DENPASAR – Aktivis perempuan dan perlindungan anak, Siti Sapurah, menyoroti dan mengecam keras atas peristiwa pencabulan yang menimpa KAB, 13. Peristiwa bejat yang dilakukan sang ayah sendiri, IKEA, 48, ini dinilai sebagai perilaku bejat dan biadab.
Ini karena ldia tak hanya bertindak asusila kepada anak kandung, juga keponakannya berinisial LPA, 14. Dia melakukan aksinya di Tabanan dengan penuh kesadaran.
Perempuan yang dikenal dengan sapaan akrab Ipung itu mengatakan jika dirinya memberikan apresiasi kepada kepolisian Polres Tabanan atas pengungkapan kasus ini. Tetapi Ipung ingin memberi masukan kepada kepolisian terkait penerapan pasal terhadap pelaku pencabulan anak.
“Bukan bermaksud menggurui, saya hanya sedih dengan kejadian terjadi di Tabanan. Ternyata kasus pelecehan terhadap anak tak pernah berhenti. Untuk itu penerapan hukum terhadap pelaku harus benar-benar memberikan efek jera,” katanya Sabtu (5/11/2022).
Dalam kasus ini, Polres Tanana menerapkan Pasal 81 ayat (1) dan ayat (2) dan ayat (3) undang undang nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas UU RI no 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak. Dalam pasal ini ancaman hukuman pidana penjara maksimal 15 tahun dan denda Rp 5 miliar.
Menurut Ipung, penerapan pasal itu memang tepat. Hanya saja Ipung menilai harusnya kepolisian juga mempertimbangkan untuk menerapkan UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang perlindungan anak. Dengan penerapan undang-undang itu, diharapkan bisa memberi efek jera kepada pelaku
Hal itu karena ancaman pidananya 20 tahun penjara, bahkan hukuman mati. Ada juga ancaman lainnya, yaitu kebiri kimia. Tujuannya agar aksi bejatnya tak terulang lagi.“Selain itu, bisa dilakukan pemasangan cip di dalam tubuh pelaku. Supaya kalau keluar dari Lapas dia bisa diawasi dengan mudah. Selanjutnya, ekspos identitas pelaku sejelas-jelasnya,” tambahnya.
Ipung menjelaskan bahwa sebelumnya dia pernah mengusulkan melalui sebuah acara TV agar ancaman pidana pelaku kejahatan seksual terhadap anak minimal 20 tahun dan maksimal hukuman mati.
Kemudian, Presiden Joko Widodo mengeluarkan Perpu Nomor 1 Tahun 2016. Dalam Perpu tersebut mengatur khusus kejahatan seksual terhadap anak, yaitu pasal 81 tentang persetubuhan anak di bawah umur dan Pasal 82 tentang pencabulan anak di bawah umur.
Kedua Pasal ini diatur dalam UU Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Lalu, Perpu Nomor 1 Tahun 2016 dijadikan UU, yaitu UU Nomor 17 tahun 2016. UU itu khusus mengatur ancaman pidana tentang kejahatan seksual terhadap anak yang merupakan kejahatan luar biasa dan harus diselesaikan dengan gara-gara luar biasa.
“Artinya apa ? Jika ada kasus pencabulan terhadap anak dan persetubuhan terhadap anak, maka digunakan UU Nomor 17 tahun 2016 tentang perubahan kedua dari UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,” pungkasnya. (marsellus nabunome pampur)