yang lainnya. “Pupuknya itu dari kotoran sapi. Itu saja. Gampang juga dapatnya. Kalau pakai pupuk lain takutnya zat organiknya hilang. Itu berpengaruh juga sama manfaatnya,” tandasnya. (Zulfika Rahman/radarbali.id/rid)



Lidah Buaya menjadi salah satu tanaman yang cukup banyak memiliki macam manfaat. Tak heran, tanaman ini cukup mudah dijumpai. Karena banyaknya manfaat, sampai ada yang membudidayakannya. 

 

SEPANJANG kiri dan kanan, jalur menuju Pura Agung Besakih melalui jalur Desa Adat Batusesa, hamparan tanaman lidah buaya akan terlihat jelas. Tanaman dengan nama latin aloe vera tersebut sengaja di budidayakan warga setempat.

Salah seorang petani lidah buaya, Jro Mangku Widiartha mengungkapkan, budi daya lidah buaya ini dilakoninya sudah 16 tahun lamanya. Awal menggeluti lantaran tingginya permintaan terhadap lidah buaya. “Karena permintaan banyak, akhirnya saya coba kembangkan tanam lidah buaya. Dan sampai sekarang,” ujarnya Minggu (26/3).

Saat ini, ia memiliki 70 ribu pohon. Luas tanamnya sendiri mencapai 1,7 hektar. Namun tidak dalam satu kawasan. Itu berpetak, tidak dalam satu kawasan penuh. “Sekali panen bisa mendapatkan 100 ton lidah buaya. Panennya setiap empat bulan sekali,” kata Widiartha.

Baca Juga:  Kisah Bahagia Anak Buruh Angkut Pasir : Gagal Jadi Polisi, Lulus Terbaik di Tamtama TNI AD

Untuk harga 1 ton lidah buaya sebesar dihargai Rp 2,2 juta. Dengan estimasi panen yang mencapai 100 ton per empat bulan, ia mengantongi omset hingga Rp 220 juta. “Memang permintaannya tinggi. Biasanya diambil sama perusahaan di Gianyar yang selama ini saya ajak kerjasama. Kadang diambil setiap minggu kadang tiap bulan,” tuturnya.

Dari budi daya lidah buaya ini, ia mendapat keuntungan bersih senilai Rp 30 juta. “Karena permintaan tinggi. Sampai saya kekurangan bibit. Saya berencana membeli lahan lagi satu hektar,” imbuhnya.

Dalam proses budi daya lidah buaya sendiri, hampir tak ada hambatan. Mungkin itu terjadi di awal saja. Yakni menunggu panen perdana cukup lama. “Setelah itu lancar. Kebetulan di Besakih ini tanahnya subur dan cocok. Yang penting di tanam tempat terbuka, tidak ada pohon untuk memperlancar sinar matahari masuk,” terangnya.

Baca Juga:  Sehari Penuh Pantang Beraktivitas di Sawah, Cari Rumput di Tepi Jalan

Untuk perawatan sendiri, Widiartha mempekerjakan tiga orang. Mereka bekerja setiap hari seperti memberi pupuk, menjaga kebersihan dan yang lainnya. “Pupuknya itu dari kotoran sapi. Itu saja. Gampang juga dapatnya. Kalau pakai pupuk lain takutnya zat organiknya hilang. Itu berpengaruh juga sama manfaatnya,” tandasnya. (Zulfika Rahman/radarbali.id/rid)


Artikel Terkait

Most Read

Artikel Terbaru