Permainan tradisional mejaran-jaranan, kini ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB). Sertifikat penetapan itu diserahkan Gubernur Bali Wayan Koster saat penutupan Bulan Bahasa Bali pada Senin (27/2) lalu.
DARI keterangan yang diperoleh Jawa Pos Radar Bali menyebutkan bahwa kesenian Mejaran-jaranan sendiri merupakan permainan rakyat di Desa Adat Banyuning. Biasanya permainan itu akan dimainkan pada akhir piodalan di Pura Gede Pemayun Desa Adat Banyuning. Permainan itu dilaksanakan sebagai tanda syukur bahwa piodalan berjalan dengan lancar.
Lurah Banyuning Nyoman Mulyawan mengungkapkan bahwa permainan tersebut akan dilaksanakan selama lima hari berturut-turut saat penglebar upacara di Pura Gede Pemayun. Permainan itu akhinya menjadi daya tarik masyarakat.
“Kalau sudah penglebar piodalan, setiap sore ada mejaran-jaranan di sana. Yang muda-muda main mejaran-jaranan, ada yang main selodor. Kalau yang tua-tua menonton di jabe tengah pura,” kata Mulyawan.
Biasanya permainan mejaran-jaranan dilakukan dalam bentuk berkelompok. Setiap kelompok akan terdiri dari tujuh orang. Sebanyak dua orang berperan sebagai kuda, dua orang lainnya sebagai pelana untuk kaki, dua orang menggotong, dan seorang lagi sebagai joki. Kemudian joki akan saling beradu, siapa yang jatuh, maka kelompok tersebut akan dinyatakan kalah.
“Sebenarnya dulu yang memainkan banyak. Tapi sekarang karena generasinya sudah berbeda, banyak yang merantau, akhirnya agak jarang. Kalau dulu biasanya bisa nyejer sampai lima hari, sekarang paling 1-2 hari saja,” ujarnya.
Ia pun bersyukur permainan mejaran-jaranan bisa ditetapkan sebagai WBTB. Penetapan itu akan memastikan perlindungan bagi permainan tradisional yang ada. Namun penetapan itu juga memiliki sebuah konsekuensi besar, untuk memastikan kelestarian permainan tradisional tersebut.
Sementara itu Kepala Dinas Kebudayaan Buleleng Nyoman Wisandika mengatakan, sejak beberapa tahun lalu pemerintah mendorong agar mejaran-jaranan ditetapkan sebagai WBTB. Hanya saja proses pengusulan itu tak mudah. Butuh serangkaian proses kajian ilmiah untuk mengusulkan.
Tahun lalu sebenarnya pihaknya menyiapkan tiga tradisi sebagai WBTB. Masing-masing mejaran-jaranan, sokok base Pegayaman, dan gula pedawa. Namun dua usulan terakhir ditunda, karena belum dilengkapi dengan kajian ilmiah.
Rencananya tahun ini pihaknya akan mengusulkan dua tradisi sebagai WBTB. Yakni mengarak sokok base di Desa Pegayaman serta sampi gerumbungan. “Bertahap kami akan usulkan tradisi dan kesenian agar ditetapkan sebagai WBTB sebagai langkah pelestarian. Tentunya kajian akademis akan kami lengkapi dulu,” kata Wisandika. [eka prasetya/radar bali]